5 Orang Indonesia Penyandang Disabilitas, Tapi Berprestasi

Difabel atau disabilitas adalah istilah yang meliputi gangguan, keterbatasan aktivitas, dan pembatasan partisipasi. Namun halangan tersebut bukanlah menjadi halangan bagi penyandang disabilitas. Bahkan banyak diantara mereka yang jauh lebih berhasil dalam kehidupannya dibandingkan kita yang hidup normal. Dilansir jadiBerita dari berbagai sumber, berikut adalah 5 orang Indonesia penyandang disabilitas, namun berprestasi.

1. M Ade Irawan

M Ade Irawan (Istimewa)
M Ade Irawan (Istimewa)

M Ade Irawan merupakan penyandang tunanetra. Tahun 1999, Ade diajak orang tuanya jalan ke mal, Ade menekan tuts piano dan berbunyi. Spontan, Ade langsung meminta dibelikan alat musik itu. Satu keyboard Casio pun mulai menjadi teman Ade saat usia 7 tahun. Ade kemudian mengagumi musisi jazz George Benson dan setahun kemudian, dia memutuskan memilih jazz sebagai musik pilihannya. Sang bos MURI, Jaya Suprana, kemudian menaruh perhatian padanya. Jaya membuatkan Ade pagelaran resital tunggal pada Juni 2010 lalu, dan menjulukinya Ade ‘Wonder’ Irawan, merujuk musisi tunanetra, Stevie Wonder. Ade juga menjadi penampil pada Java Jazz Festival 2010 lalu.

2. Muhammed Zulfikar Rakhmat

Muhammed Zulfikar Rakhmat (Dream)
Muhammed Zulfikar Rakhmat (Dream)

Muhammed Zulfikar Rakhmat memang terlahir tak sempurna. Sejak lahir dia mengalami gangguan syaraf motorik, sehingga kedua tangannya sulit bergerak. Kondisi itu juga membuatnya gagap, tak lancar bicara. Namun, di balik segala kekurangan itu, pemuda Semarang ini punya prestasi cemerlang. Bulan lalu, dia lulus dari jurusan Hubungan Internasional di Universitas Qatar. Program sarjana itu bisa dia selesaikan dalam kurun tiga setengah tahun saja. Soal nilai, jangan ditanya. Dia lulus dengan nilai hampir sempurna: 3,93. Prestasi mencorong ini pula yang membuatnya mendapat beasiswa penuh untuk kuliah ke jenjang lebih tinggi lagi.

3. Angkie Yudistia

Angkie Yudistia (Viva)
Angkie Yudistia (Viva)

Dilihat sekilas, dia terlihat seperti gadis cantik yang normal. Namun ternyata dia menderita tunarungu sejak usianya masih 10 tahun. Meski berat, ia mampu menyelesaikan pendidikannya di sekolah umum sejak sekolah dasar (SD) hingga sekolah menengah atas (SMA). Angkie kemudian menyelesaikan studinya di jurusan periklanan di London School of Public Relations(LSPR), Jakarta, dan lulus dengan indeks prestasi kumulatif 3,5. Di kampus yang sama, Angkie bahkan telah meraih gelar master setelah lulus dari bidang komunikasi pemasaran lewat program akselerasi. Di usianya yang masih 25 tahun, Angkie sudah menjadi founder dan CEO (chief executive officer) Thisable Enterprise. Perusahaan yang didirikan bersama rekannya itu fokus pada misi sosial, khususnya membantu orang yang memiliki keterbatasan fisik alias difabel (Different Ability People).

4. Heri Hendrayana Harris

Heri Hendrayana Harris (Dianasasa)
Heri Hendrayana Harris (Dianasasa)

Heri Hendrayana Harris, atau nama ngetopnya Gola Gong, merupakan penulis novel “Balada Si Roy” yang terkenal era 80-an. Gola Gong kehilangan tangan kirinya sejak usia 11 tahun lantaran terjatuh dari pohon. Selain menulis novel, Gola Gong yang juga seorang traveller, gemar juga menulis cerita-cerita perjalanan. Sejak 2001 dia mendirikan komunitas kesenian Rumah Dunia di lahan 1.000 meter persegi di belakang rumahnya di kawasan Komplek Hegar Alam, Ciloang, Serang, Banten. Di Rumah Dunia, Gola Gong menyebarkan virus “Gempa Literasi”, yaitu gerakan kebudayaan menghancurkan kebodohan lewat kata (sastra dan jurnalistik), swara (musik), rupa (teater dan film), dan warna (melukis).

5. Stephanie Handojo

Stephanie Handojo (Sportiplus)
Stephanie Handojo (Sportiplus)

Sejak lahir mengidap downsyndrome, Stephanie Handojo mesti menjalani kehidupan yang berbeda dengan anak-anak pada umumnya. Meskipun punya kekurangan, ia dapat membuktikan dirinya mampu berprestasi tinggi. Stephanie yang kini duduk di bangku kelas 3 SMA, sejak kecil memang sudah mulai mengikuti kegiatan positif khususnya di bidang olahraga seperti berenang dan bulutangkis. Bahkan, saat menginjak usia 12 tahun, ia berhasil meraih juara 1 pada kejuaraan Porcada. Selain itu, ia juga tercatat di Museum Rekor Indonesia (MURI) karena mampu bermain piano dengan 22 lagu selama 2 jam. Dia bahkan terpilih mewakili Indonesia di ajang Special Olympics World 2011 di Athena, Yunani. Stephanie kemudian meraih medali emas dari cabang renang nomor 50 meter gaya dada. (tom)

Written by Hutomo Dwi

Cowok penyuka Jepang, dari bahasa, musik, sampai film dan animenya.

Bocah Penjual Kardus Bekas, Kumpulkan Uang Demi Pengobatan Sang Ayah

Aneh Tapi Nyata, Ada Manusia Berwajah 2