Pernah menjadi pedagang asongan bukanlah hal buruk dan patut disesali oleh Nur Fadil (36), warga Dusun Manggis, Desa/Sukorambi, Jember. Justru berkat perjuangan hidup yang keras, dia menilai bahwa kemiskinan harus dientaskan dengan pendidikan yang lebih tinggi. Meretas dari bawah, Fadli berhasil mendirikan belasan sekolah gratis di wilayah pinggiran Kabupaten Jember.
Ide pendirian sekolah itu didasari pada perjuangan semasa kuliahnya dulu yang cukup berat. Dia membiayai kuliahnya sendiri dengan berjualan asongan di salah satu ruas Jalan Gajahmada, Kecamatan Kaliwates, Jember.
“Saya kuliahnya di UIJ (Universitas Islam Jember) fakultas Hukum. Saya tidak perlu malu berjualan asongan, bahkan saya tidur setiap harinya di gerobak asongan milik saya sendiri,” kenang Fadli seperti dikutip dari Detikcom, Kamis (24/11/2016).
Fadli mengenyam bangku kuliah kurun waktu 2001-2005. Setelah lulus, dia sempat menjadi asisten pengacara di Jember. Namun, pekerjaan itu dinilai kurang cocok untuknya.
“Saya masih terpikirkan dengan kondisi sosial masyarakat di desa saya. Penduduk disana banyak yang hidup miskin, rawan menjadi pelaku kriminal dan juga berpendidikan rendah,” tuturnya.
Mayoritas anak-anak di lingkungan asal Fadli hanya bersekolah hingga kelas 4 SD saja. Itu disebabkan jarak tempuh yang cukup jauh dari sekolah (antara 2-4 kilometer), sekaligus kondisi jalur yang buruk untuk siswa yang berjalan kaki. Di sisi lain, orang tua siswa tidak cukup memberi dukungan pada anak anaknya untuk bersekolah.
“Saya memutuskan untuk mendirikan sekolah swasta di sana, dengan menggandeng seorang kyai lulusan MTs pada tahun 2008 lalu. Beliau mengajar agama, sementara saya mengajar olahraga dan pelajar umum lainnya,” kenangnya.
Fadli kemudian mendirikan sebuah sekolah beralaskan tanah dan berdinding anyaman bambu di Padukuhan Bangeran, Dusun Curahdami, Desa/Kecamatan Sukorambi. Sekolah itu ia beri nama Madrasah Ibtidaiyah (MI) Terpadu Ar Rohman.
“Sekarang sudah ada sekitar 36 guru di lima sekolah itu,” ungkap Fadli. “Saya menggratiskan seluruh biaya pendidikan bagi seluruh siswa, sementara gurunya saya beri uang pengganti transport Rp 15 ribu per tatap muka.”
Salut untuk Nur Fadli. Diharapkan semakin banyak orang berhati mulia seperti Nur Fadli. (tom)