Rahasia Di Balik Pepatah Carilah Ilmu hingga ke Negeri Cina

Banyak orang yang mempercayai bahwa pepatah â??Carilah Ilmu hingga ke Negeri Cinaâ? adalah sebuah hadis. Berdasarkan pendapat umum, konon Nabi Muhammad saw. tidak berkata sembarangan dalam menyampaikan hadis ini. Negeri Cina dianggap sebagai salah satu sumber ilmu pada masa tersebut sekaligus sebagai tempat yang belum disentuh oleh budaya Islam. Artinya, Rasulullah sedang mengisyaratkan izin bahwa seseorang boleh saja menuntut ilmu apa pun; termasuk ajaran-ajaran yang mungkin agak berbeda dengan konsep Islam atau dewasa ini disebut pengetahuan sekular. Ada pula yang menyebutkan bahwa pepatah ini mengindikasikan pentingnya menuntut ilmu hingga ke negeri-negeri yang jauh (Cina sangat jauh dari dataran gersang Arab).

Namun, ada pendapat lain yang menyebut bahwa hadis ini salah. Kita bisa mendapatkan rujukan kuatnya sebagai berikut (dikutip dari media-isnet.og):

Tuntutlah ilmu sekalipun ke negeri Cina.

Riwayat ini batil. Ini diriwayatkan oleh Ibnu Adi II/207, Abu Naim dalam Akhbar Ashbahan II/106, al-Khatib dalam at-Tarikh IX/364 dan sebagainya, yang kesemuanya dengan sanad dari al-Hasan bin Athiyah, dari Abu Atikah Tharif bin Salman, dari Anas bin Malik r.a. Kemudian semuanya menambahkan lafazh fa inna thalabal ilmi faridlatun ‘ala kulli muslimin. Ibnu Adi berkata, “Tambahan kata walaw bish Shin kami tidak mengenalinya kecuali datang dari al-Hasan bin Athiyah.” Begitu pula pernyataan al-Khatib dalam kitab Tarikh seperti dikutip Ibnul Muhib dalam al-Fawa’id.

Kelemahan riwayat ini terletak pada Abu Atikah yang telah disepakati muhadditsin sebagai perawi sanad yang sangat dha’if. Bahkan oleh Imam Bukhari dinyatakan munkar riwayatnya. Begitu pula jawaban Imam Ahmad bin Hanbal ketika ditanya tentang Abu Atikah ini.

Ringkasnya, susunan dari hadits di atas adalah sangat dha’if atau bahkan sampai pada derajad batil. Saya kira kebenaran ada pada ucapan Ibnu hibban dan Ibnul Jauzi yang berkata bahwa hadits di atas tidak ada sanadnya yang baik atau bahkan dianggap baik sampai derajad dapat dikuatkan atau saling menguatkan antara satu sanad dengan sanad yang lainnya.

Adapun bagian kedua (tambahannya), mungkin dapat dinaikkan derajadnya kepada hadits hasan, seperti diutarakan oleh al-Mazi sebab sanadnya banyak yang bersumber pada Anas r.a. Dalam hal ini dari hasil penyelidikan yang saya lakukan, saya telah menemukan delapan sanad yang dapat diandalkan yang kesemuanya bersumber kepada sahabat Rasulullah saw., diantaranya adalah Anas, Ibnu Abbas, Ibnu Umar, Ibnu Mas’ud, Ali, Abu Said, dan sebagainya. Hingga kinipun saya masih menelitinya hingga saya benar-benar yakin dalam memvonis shahih, hasan ataupun dha’ifnya sanad-sanad tersebut. Wallahu a’lam.

Kebanyakan orang yang mengetahui bahwa Rasulullah tidak pernah menyampaikan hadis semacam ini, langsung menegangkan urat leher. Mereka menyerang secara frontal siapa pun yang mempercayai pepatah ini sebagai hadis. Orang-orang semacam ini, yang mungkin begitu bersemangat dalam menegakkan kebenaran, cenderung menyalahkan dan menganggap umat Islam yang mempercayai ucapan â??Carilah Ilmu hingga ke Negeri Cinaâ? kurang (atau tidak) belajar agama. Bahkan ada yang menambahkan, Cina saat itu belum diketahui Nabi atau di sana terdapat hal-hal yang bertentangan dengan agama. Mana mungkin Nabi mengajarkan umat Islam berangkat ke sebuah tempat yang memungkinkan mereka menjadi kafir (kembali)?

Pada akhirnya, jika pepatah ini adalah hadis palsu, sudah sepantasnya kita bertanya, bagaimana hadis palsu ini bisa dijadikan patokan oleh banyak kalangan? Bukankah artinya pernah ada suatu waktu ketika pepatah ini disebarkan ke sebagian besar kalangan muslim dengan tujuan tertentu? Lalu, apakah tujuan tertentu yang dimaksud sang penyebar hadis palsu ini? Apakah penyebarnya adalah orang Yahudi atau pengikut Freemasonry yang ingin menyesatkan umat Islam? Untuk mendekati hal ini, kita akan melihat sebuah kisah berikut yang merupakan bentuk lain dari penjelasan yang disampaikan Fariduddin Attar dalam Musyawarah Para Burung.

