STORY: Ingin Kaya, Pria Ini Hampir Tukar Nyawa Anaknya dengan Uang

Perkenalkan namaku Dada Suhada. Kali ini aku akan berkisah pengalaman pahit yang aku alami. Pada suatu hari yang cerah, aku bersama istri dan kedua anakku hendak pergi berjalan-jalan. Tiba-tiba putraku minta dibelikan es krim padaku. “Ayah, aku mau es krim.”

Saat itu, aku hanya bisa terdiam memandangi dia. Untuk kedua kalinya si kecil berkata, “Aku mau es krim, Yah!”

Ah, seandainya aku bisa menjelaskan keadaan yang sebenarnya kepada putraku ini. Karena tak satupun kata-kata keluar dari mulutku, istriku menanggapi permohonan anak kami, “Ya sudah, es krimnya diganti dulu dengan permen ini ya. Kan, sama-sama manis.”

Reputasi saya di depan keluarga besar sudah merosot. Itu disebabkan oleh kebiasaanku yang suka mabuk-mabukan. Beberapa anggota kelurga dengan teganya suka mengatakan bahwa aku sudah mati. Mendengar perkataan seperti demikian, saya merasa sangat sakit hati.

Selain itu, kemiskinan yang terus mendera hidupku membuat aku bosan. Aku pun sangat lelah menjalani hidup seperti ini. Suatu ketika, seorang teman menawariku untuk mengikuti “tips menjadi kaya” yang dia praktekkan, yakni, menggunakan ilmu. Namun, ilmu yang ia gunakan adalah ilmu hitam berupa jimat

Tergiur dengan iming-iming menjadi kaya, aku pun memakai jimat itu. Setelah menggunakan jimat. usahaku lancar. Aku membuka usaha di bidang sepatu, dengan pendapatan yang menjanjikan.

“Udah jadi orang kaya, ya, elo?!” sapa temanku, yang telah memberikan nasihat tentang jimat sakti tersebut.

“Iya donk, kan ini berkat elo juga.”

“Elo mau engga, lebih kaya lagi?”

Waw, siapa sih yang akan menolak tawaran untuk jadi makin kaya? Tentu saja aku tidak akan melewatkan kesempatan emas ini. Katanya, kalau aku datang pesugihan, aku bisa memperoleh modal besar.
Perlahan-lahan aku mempersiapkan semua sesajen dan mahar yang dibutuhkan. Sesajen dan mahar adalah sarana agar aku bisa berhubungan dengan arwah-arwah.

Sesajen dan mahar itu memerlukan banyak biaya. Jadi, aku mengumpulkan uang dari mengambil keuntungan usaha dan menipu orangtua. Aku tidak peduli berapa banyak uang yang harus kukeluarkan. Yang penting, aku bisa menjadi semakin kaya.

Aku pun pergi ke dukun yang akan memberi kekayaan berlimpah. Semua sesajen dan mahar telah kuserahkan, hanya saja dia tiba-tiba berkata, “Untuk memperoleh kekayaan ini, harus ada tumbalnya.” Bagiku, tidak masalah kalau nyawaku menjadi tumbalnya. Aku rela menjadikan nyawaku sebagai taruhannya, asal kekayaan itu bisa kudapatkan.

Aku menuruti perintah apapun yang harus kukerjakan. Aku tidur 7 hari 7 malam di sebuah makam di Karang Nini. Di situ, saya mendapatkan suatu mimpi. Begini mimpinya:
Aku sedang berjalan di tengah ruangan yang tak aku ketahui. Tiba-tiba seorang wanita berambut panjang dan berjubah putih datang dan berkata, “Hai.”

Aku tak mengenal siapa dia, tetapi aku langsung berkata, “Aku bosan menjadi orang miskin! Aku ingin menjadi orang kaya!”

“Aku akan memberimu kekayaan, tetapi aku minta anakmu yang pertama untuk menjadi tumbalnya,” jawab wanita itu.

“Tidak!” jawabku.

Aku terbangun. Aku menjerit-jerit, tidak menginginkan anakku menjadi tumbal. Yang kuinginkan adalah, diriku sendiri yang menjadi tumbalnya. Dukun yang di sampingku berkata, “Tapi.. kamu akan mendapatkan apapun yang kau mau!”

“Saya tidak mau! Saya tidak mau anak saya menjadi tumbal!” ujarku.

Aku bingung. Kekayaan yang ingin kukejar justru akan kuberikan untuk anak, bukan untukku. Kesedihan meliputi diriku. Aku pergi dari pesugihan itu. Walaupun aku memang bukan bapak yang baik, tetapi anakku adalah kesayanganku. Untuk alasan apapun, aku tidak ingin dia menjadi tumbal.

Sekarang semua menjadi berantakan. Usaha menjadi bangkrut, karena aku sering meninggalkannya. Hutang menumpuk, sementara kekayaan yang diimpi-impikan malah tak datang.

Aku pulang menemui istriku. Dia betul-betul kecewa. Dia bertanya-tanya kepada Tuhan, apa sebetulnya kesalahan yang ia perbuat sampai kehidupan kami menjadi seperti ini.

Kemudian anakku yang perempuan datang. Katanya, dia harus membayar SPP (uang sekolah) besok; jika tidak, ia tidak bisa mengikuti ujian. Ah, ada-ada saja masalah. Aku semakin terpuruk. Minuman keras adalah caraku melarikan diri dari keruwetan ini.

Istriku stress melihat kelakuanku. Bahkan, putriku juga tidak menyukaiku. Istriku sudah kalang kabut. Dia tidak sanggup lagi menasihatiku. Akhirnya dia mendatangkan adikku untuk menasihatiku.Ya, aku mau bertobat! Aku mau berhenti minum minuman keras. Aku sedih dengan keadaan seperti ini. Tapi aku tidak tahu harus minta bantuan kepada siapa.

“Kak, kalau kita berusaha untuk lepas dengan kekuatan sendiri, pasti mustahil. Tapi kalau Tuhan Yesus yang melakukannya, pasti bisa, Kak,”

Dosaku sudah melewati batas. Apa mungkin aku masih bisa bertobat?

“Adik, apa benar kalau kita bertobat, maka dosa-dosa kita bisa diampuni?”

“Ya, itu sudah pasti, Kak. Sebesar apapun dosa Kakak, Tuhan mau mengampuninya. Apakah Kakak mau menerima Yesus sebagai Tuhan dan Juruselamat?”

“Ya, saya mau.”

“Kak, sekarang apakah Kakak mau mengampuni orang-orang yang sudah menyakiti Kakak?”

Kontan saja langsung tampak bayangan saudaraku yang pernah mengatakan bahwa aku sudah meninggal. Tapi aku menerima tantangan ini: aku mau mengampuni mereka. Kini aku memulai usahaku dengan sudut pandang yang baru. Keluarga, anak-anak, dan sahabat mendukung aku sehingga hutangku berangsur-angsur lunas. Aku kembali menekuni bisnis sepatu yang dulu pernah kudirikan. (nha)

Written by Janah

Simple Girl

Pantai Fort Bragg Punya Pasir Kaca Warna-warni Lho!

Metamorphosis Record, Label Rekaman Terbaru Milik Katy Perry