Hari Raya Idul Fitri kemungkinan bakal jatuh pada hari Minggu, 25 Juni 2017. Yang sudah dipastikan penuh oleh jamaah Salat Id adalah Masjid Istiqlal. Pengurus Gereja Katedral, Jakarta Pusat, yang mengetahui hal ini, kemudian mengubah jadwal misa Minggu pagi yang bertepatan dengan Hari Idul Fitri. Ini sebagai bentuk toleransi untuk umat muslim yang akan mengikuti Salat Id di Masjid Istiqlal yang berada di seberang Gereja Katedral.
“Pengumuman itu betul. Biasanya halaman katedral dipakai parkir saudara-saudara yang salat di Istiqlal,” ungkap Uskup Agung Jakarta, Mgr Suharyo, seperti dikutip dari Detikcom, Selasa (20/6/2017).
Pengumuman dari pengurus Gereja Katedral kemudian diposting di akun Facebook Keuskupan Agung Jakarta (KAJ). Biasanya di hari minggu pagi, Gereja Katedral menjadwalkan Perayaan Ekaristi pada pukul 06.00 WIB, 07.30 WIB, 09.00 WIB, dan 11.00 WIB.
Hari Minggu saat hari raya Lebaran, jadwal misa pagi diubah menjadi lebih siang dan hanya dua kali. Itu dilakukan untuk menghormati umat muslim. Demikian bunyi pengumuman yang diposting KAJ dan kemudian dibagikan oleh banyak netizen.
Seperti ini pengumuman yang dipampang di halaman Gereja Katedral:
Pengumuman
Sehubungan dengan Hari Raya Idul Fitri dan Sholat Ied, halaman Gereja Katedral dipakai untuk mendukung terlaksananya kegiatan saudara kita kaum muslim maka, jadwal misa Minggu, 25 Juni 2017 diubah menjadi:
Pagi hari : Pukul 10.00. WIB dan pukul 12.00. WIB
Sore hari seperti biasa : pukul 17.00. WIB dan pukul 19.00. WIB.
Mgr Suharyo menyebut pengumuman itu dibuat oleh Romo Kepala Paroki Gereja Katedral. Kebijakan tersebut diambil bersama Dewan Paroki Harian Paroki Katedral. KAJ mendukung kebijakan tersebut.
Melalui kebijakan itu, Gereja Ketedral ingin mewujudkan sikap bertetangga yang baik. Selain itu Katedral pun ingin menjunjung tinggi toleransi kepada saudara dan saudari umat Muslim yang merayakan Hari Idul Fitri.
Namun perubahan jadwal itu hanya untuk Gereja Katedral, tidak untuk seluruh gereja yang berada di bawah KAJ. “Ini khusus Katedral saja yang berseberangan dengan Istiqlal,” tutup Mgr Suharyo.
Ini menjadi salah satu bukti, perbedaan yang ada di Indonesia ini tak menjadikan kita bermusuhan. Sebaliknya, kita jadi tahu rasa hormat dan juga toleransi antar umat beragama. Semoga toleransi ini tetap kekal selamanya di Indonesia. (tom)