Kisah Simurgh

Dikisahkan, suatu hari Simurgh, binatang perkasa penuh pengetahuan rahasia yang mungkin bisa disamakan dengan Garuda, terbang mengelilingi bumi, ingin menampilkan diri di depan mata manusia. Namun, karena keterbatasan pandangan, tidak ada seorang pun yang bisa melihatnya. Para manusia tertentu, yang dianggap memiliki pengetahuan paling tinggi, berkata bahwa Simurgh sudah melintas beberapa waktu lalu dan kini lenyap kembali. Namun, bulu ekor Simurgh, satu yang mungkin bisa membuktikan keberadaan binatang ini, diduga muncul di Cina. Maka, berbondong-bondonglah seluruh manusia dari segenap penjuru dunia ke Cina untuk mencari bulu ekor Simurgh tersebut. Siapa pun yang menemukannya, akan memiliki pengetahuan rahasia Simurgh. Dari kisah inilah kemudian muncul pepatah â??carilah ilmu hingga ke Negeri Cina.â?

Carilah Ilmu dengan Konsentrasi

Menurut Idries Shah dalam buku Mahkota Sufi (2000:178), Cina dalam bahasa Arab disebut Shyn (hurufnya Shad, Yaâ??, Nun). Setiap huruf Arab memiliki padanan angka sendiri-sendiri. Padanan angka ketiga huruf ini adalah: 90 (Shad), 10 (Yaâ??), dan 50 (Nun). Jika dijumlahkan, ketiganya menjadi angka 150 (90 + 10 + 50). Cobalah kita menguraikan angka 150 menjadi ratusan, puluhan, dan satuan. Maka hasilnya adalah 100 + 50 (tidak ada satuan). Angka 100 dan 50 ini diterjemahkan kembali ke dalam huruf sesuai dengan padanannya.

Angka 100 padanannya huruf Q (Qaf) sedangkan 50 adalah N (Nun). Q dan N kemudian digabungkan kembali menjadi sebuah kata: QN. Kata QN (dalam bentuk QaNN) dalam bahasa Arab menunjukkan konsep tentang â??penelitian dengan cermat, pengamatanâ?. Maka dari itu kata ini dipakai sebagai sebuah simbol pemusatan, fokus. Jadi, SHYN adalah bentuk lain dari QN (QaNN).

Dengan demikian, jika ada pepatah â??carilah ilmu bahkan hingga ke Negeri Cinaâ?, dengan memperhatikan perubahan susunan angka yang dijelaskan tadi, pepatah tersebut dapat dibaca â??Carilah ilmu, bahkan sampai mencapai pemusatan (pikiran)â?.

Artinya pepatah â??Carilah ilmu bahkan hingga ke Negeri Cinaâ? memang bukan sebuah hadis. Namun, penyebarannya yang begitu luas (hingga banyak yang menganggapnya sebagai hadis) menunjukkan pentingnya makna â??pemusatan pikiran dalam mencari ilmuâ?. Pertanyaannya, ilmu apakah yang harus dicari?

Mencari Allah dengan Kesungguhan Hati

Ilmu di sini tentu bisa dikaitkan dengan kisah jatuhnya bulu Simurgh yang ditemukan kala seseorang mesti berada di Cina. Simurgh dalam Musyawarah Para Burung adalah raja burung yang dicari oleh 30 burung yang dikomandoi oleh Hud-Hud, burung yang pernah menjadi utusan Raja Sulaiman. Kala 30 burung itu bersua dengan Simurgh, mereka terperangah karena bentuk Simurgh sama dengan ketigapuluh burung tersebut.

Simurgh adalah Allah dan 30 burung dalam Musyawarah Para Burung adalah umat beragama dengan keterbatasan pandangan masing-masing. Ada yang masih terikat dengan harta, ada yang merasa tidak pantas mengenal Allah, ada yang sudah merasa mengenal Allah, ada yang lebih mencintai keluarga, dan seterusnya. Pada akhirnya, ketigapuluh burung ini menyadari bahwa Simurgh yang mereka cari adalah â??gabunganâ? mereka semua sekaligus sesuatu yang sama sekali berbeda.

Tanpa kedatangan Hud-Hud sang utusan yang penuh dengan wejangan dan konsentrasi, burung-burung ini akan terperangkap dalam kesalahan pikiran masing-masing selama-lamanya. Dengan demikian pepatah â??Carilah Ilmu hingga ke Negeri Cinaâ? pada tataran berikutnya berarti â??Carilah ilmu dengan pemusatan konsentrasiâ? dan pada tataran terakhir bermakna â??Carilah Allah dengan kesungguhan hatiâ?.

Written by Ardy Messi

Work in PR agency, Strategic Planner wannabe, a bikers, a cyclist, music and movie freak, Barca fans.

Sinetron, Band Alay, dan Yang Lebih “Meng-4LaY” Lagi

CHRISTOPHER NOLAN: Sang Jenius Film