Bukan Monas atau Ondel-ondel, Ternyata Ini Maskot Jakarta Sebenarnya

Pengamen Ondel-Ondel berkeliling halaman Monumen Nasional (Monas) Jakarta Pusat, Minggu, 18 Mei 2014.

Jika ditanya apa maskot kota Jakarta, mungkin kebanyakan akan menjawab Monas atau ondel-ondel. Padahal, sebenarnya maskot Jakarta bukanlah yang telah disebutkan tadi. Lalu, apa sebenarnya maskot dari kota Jakarta yang merupakan ibu kota Indonesia ini?

Maskot kota Jakarta sebenarnya adalah Si Elang Bondol yang sedang membawa Salak Condet di kakinya. Elang ini adalah satu jenis elang yang hanya ada di Kepulauan Seribu, Jakarta. Kamu bisa lihat maskot ini pada bus Transjakarta. Kenapa Elang Bondol yang dipilih sebagai maskot, bukan yang lain?

Elang Bondol maskot Jakarta di busa Transjakarta (Goodnewsfromindonesia)
Elang Bondol maskot Jakarta di busa Transjakarta (Goodnewsfromindonesia)

Dilansir dari Jakartakitacom, Senin (8/8/2016), penetapan si Elang Bondol menjadi maskot kota Jakarta, bermula dari Keputusan Gubernur No. 1796 Tahun 1989. Gubernur Ali Sadikin saat itu menetapkan elang berwarna coklat dan berkepala putih dengan posisi bertengger pada sebuah ranting sambil mencengkeram salak Condet sebagai maskot Jakarta.

Sebenarnya Elang Bondol dengan nama latin â??Haliastur Indusâ?? ini merupakan burung migran yang juga terdapat di Australia, India, Cina Selatan, dan Filipina. Jakarta merupakan salah satu tempat persinggahan tetap burung yang mampu terbang hingga ketinggian 3 ribu meter ini.

Selain tertera pada badan bus Transjakarta, maskot Jakarta ini juga dapat ditemui dalam bentuk tugu di hampir semua perbatasan provinsi Jakarta dengan Banten atau dengan Jawa Barat, misalnya di Jl. Bekasi Raya km 27 Ujung Menteng Jakarta Timur dan di Jl. Daan Mogot. Terdapat juga di sudut persimpangan jalan raya dalam kota seperti di kawasan By Pass Cempaka Putih. Sayangnya, maskot yang terlihat gagah ini justru sedang terancam punah. Populasi Elang Bondol semakin berkurang karena perdagangan satwa ilegal dan rusaknya habitat wilayah rawa di Jakarta. Elang Bondol yang masih tersisa hanya dapat ditemui di Cagar Alam Laut Pulau Rambut dan Kebun Binatang Ragunan.

Patung Elang Bondol (Liputan6)
Patung Elang Bondol (Liputan6)

Sementara asal muasal salak condet dijadikan maskot adalah karena salak condet atau Salacca zalacca merupakan buah asli Jakarta yang tumbuh di kawasan Condet. Salak ini tidak kalah tenar dibandingkan dengan salak pondoh atau salak bali yang konon ketenarannya sudah mencapai seluruh wilayah Jawa dan Sumatera. Kawasan Condet sendiri aslinya merupakan kawasan cagar budaya seluas 18.228 Hektar. Namun seiring dengan bertambahnya pemukiman dan masyarakat pendatang, maka perkebunan salak serta proporsi masyarakat Betawi di kawasan tersebut semakin berkurang.

Alasan pemilihan elang bondol sebagai maskot juga tidak sembarangan, dan memiliki filosofinya, yang memang berasal dari kisah hidup elang itu sendiri. Selain perkasa, Elang Bondol merupakan salah satu burung yang memiliki umur panjang. Bahkan bisa sampai 70 tahun. Di usianya yang ke-40, Elang Bondol dihadapkan pada suatu pilihan sulit dalam hidupnya, apakah dia memilih pasrah dengan kondisinya, atau dia rela menâ??transformasiâ?? dirinya, namun dia akan dapat bertahan hidup hingga 30 tahun lagi.

Pada usianya ke-40 tersebut, seekor elang akan mengalami kesulitan hidup yang luar biasa. Paruhnya menjadi panjang hingga hampir mencapai dada, sehingga sulit untuk mencabik mangsa. Demikian pula dengan kuku cakar yang menjadi andalannya untuk menangkap mangsa dan menyerang musuh, akan menjadi panjang namun rapuh.

Bulu-bulu tubuhnya pun semakin tebal dan panjang, menyebabkan tubuhnya menjadi berat, sehingga dia tak mampu terbang dengan bebas. Bila kondisi tersebut dibiarkan, tentu akhirnya elang akan semakin melemah dan akhirnya mati tak berdaya.

Hanya ada satu jalan untuk membuatnya menjadi kembali perkasa, yaitu dia harus memaksakan dirinya terbang tinggi hinggi ke puncak bukit. Lalu membuat sarang di tepi jurang. Dan di sarang itulah dia harus menjalani proses â??transformasiâ?? diri.

Elang Bondol dan Salak Condet (Merdeka)
Elang Bondol dan Salak Condet (Merdeka)

Tindakan pertama yang dilakukan adalah mematukkan paruh sekeras-kerasnya ke bebatuan hingga paruhnya lepas. Dan setelah lepas, dia harus menunggu paruh baru tumbuh selama kurang lebih 5 bulan lamanya sampai paruh menjadi cukup kuat. Setelah paruh tumbuh, penderitaan berikutnya adalah dia harus mencabuti semua kuku-kuku di cakar.

Dan setelah mencabuti kuku-kuku cakar, dia harus mencabuti bulu-bulu di tubuhnya satu persatu. Bayangkan, betapa menderitanya si Elang di malam hari, badan tanpa bulu, berada di atas puncak bukit. Pasti si Elang Bondol merasakan dingin yang teramat sangat.

Filosofi itulah yang membuat mengapa Elang Bondol dipilih mewakili Jakarta. Elang Bondol dipilih dengan harapan Jakarta bisa setegar Elang Bondol dalam menjalani hidup yang tak selalu mudah. (tom)

Written by Hutomo Dwi

Cowok penyuka Jepang, dari bahasa, musik, sampai film dan animenya.

Mengintip Gang di Jakarta yang Tak Disinari Matahari Hampir 24 Jam

Sensasi Jadi Tarzan dalam Semalam di Rumah Pohon Leo Bogor