STORY: Pianis Kembar Indonesia yang Mendunia

Hutomo Dwi

Di hadapan publik musik klasik Berlin, Jerman, penampilan duo pianis kembar Sonja dan Shanti Sungkono tampak eksotis. Di atas pentas, tubuh kedua perempuan berwajah Jawa ini dibalut kebaya dengan siluet brokat keperakan. Rambut mereka disanggul. Penampilan keduanya jauh dari penampilan panggung para musisi klasik yang konservatif, yang umumnya muncul dengan gaun panjang warna hitam.

Duet Sonja-Shanti tak sedang ingin tampil unik, apalagi nyentrik, dengan gaya tersebut. Model penampilan itu boleh dibilang telah menjadi ciri khas sekaligus identitas mereka sebagai perempuan Indonesia dalam berbagai pentas di mancanegara. Selain penampilan, dalam setiap pertunjukan, keduanya selalu memperkenalkan diri sebagai duo pianis Indonesia. â??Dari penampilan saja kelihatan, kami bukan orang Jerman,â? kata keduanya, yang sejak tahun 1991 sudah bermukim di Berlin.

Bukan lantaran penampilan itu yang membuat mereka memukau. Kepiawaian jari-jari mereka menari di atas tuts pianolah yang dikagumi penikmat musik klasik, baik di Jerman maupun di kota-kota besar lain di mancanegara. Bahkan permainan Sonja-Shanti telah mencuri perhatian para musisi dan kritikus musik klasik Eropa. Di Jerman, penampilan mereka dipuji.

Lahir di Jakarta, 3 Januari 1972, Sonja-Shanti terbang ke Jerman saat negeri itu tengah dikepung musim dingin pada 1991. Awalnya, mereka hanya ingin menengok kakaknya dan belajar bahasa Jerman. Namun bakat seni yang mengalir dari orang tuanya (ibunya seorang pianis dan bapaknya pencinta musik klasik) kemudian menggiring mereka masuk jurusan musik di Hochschule der Kunste, Berlin. Belajar bahasa yang telah mereka jalani sekitar tiga tahun pun ditinggalkan.

Rupanya pilihan mereka tak meleset. Di bawah bimbingan Profesor Sorin Enachescu, talenta permainan piano mereka kian terasah. Semasa kuliah, Sonja-Shanti sempat membentuk chamber music dengan mahasiswa lainnya. Tapi mereka tak berhasil. Akhirnya mereka memohon kepada Profesor Enachescu untuk menempuh ujian diploma piano duo.

Profesor keturunan Rumania itu mengabulkan dan kemudian menguji mereka. Padahal ujian seperti ini tak pernah ada sebelumnya. Dalam ujian tersebut, duet Sonja-Shanti menyuguhkan permainan Searamouscheâ??sebuah komposisi piano klasik karya Darius Milhaudâ??sepanjang sekitar 15 menit. Sang guru besar terpesona oleh permainan mereka yang memikat. Predikat sehr gut (sangat bagus) diperoleh mereka. Momentum itulah yang dijadikan langkah awal duet pianis Sonja-Shanti. Sejak itu, mereka mulai menapaki karier sebagai duo pianis.

Sonja-Shanti kian yakin atas langkah mereka setelah penampilan duet piano di sejumlah kota besar Eropa seperti Berlin, Hamburg, Warsawa, Venesia, dan Paris, telah mencatatkan sukses besar. Boleh dibilang, kelebihan mereka dibandingkan dengan duet-duet pianis Jerman yang sudah lama berkiprah adalah mereka lahir kembar, hubungan batin keduanya terasa lebih kuat. â??Jadi, kalau di panggung saya berbuat kesalahan, Shanti akan cepat bereaksi, sehingga malah terdengar seperti ada kling yang baru,â? tutur Sonja seperti dilansir dari Indonesia Proud, Jumat (2/1/2015).

Sonja-Shanti acap kali membawakan karya-karya komposer musik klasik dunia, seperti Mozart, Bach, Tchaikovsky, Schubert, dan Debussy. Kadang duet ini juga mendetingkan gubahan Colin McPhee yang terpesona oleh keindahan Pulau Dewata: Balinese Ceremonial Music. Dentingan gamelan khas Bali terdengar amat merdu di atas tuts-tuts piano.

â??Sebetulnya kami ingin bekerja sama dengan musisi Indonesia, seperti Adi M.S. Tapi kami sering terbentur pada soal hak cipta. Di Jerman, hak cipta amat ketat,â? ujar Sonja. â?Padahal kami ingin membawa musik Indonesia ke pentas dunia.â?

Meski kepiawaian duet pianis ini telah berhasil melambungkan Jerman di belantika musik klasik internasional, mereka berkukuh akan tetap mempertahankan status kewarganegaraannya. â??Kami cinta Indonesia, buat apa melepas kewarganegaraan?â? kata mereka. Mereka belum tahu sampai kapan akan tinggal di Jerman. Apalagi anak-anak mereka lahir pula di Jerman. Tapi keinginan pulang ke Indonesia tak pernah padam. (tom)

Hutomo Dwi

Cowok penyuka Jepang, dari bahasa, musik, sampai film dan animenya.