Muda dan kreatif, inilah sosok Nurulaila Fitriyani (23), mahasiswi Jurusan Desain Komunikasi Visual di Institut Seni Indonesia Yogyakarta (ISI). Saat ini ia sedang sibuk untuk persiapkan sidang dan pameran tugas akhir kuliah yang akan digelar pada bulan Juli ini.
Sejak memasuki semester dua atau tiga perkuliahan, sekitar 2013 yang lalu, dara cantik kelahiran Salatiga, 10 Maret 1994 itu sudah mulai mencoba mengembangkan usahanya sendiri berupa pouch kanvas. Produknya ia beri nama “Hipme; Artsy Goods & Concept”.
“Awalnya sih gara-gara di Yogya tuh banyak banget acara-acara seni dan budaya yang juga ada bazaar atau art marketnya, yang bikin dan jual pun masih muda-muda seumuranku dan produk mereka lucu-lucu banget. Trus kepikiran kayanya seru ya kalo ikutan art market, yang dateng banyak termasuk turis mancanegara, bisa ketemu banyak orang, orang beli produk kita dan kita dapet uang,” kata Pipit, panggilan akrab Nurulaila Fitriyani, seperti dikutip dari Tribunnewscom, Rabu (5/7/2017).
Pipit mengaku ketika baru menjalankan usaha pouchnya itu masih berbekalkan pengalaman lihat buku jahit di rumah, dan melihat tutorial di web. Dari sana Pipit akhirnya memutuskan untuk membeli mesin jahit mini portabel secara online yang harganya Rp 200 ribu, menggunakan uang sakunya sendiri, yang nantinya ia gunakan untuk menjahit produk pouchnya.
“Awal-awal jualan pouch hasil tangan sendiri. Aku masih jual kisaran harga Rp 5 ribu sampai Rp 15 ribu aja. Sama paling berjualan di acara-acara bazar di Jogja atau jual secara online. Meski awalnya saya menjalankan usaha ini masih belum begitu serius. Hanya sekedar menyalurkan hobi saja,” katanya.
Pada pertengahan 2014, ternyata rasa bosan dan hampir menyerah sempat menggelayuti diri pemilik akun Instagram @nrlail, pada kegiatan usaha ‘bikin-bikin’ nya itu. Tapi, Pipit mencoba bangkit lagi dan mengeluarkan semua kreatifitasnya untuk mengembangkan produk baru tak hanya berupa pouch saja, seperti tote bag, sling bag, dan backpack atau ransel yang motifnya ia lukis sendiri.
Dari usahanya ini, omzet penjualannya saat ini semakin meningkat, yaitu kisaran Rp 4-7 juta per bulan.
Meski disibukkan dengan kegiatan usahanya, Pipit tetap memprioritaskan pendidikannya. Segala upaya ia coba lakukan, misal membagi waktunya antara usaha dan kuliahnya.
“Kegiatan usaha ini saya lakukan tiap weekend. Jadi khusus hari itu, aku meluangkan waktu buat hunting kain, pernak-pernik menjahit, baca-baca artikel mengenai crafting, dan mengasah kemampuan menjahitku. Dan pengerjaan biasanya aku pegang ketika ada pemesanan. Sehingga aku pastikan kuliah tetap jalan lancar tidak terganggu,” bebernya.
Baginya bekerja sesuai passion sama halnya menyalurkan hobi yang kemudian digaji. “Merasa capek tapi nggak capek, kalau gagal buatku itu adalah jalan pintas baru menuju kesuksesan dengan berbagai kejutannya. Jangan pernah takut gagal karena hal baik akan selalu ada bersama orang-orang yang baik,” tandas Pipit. (tom)