Kuda Lumping: Menari Sambil Kesurupan

Kuda Lumping dalam bahasa Jawa disebut juga Jaran Kepang. Kesenian ini dimainkan dengan sebuah kuda buatan yang tersusun dari anyaman bambu dan ijuk pohon aren lalu dibentuk menyerupai kuda. Penyebaran budaya tari Kuda Lumping berada di Jawa Tengah dan Jawa Timur. Sehingga asal usul lahirnya tari Kuda Lumping seringkali di identikkan dengan perjuangan Pangeran Diponegoro dalam melawan penjajahan Belanda. Sementara sebagian rakyat lainnya percaya bahwa kesenian ini sudah ada sejak jaman Raden Patah membangun kerajaan Demak.

Sebagai kesenian, Kuda Lumping menggabungkan unsur tarian, nyanyian dan kekuatan magis sebagai satu kesatuan. Gerak langkah ritmis, agresif dan dinamis dalam tari Kuda Lumping mewakili karakter kepahlawanan dalam sebuah perang. Tak heran alunan musik yang terbentuk dari perpaduan suara kendang, kenong, selompret dan gong terdengar hingar-bingar dan mengundang sebagian besar masyarakat sekitar untuk berkumpul menjadi satu. Moment inilah yang digunakan para pejuang jaman Hindia-Belanda untuk menyatukan para pemuda sebagai pasukan perlawanan.

Seringkali dalam pertunjukkan Kuda Lumping diselipkan unsur magis yang berupa bakar diri, makan beling, berjalan di atas pecahan kaca dan menyayat tubuh sendiri dengan golok. Ini terdengar mengerikan, namun sejatinya tidak. Sebelum acara pagelaran Kuda Lumping dimulai, biasanya diawali dengan ritual pembacaan mantra-mantra tertentu oleh orang yang dipercayai memiliki kekutan sakti. Hal ini diyakini dapat membantu penari Kuda Lumping lebih kuat dan kebal terhadap berbagai macam senjata tajam.

Kuda Lumping biasanya dimainkan secara berpasangan oleh kaum lelaki. Bisa 2 orang, 4 orang bahkan 6 orang sekaligus. Namun dalam perkembangannya, kaum perempuan turut andil sebagai pemain Kuda Kumping dan menjadi penyambut tamu penting yang berkunjung ke Pemerintahan Daerah. Hanya saja bedanya, aksi penari perempuan tidak disertai dengan atraksi makan pecahan kaca. Gerakan yang dilakukan pun cenderung luwes dan mencerminkan keanggunan pejuang wanita.

Written by Alfath

Journalist at Weekend @jdbrta

Geulisnya Kota Lembang Jawa Barat

Batik: Warisan Budaya yang Diperebutkan