STORY: Usia 16 Tahun Tapi Sudah Punya 42 Anak

Terkadang dalam hidup ini, ada orang yang kita anggap keluarga sendiri meskipun sebenarnya bukan. Wanita bernama Maggie Doyne yang satu ini juga demikian. Bagaimana kisahnya? Berikut kisahnya seperti dilansir Teenvogue, Senin (5/5/2014).

Saat duduk di bangku SMA, Maggie memiliki kehidupan normal dan semua berjalan dengan lancar. Lulus sekolah tepat waktu, nilai yang memuaskan, dan memiliki peluang untuk lanjut kuliah dan langsung mendapatkan pekerjaan dengan gaji yang bagus. Tapi di suatu pagi, Maggie terbangun dengan perasaan hampa. Ia merasa tidak tahu apa tujuan hidupnya.

Maggie merasa tertekan dengan gagasan untuk melanjutkan kuliah. “Di detik-detik terakhir, aku memutuskan untuk tidak kuliah. Hal itu sangat mengejutkan untuk semua orang,” ungkapnya. Meskipun ia tidak melanjutkan kuliah, ia mengikuti sebuah program satu tahun yang mengkombinasikan kelas bertahan hidup di ruang terbuka dan belajar memberikan pelayanan atau bantuan. Ia pun langsung memulai perjalanannya ke Asia Selatan.

Di semester kedua program tersebut, Maggie sedang berada di India. Perjalanan dan petualangan yang didapatkannya sangat luar biasa. Ia pernah menghabiskan waktu beberapa hari untuk berjalan, trekking, dan mendaki gunung. Hingga ia berada pada suatu tempat, yaitu Kopila Valley, di mana anak-anak dan para wanitanya hidup dalam kondisi yang sangat memprihatinkan. Di titik itu, ia memutuskan untuk tinggal lebih lama di sana. Maggie juga meyakinkan orang tuanya untuk mentransfer uang sebesar USD 5 ribu yang sudah ia tabung dari gaji mengasuh dan menjaga bayi. Uang itu lalu ia gunakan untuk membeli sebidang tanah dan membangun sebuah rumah untuk anak-anak. Kini, ada 42 anak yang memanggilnya “ibu”.

“Aku ingin memberi anak-anak ini sebuah masa kecil yang hampir sama dengan pernah kumiliki dulu, dengan keluarga dan cinta,” jelasnya. Maggie sangat sedih dengan kondisi yang ia lihat saat itu. Anak-anak di bawah umur yang sudah dipekerjakan, mengemis di jalanan, dan menjadi pemecah batu di pinggir jalan. Jadi ia merasa bahwa anak-anak perlu mendapatkan pendidikan yang layak agar kehidupannya nanti bisa jauh lebih baik.

Tidak hanya membangun sekolah untuk anak-anak, Maggie juga membuat sebuah tempat khusus untuk wanita. “Di Nepal, banyak sekali hal tabu tentang menstruasi,” ungkapnya. Di Nepal, perempuan yang sedang menstruasi tidak boleh tinggal di rumah apalagi tidur di rumah. Hal ini tentu saja sangat memicu pelecehan seksual atau kekerasan seksual pada wanita. Selain itu, sekitar 75% perempuan yang sudah menstruasi bahkan tidak sekolah. Masalah sanitasi juga menjadi perhatian utamanya, apalagi para perempuan tidak punya akses yang memadai untuk mendapatkan pembalut. Bagi Maggie, perjuangannya masih belum selesai.

Kini Maggie menyadari bahwa ternyata yang dikerjakannya sekarang adalah hal yang paling dicintainya. “Aku bangun setiap pagi mencintai pekerjaanku dan merasa bahwa aku memiliki pekerjaan paling sempurna di dunia ini.” (tom)

Written by Hutomo Dwi

Cowok penyuka Jepang, dari bahasa, musik, sampai film dan animenya.

Terkait Kontroversi, RCTI Hentikan Sinetron ‘Kau yang Berasal dari Bintang’

Unik! Pasir di Pantai Ini Berwarna Hijau