Sebagai warga Indonesia, tentunya sudah tahu kalau lambang negara Indonesia adalah Burung Garuda. Meski demikian, mungkin saja masih ada yang belum tahu mengenai asal-usul dari mana lambang Burung Garuda itu berasal.
Lambang Burung Garuda ternyata berasal dari lambang Kesultanan Sintang, yang juga merupakan Burung Garuda. Sejarah mengenai Burung Garuda ini tersimpan di Istana Al-Mukarramah Kesultanan Sintang, yang berdiri sejak Abad ke-13 Masehi atau sekitar tahun 1262 Masehi.
“Jadi ini (lambang Burung Garuda) awalnya adalah lambang Kesultanan Sintang,” ungkap juru kunci Istana Al-Mukarramah Sintang, Thamrin Hasan, dikutip dari Liputan6com, Selasa (31/3/2015).
Lalu seperti apa kisahnya hingga Burung Garuda itu menjadi lambang Kesultanan Sintang dan kemudian menjadi lambang negara Indonesia? Thamrin kemudian membeberkan sejarahnya.
Awalnya, lambang Burung Garuda itu merupakan pemberian dari Patih Lohgender dari Kerajaan Majapahit. Saat itu, sekitar tahun 1400 M, Patih Lohgender bertemu dengan Putri Dara Juanti, yang pergi ke tanah Jawa untuk mencari abangnya, Demong Nutup, yang ditahan Majapahit.
Ketika itu Dara Juanti sedang menyamar sebagai laki-laki, sehingga Patih Lohgender tidak mengetahui kalau Dara Juanti itu adalah seorang perempuan. Setelah bertemu, Dara Juanti kemudian memohon agar kakaknya, Demong Nutup, dibebaskan. Patih kemudian menyetujui untuk membebaskan Demong Nutup, dengan syarat Dara Juanti lulus tes menyeberangi sungai.
Namun tak disangka, penyamaran Dara Juanti tersingkap saat menjalani tes. Penutup rambut Dara Juanti terlepas, dan Lohgender yang baru mengetahui Sang Putri pun terkesima dengan kecantikannya. Akhirnya, Patih Lohgender yang terkesima dengan Dara Juanti memintanya untuk menjadi istrinya sebagai syarat agar Demong Nutup dibebaskan. Tanpa pikir panjang, Dara Juanti menyetujuinya. Dara Juanti setuju selain karena dia ingin membebaskan kakaknya, dia juga ternyata jatuh cinta dengan Patih Lohgender.
Akan tetapi, Dara Juanti mengajukan syarat kepada Lohgender jika ingin meminangnya, yakni seserahan berupa keris elok berkepala naga, tiang penyangga gong besar, seperangkat gamelan, dan 40 kepala keluarga dari tanah Jawa. Lohgender pun memenuhinya dan memberikan syarat yang salah satunya tiang penyangga gong berkepala garuda. Tiang berkepala garuda itulah yang nantinya digunakan sebagai lambang Kesultanan Sintang.
Maju ke beratus-ratus tahun berikutnya, kebetulan Presiden Sukarno sedang mencari lambang negara. Sultan Pontianak Abdul Hamid II kemudian mengusulkan agar Presiden Sukarno menggunakan Burung Garuda sebagai lambang negara, yang dikagumi oleh Sultan Abul Hamid II ketika mengunjungi Kesultanan Sintang.
“Dan Pak Sukarno menyetujui dan mengadopsi lambang Kesultanan Sintang menjadi lambang negara Indonesia,” kata si juru kunci.
Awalnya, lambang Burung Garuda yang diajukan oleh Sultan Abdul Hamid II masih terdapat jambul di kepala Garudanya. Kemudian rancangan kepala Garuda yang diresmikan sebagai lambang negara pada 11 Februari 1950 itu tanpa jambul.
Selanjutnya, seperti yang sudah diketahui melalui pelajaran sejarah, jumlah helai bulu pada leher, sayap, dan ekor Garuda disesuaikan dengan tanggal, bulan dan tahun kemerdekaan Indonesia.
“Jadi memang kisah cinta dan pernikahan antara Patih Lohgender dan Putri Dara Juanti yang menjadi cikal bakal terbentuknya lambang Garuda Indonesia,” tandas Thamrin.
Kamu juga bisa tonton video mengenai lambang garuda pada video di bawah ini.
[youtube=https://www.youtube.com/watch?v=leO6MzDAF5w][/youtube]
(tom)