Sejarah dan Filosofi Ketupat yang Jadi Hidangan Lebaran

Hari Raya Idul Fitri akan tiba sebentar lagi, umat Muslim di Indonesia menyambut hari kemenangan dengan berkumpul bersama keluarga, bertemu sanak saudara, hingga menyantap makanan khas Lebaran. Ada beberapa menu wajib yang biasa dihidangkan yakni rendang, sambal kentang, opor ayam dan tentu saja ketupat.

Selain di Indonesia, ketupat juga bisa kamu temukan di negara tetangga seperti Malaysia, Brunei, dan Singapura. Bahkan di Filipina ada yang namanya bugnoy, makanan yang mirip dengan ketupat.

Sering melihat ketupat, apakah kamu tahu mengenai sejarah dan filosofi ketupat itu sendiri? Berikut ini sejarah dan filosofinya, seperti dilansir dari Decodekocoid, Senin (12/6/2017).

Ketupat (Viva)

Kanjeng Sunan Kalijaga adalah orang pertama yang memperkenalkan ketupat pada masyarakat Jawa. Ia kemudian membudidayakan tradisi dua kali Bakda, yaitu Bakda Lebaran dan Bakda Kupat (dimulai seminggu setelah hari Lebaran).

Pada hari Kupat Bakda, setiap keluarga di Jawa akan menenun bungkus ketupat dari daun kelapa, diisi dengan beras lalu dimasak. Setelah itu ketupat akan diberikan kepada keluarga dengan generasi yang lebih tua sebagai simbol kebersamaan.

Menurut filosofi Jawa, ketupat bukan hanya santapan khas Lebaran, namun memiliki artis khusus. Ketupat atau Kupat dalam bahasa Jawa adalah singkatan dari Ngaku Lepat atau Laku papat. Kata â??Ngaku Lepatâ? memiliki arti mengakui kesalahan, sementara itu Ngaku Lepat berarti kamu memiliki pengetahuan yang tepat bagi masyarakat Jawa.

Ketupat (Maggi)

Tradisi sungkeman yang sampai sekarang masih dilakukan bermula dari Ngaku Lepat. Sungkeman mengajarkan pentingnya rasa hormat kepada orang tua, kerendahan hati, ketulusan dan pengampunan dari orang lain, terutama orang tua.

Sementara itu Laku Papat memili arti empat tindakan dalam tradisi Lebaran yaitu lebaran, luberan, leburan dan laburan.

Setelah mengetahui sejarahnya, kita beralih ke filosofinya. Filosofi dari ketupat ini diketahui ada 4. Pertama adalah mencerminkan kesalahan manusia. Hal ini dilihat dari rumitnya anyaman bungkus ketupat di mana belum tentu semua orang bisa membuatnya dengan mudah.

Ketupat (Decodeko)

Yang kedua adalah kemurnian hati. Setelah ketupat dipotong, akan terlihat nasi putih yang dianalogikan sebagai kebersihan dan kemurnian hati seseorang setelah minta maaf atas kesalahan yang mereka lakukan.

Ketiga adalah cerminan kesempurnaan. Bentuk ketupat yang sempurna terhubung dengan kemenangan kaum Muslim setelah melewati puasa selama sebulan dan akhirnya menginjak Lebaran.

Lalu yang terakhir adalah permintaan maaf. Ketupat biasanya disajikan dengan menu lain yang menggunakan bahan santan, karena itu dalam bahasa Jawa diucapkan â??Kupat Santenâ? Kulo Lepat Nyuwun Ngapunten. Yang artinya adalah â??Saya punya kesalahan, saya minta maafâ?. (tom)

Written by Hutomo Dwi

Cowok penyuka Jepang, dari bahasa, musik, sampai film dan animenya.

Nama Jalan dan Desa di Malaysia yang Unik dan Nyeleneh Bagi Orang Indonesia

Melihat Kerennya Studio Musik Endank Soekamti di Atas Kapal