Kapurung, Citarasa Khas Makassar

Hutomo Dwi

Anda barangkali sudah tidak asing lagi dengan beberapa kuliner khas Makassar semacam coto, konro, maupun pisang ijo. Makanan tersebut memang sudah mulai mudah ditemui di luar Makassar. Bahkan di Jawa, es pisang ijo menjadi salah satu jajanan favorit yang banyak dicari ketika bulan Ramadhan. Penjualnya pun makin banyak, tak hanya di warung tapi juga dijual keliling menggunakan gerobak ataupun sepeda motor yang didesain khusus.

Di luar makanan populer tersebut ada satu lagi hidangan khas Makasar yang terbilang unik dan masih cukup asing bagi kebanyakan orang Indonesia, namanya adalah Kapurung. Kapurung berbahan baku sagu dan mempunyai kuah kuning encer yang rasanya asam menyegarkan. Dari segi penampilan masakan ini mengingatkan kita pada Papeda, makanan khas Papua yang juga berbahan baku sagu.

Dilansir dari Kabar Kuliner, Senin (3/11/2014), sebagai sebuah hidangan, kandungan nutrisi dalam Kapurung terbilang cukup lengkap. Di dalamnya terdapat karbohidrat dari sagu, vitamin dan serat dari aneka sayuran, dan protein hewani. Sayuran yang digunakan antara lain kacang panjang, tomat, bayam, terong, jagung, dan yang paling unik adalah jantung pisang. Sementara sumber proteinnya berasal dari ikan, udang, dan ayam.

Gumpalan sagu yang masih alot disiram air panas hingga meleleh. Sagu lantas dibentuk bulatan-bulatan kecil dan dimasukkan ke dalam kuah Kapurung yang beraroma sedap. Ketika disantap, bola-bola sagu yang lembut dan kenyal meluncur mulus ke dalam kerongkongan disertai rasa asam, gurih, dan pedas dari kuah Kapurung. Memberikan sensasi kenikmatan tersendiri, karena kita tak perlu bersusah payah mengunyahnya.

Kapurung sebenarnya merupakan masakan tradisional masyarakat dari Tanah Luwu (meliputi Kabupaten Luwu, Luwu Utara, Luwu Timur, dan Kota Palopo). Kawasan ini dikenal sebagai penghasil sagu yang cukup produktif, tak kurang dari puluhan ribu ton tiap tahunnya. Berawal dari makanan selingan ketika musim kemarau, Kapurung ternyata semakin digemari banyak orang dari luar daerah. Makanan ini pun akhirnya menjadi populer di Makassar, kota yang jaraknya ratusan kilometer dari Tanah Luwu. (tom)

Hutomo Dwi

Cowok penyuka Jepang, dari bahasa, musik, sampai film dan animenya.