Tadinya Melarat, 5 Tokoh Sejarah Ini Bisa Jadi Konglomerat

Tidak semua tokoh termahsyur pada masa lalu terlahir dalam keluarga yang bergelimang harta. Sejumlah konglomerat paling terkenal dalam sejarah, bahkan keluarga kerajaan yang berkuasa pada zamannya, menghabiskan masa muda mereka sebagai petani, imigran miskin, bahkan budak. Meski demikian, orang-orang ini bisa naik derajat berkat kerja keras dan juga keberuntungan. Dilansir dari History, Selasa (6/12/2016), berikut adalah 5 tokoh sejarah yang tadinya melarat lalu bisa jadi konglomerat.

Catherine I

Catherine I (Wikipedia)
Catherine I (Wikipedia)

Dunia mengenal Catherine I atau Yekaterina I sebagai permaisuri Tsar Rusia, Peter
the Great atau Peter yang Agung. Ia memerintah sebagai ratu sejak 1725 hingga
akhir hayatnya. Perempuan yang lahir pada 1684 sebagai Marta Helena Skowronska berasal dari Polandia, ayahnya adalah seorang petani sederhana. Setelah kedua orangtuanya meninggal, dia pun bekerja sebagai pembantu rumah tangga di Marienburg (kini menjadi Latvia). Setelah Rusia menduduki kota tersebut pada 1702, Catherine yang berusia 18 tahun ditangkap dan dijadikan tawanan. Ia lalu dibawa ke Moskow.

Kemudian, roda sejarah membawanya nasibnya bak dongeng pengantar tidur. Catherine menjadi pelayan di rumah seorang pejabat tinggi di pemerintahan. Di kediaman megah itu juga, ia bertemu dengan Tsar Peter yang Agung yang terpesona dengan kecantikan dan kecerdasan gadis yang buta huruf itu.

Pasangan tersebut kemudian menjalani hubungan asmara diam-diam, hingga akhirnya menikah pada 1712. Catherine kemudian menjadi orang kepercayaan Tsar Peter selama periode sweeping politik dan reformasi sosial di Rusia. Setelah kematian sang raja pada 1725, Chaterine memerintah sebagai ratu pertama Rusia, menorehkan prestasinya sebagai anak yatim piatu seorang petani miskin menjadi penguasa kerajaan.

Andrew Carnegie

Andrew Carnegie (Wikipedia)
Andrew Carnegie (Wikipedia)

Andrew Carnegie adalah memimpin ekspansi besar-besaran industri baja di Amerika Serikat pada akhir Abad ke-19. Carnegie kerap dijuluki salah satu orang terkaya di muka Bumi, atau setidaknya paling kaya dalam sejarah Amerika Serikat. Padahal, ia lahir pada 1835 di rumah kecil yang hanya memiliki satu kamar di Dunfermline, Skotlandia. Carnegie lahir di tengah keluarga buruh yang miskin. Ia hanya sempat bersekolah sebentar, sebelum keluarganya memutuskan untuk bermigrasi ke Amerika pada 1848.

Tiba di Pennsylvania, ia yang kala itu berusia 13 tahun mendapat pekerjaan sebagai pesuruh di sebuah pabrik tekstil. Carnegie mengawali pekerjaannya sebagai bocah pembawa pesan dan buruh pabrik sebelum naik tingkat menjadi sekretaris dan operator telegraf di Pennsylvania Railroad.

Pada 1859, pekerja muda yang penuh semangat itu sudah diangkat jadi pengawas divisi barat perusahaan kereta tersebut. Carnegie menginvestasikan uang pendapatannya dalam beberapa bisnis, seperti perusahaan pembangun jembatan, operasi telegraf, dan pabrik baja.

Pada pergantian abad, Carnegie Steel Company miliknya berkembang pesat jadi sebuah kerajaan industri. Carnegie pun menjadi orang terkaya di dunia setelah menjual perusahaannya itu ke J.P. Morgan senilai USD 480 juta (sekitar Rp 6,2 triliun).

Kaisar Hongwu

Kaisar Hongwu (History)
Kaisar Hongwu (History)

Pada abad ke-14, pemuda yatim piatu bernama Zhu Yuangzhang bergabung ke sebuah biara. Itu satu-satunya cara yang ia ketahui untuk menghindar dari kelaparan. Setelah sempat menjadi pengemis, pemuda itu bergabung bersama gerombolan perampok yang melakukan pemberontakan terhadap Dinasti Yuan yang dibangun Bangsa Mongolia.

