Don't be Captious

Dua Film Pendek Indonesia Berhasil Tembus Festival Cannes

Hutomo Dwi
Hutomo Dwi
Cowok penyuka Jepang, dari bahasa, musik, sampai film dan animenya.
- Advertisement -

Tahun 2015 menjadi saksi semakin berkembangnya film Indonesia, terutama film-film yang dimotori oleh sineas muda. Setelah film pendek “Lembusura” tembus International Film Festival ke-65, dan film panjang arahan sutradara asal Yogyakarta, Ismail Basbeth, masuk ajang International Film Festival Rotterdam 2015 melalui film “Another Trip to the Moon”, kini kabar menggembirakan kembali datang.

Dua film pendek Indonesia berjudul “Nyeker” dan “Dedes” berhasil masuk dalam Short Film Corner, dalam salah satu sub kategori ajang Festival de Cannes. Festival tersebut bisa dikatakan sebagai festival yang bergengsi.

Meski dua film ini bukan bagian dari Official Selection dan kompetisi Festival de Cannes, masuknya dua film itu dalam kategori Short Film Corner patut mendapat acungan jempol.

Dilansir dari Metrotvnewscom, Rabu (15/4/2015), Short Film Corner fokus untuk pengembangan film pendek se-antero dunia untuk difasilitasi bertemu dengan para produser dan investor film internasional. Itu artinya film Indonesia akan dilirik oleh pelaku industri film internasional melalui Short Film Corner.

Bukan tidak mungkin mereka akan berminat untuk mengembangkan “Nyeker” dan “Dedes” jadi film panjang, atau meminang sang sutradara untuk menggarap proyek film lain.

“Dedes” disutradarai oleh Esbi Hapsoro dan Frederica Pingkan. Film ini berdurasi 6 menit. Seperti judulnya, film ini mencoba mengangkat kisah masa lalu Nusantara yang kental dengan tokoh-tokoh suri teladan. Dengan pendekatan isu gender, “Dedes” diadaptasi dari karya Pramoedya A. Toer yang menulis sebuah novel penuh makna “Arok Dedes”.

Sedangkan “Nyeker”, film yang terpilih di kategori yang sama dengan “Dedes” masih dalam koridor yang sama. Mengangkat kultur dan budaya Nusantara berikut konflik sederhana yang terjadi. “Nyeker” mengisahkan anak kompeni bernama Vincent yang tinggal di perkebunan yang luas. Latar waktu film ini fokus pada masa tanam paksa di Jawa. Vincent lantas bertemu dengan seorang gadis pribumi misterius di dalam hutan. Gadis itu selalu menyenandungkan lagu kesedihan, dan tidak pernah bersepatu. Konflik berpangkal pada sikap ayah Vincent yang menganggap pergaulan anaknya dengan gadis pribumi adalah sesuatu yang mengkhawatirkan.

Festival de Cannes sendiri akan digelar pada tanggal 13-24 Mei mendatang di Prancis. Maju terus perfilman Indonesia. (tom)

- Advertisement -

Latest article