Don't be Captious

Ini Pencetus THR Saat Mau Lebaran, Kamu Harus Berterima Kasih Padanya

Hutomo Dwi
Hutomo Dwi
Cowok penyuka Jepang, dari bahasa, musik, sampai film dan animenya.

Apakah kamu sudah dapat THR untuk tahun ini? Bila sudah dapat, apakah kamu tahu apa itu THR? THR adalah hak pendapatan pekerja yang wajib dibayarkan oleh pengusaha kepada pekerja menjelang Hari Raya Keagamaan yang berupa uang. Lalu, dari mana asal usul THR ini?

Dilansir dari Kabarburuhcom, Jumat (8/6/2018), sejarah kemunculan THR pertama kali itu muncul pada masa pemerintahan Presiden Sukarno, tepatnya pada era kabinet Soekiman Wirjosandjojo. Kabinet tersebut dilantik pada tahun 1951 dan memiliki program yang salah satunya untuk meningkatkan kesejahteraan pamong pradja yang kini dikenal dengan sebutan Pegawai Negeri Sipil (PNS).

Pada awalnya, tunjangan diberikan hanya kepada aparatur negara saja. Pemberian tunjangan ini merupakan sebuah strategi agar para PNS di masa itu memberikan dukungan kepada kabinet yang sedang berjalan.

Soekiman Wirjosandjojo (Chirpstory)

Saat pelaksanaannya, Kabinet Soekiman membayarkan tunjangan kepada para pegawai di akhir bulan Ramadan berjumlah sekitar Rp 125 atau sekitar Rp 1,1 juta di masa sekarang hingga Rp 200 atau setara Rp1,75 juta.

BACA JUGA:  Tips Mudah Mengelola Uang THR Agar Tak Cepat Habis

Nggak hanya uang, kabinet Soekiman sendiri juga memberikan tunjangan lain berupa beras. Namun, kebijakan tunjangan yang hanya diperuntukkan PNS ini mendapat gelombang protes dari kaum buruh.

Mereka pun juga meminta agar nasibnya turut diperhatikan oleh pemerintah. Para buruh tersebut melancarkan aksi mogok pada 13 Februari 1952 dengan tuntutan agar diberikan tunjangan dari pemerintah di setiap akhir bulan Ramadan. Kebijakan dari Kabinet Soekiman ini dianggap pilih kasih oleh para buruh. Karena hanya memberikan tunjangan kepada pegawai pemerintah.

Diketahui, pada masa itu, aparatus pemerintah Indonesia masih diisi oleh para kaum priyayi, ningrat, dan kalangan atas lainnya. Tentunya, para buruh merasa hal tersebut nggak adil karena mereka juga merasa turut bekerja keras bagi perusahaan-perusahaan swasta dan milik Negara, namun mereka tidak mendapatkan perhatian dari pemerintah.

Namun kebijakan tunjangan dari kabinet Soekiman akhirnya menjadi titik awal bagi pemerintah untuk menjadikannya sebagai anggaran rutin Negara. Tahun 1994 pemerintah baru secara resmi mengatur perihal THR secara khusus. Peraturan mengenai THR ini dituangkan di dalam Peraturan Menteri Tenaga Kerja RI No. 04/1994 tentang Tunjangan Hari Raya Keagamaan bagi Pekerja di Perusahaan.

BACA JUGA:  Beberapa Biaya Daftar Merek Dagang
Ilustrasi THR (Aceh24)

Dalam peraturan tersebut, dijelaskan bahwa pengusaha wajib memberikan THR kepada para pekerja yang telah bekerja selama tiga bulan secara terus menerus ataupun lebih. Besaran THR yang diterima pun disesuaikan dengan masa kerja.

Pekerja yang telah mempunyai masa kerja 12 bulan secara terus menerus atau lebih menerima sebesar satu bulan gaji. Sementara pekerja yang mempunyai masa kerja tiga bulan secara terus menerus, tetapi kurang dari 12 bulan diberikan secara proporsional dengan masa kerjanya, yakni dengan perhitungan masa kerja/12 x 1 (satu) bulan gaji.

Pada tahun 2016, pemerintah melalui Kementrian Ketenagakerjaan, merevisi peraturan mengenai THR tersebut. Perubahan ini tertuang dalam peraturan menteri ketenagakerjaan No.6/2016. Peraturan terbaru itu menyebutkan bahwa pekerja yang memiliki masa kerja minimal satu bulan sudah berhak mendapatkan Tunjangan Hari Raya. Selain itu kewajiban pengusaha untuk memberi THR nggak hanya diperuntukan bagi karyawan tetap, melainkan juga untuk pegawai kontrak, termasuk yang bekerja berdasarkan perjanjian kerja waktu tidak tertentu (PKWTT) maupun perjanjian kerja waktu tertentu (PKWT).

BACA JUGA:  Menengok Sejarah Sabun yang Dulu Hanya Digunakan Orang Kaya

Nah, jika kamu sudah menerima THR, maka kamu wajib berterima kasih pada Soekiman Wirjosandjojo. Berkat dia, kini kamu bisa mendapatkan penghasilan tambahan tiap tahunnya. (tom)

Latest article