Zhu Yuangzhang ternyata berbakat jadi pemimpin militer. Di kalangan para bandit pangkatnya pun melejit. Ia bahkan menjadi panglima pasukan pemberontak pada 1355. Kejam dan tanpa ampun, sang jenderal pemberontak mengobarkan perang berdarah terhadap Bangsa Mongolia dan rival-rivalnya yang lain.

Pada 1368, pada saat yang sama ketika pasukannya mengusir Bangsa Mongol keluar dari Tiongkok, Zu menobatkan dirinya sendiri sebagai Kaisar Dinasti Ming dan memilih nama Hongwu.

Henry Miller

Henry Miller (Wikipedia)
Henry Miller (Wikipedia)

Miller datang ke Amerika Serikat sebagai imigran yang sama sekali tak punya uang. Namun, Henry Miller kelak menjadi tuan tanah terbesar, yang bahkan ikut andil dalam sejarah pembentukan sejarah perbatasan barat.

Terlahir sebagai Heinrich Alfred Kreiser, ia meninggalkan rumahnya di Jerman pada usia 14 tahun dan tiba di Negeri Paman Sam pada 1846. Pria itu kemudian pindah ke California, sebagai ‘Henry Miller’, nama yang tercetak dalam tiket kapal yang ia beli dari seorang penjual keliling. Tiket itu seharusnya tak bisa dialihkan ke orang lain dan nama sang penjual terlanjur tercetak di sana. Maka ia akhirnya menjadikan Henry Miller sebagai nama barunya.

Miller kemudian tiba di San Francisco. Hanya ada uang USD 6 (kurang dari Rp 100 ribu) di kantongnya. Ia kemudian bekerja 7 hari seminggu sebagai asisten tukang daging. Setelah punya modal cukup, Miller akhirnya membuka tokonya sendiri.

Ketika para pemukim mengalir deras ke California, Miller menganggap itu sebagai kesempatan besar. Ia pun mengembangkan bisnis dengan cara membeli kawanan ternak dan padang rumput untuk menggembalakan ternak seluas ribuan hektar.

Selama 50 tahun ke depan, Miller membangun kerajaan ternak. Tanahnya pun meluas, menjadi sekitar 1,3 juta hektar di California, Oregon, Nevada, dan Idaho. Dia juga berinvestasi dalam sistem irigasi yang akhirnya mengubah lahan gurun tandus itu menjadi lahan subur. Saat kematiannya pada 1916, kekayaan Miller diperkirakan mencapai USD 40 juta (sekitar Rp 520 miliar).

Charles Dickens

Charles Dickens (Wikipedia)
Charles Dickens (Wikipedia)

Novelis terkenal Charles Dickens seringkali mengisahkan tentang sosok dalam cerita fiksinya yang melalui masa kecil yang sulit. Ternyata, itu tak jauh berbeda dengan kisah nyata sang penulis kala muda pada tahun 1820-an di Inggris.

Saat kecil, Dickens sempat bersekolah. Namun, sang ayah kemudian justru menyia-nyiakan keuangan keluarga dan akhirnya dikirim ke penjara karena tidak membayar utang-utangnya.

Ketika anggota keluarga yang lain satu persatu menyusul ke belakang sel besi, Dickens yang berusia 12 tahun dikirim jadi buruh di pabrik semir sepatu untuk mengais rezeki. Ia dipaksa kerja 10 jam sehari dengan bayaran hanya 6 shilling (mata uang lama Inggris) per minggu.

Dickens bisa kembali ke sekolah setelah ayahnya melunasi utang keluarga, namun kemudian terpaksa drop out dan bekerja sebagai juru tulis untuk membantu keuangan ayah dan ibunya. Kemudian, ia merintis karier sebagai jurnalis dan penulis. Sukses pertamanya diraih pada 1836 lewat “The Pickwick Papers”. Dickens lantas meraih ketenaran dan kekayaan sebagai salah satu master sastra abad ke-19. (tom)

Written by Hutomo Dwi

Cowok penyuka Jepang, dari bahasa, musik, sampai film dan animenya.

5 Kampus di Indonesia yang Mahasiswinya Cantik

Ini Dia Versi Full Lagu Mannequin Challenge yang Mendunia