Dalam hal teknologi, terutama transportasi, Indonesia tak mau ketinggalan dengan negara lainnya. Hal ini dibuktikan dengan pembuatan pesawat N-219 buatan PT Dirgantara Indonesia. Prototipe pesawat terbang N-219 tersebut telah dibuat dan akan diluncurkan pada bulan Oktober mendatang. Pesawat bermesin dua tipe baling-baling itu telah dilengkapi dengan sistem mekanis untuk penggerak dan kemudi.
Tahap selanjutnya adalah pemasangan sistem kelistrikan, elektronika, dan interior serta serangkaian pengujian. Penerbangan perdana prototipe pesawat produksi nasional itu direncanakan pada April 2017.
Dilansir dari Kompascom, Jumat (25/9/2015), pesawat itu 100 persen desain baru karya anak bangsa. Kelebihannya dibandingkan pesawat Twin Otter yang digunakan sebagai pesawat perintis adalah ukurannya sedikit lebih besar tetapi bisa membawa barang 500 kg lebih banyak.
Keunggulan lain dari pesawat N-219 tipe turboprop itu adalah dapat lepas landas dalam jarak yang pendek, mudah dioperasikan di daerah terpencil, bisa self starting tanpa bantuan ground support unit. Yang lebih penting, pesawat ini bisa dirawat dengan biaya yang rendah dengan harga jual yang bersaing.
Seperti disebutkan sebelumnya, pesawat itu bisa lepas landas pada landasan pacu pendek, yaitu sepanjang 500 meter. Sementara pesawat komuter lainnya butuh landasan 1.000 meter. “Bisa mengudara karena desain sayap mengikuti teknologi aerodinamika era 2000-an,” kata Andi, Direktur Teknologi dan Pengembangan PT Dirgantara Indonesia (PTDI).
“Keterlibatan perekayasa dan teknisi Lapan dalam desain dan rancang bangun pesawat setelah terbentuk divisi penerbangan di lembaga riset ini empat tahun lalu,” ucap Adi Sadewo Salatun, mantan Kepala Lapan, yang kini anggota Dewan Pembina Indonesia Aircraft Component Manufacturer Association (Inacom).
Menurut Andi, yang juga Ketua Pengurus Inacom, pembuatan N-219 dilanjutkan di bawah Lapan, berbasis pengalaman pembuatan pesawat CN-212, CN-235, dan N-250. Pada prototipe N-219, ada perubahan komponen avionik, memakai lebih modern bersistem digital.
Pengujian antara lain terkait struktur dan pembebanan di bagian sayap agar bisa menanggung bobot badan pesawat. Simulator diformat dengan data karakteristik terbang N-219 akan dibangun dan dipakai untuk pilot dalam uji di darat. Pada uji terbang dengan 2 prototipe N-219 mesti tercapai target 400 jam terbang agar memperoleh sertifikat kelayakan terbang dari Kemenhub.
“Pesawat ini diminati sejumlah negara di Amerika, Afrika, dan Asia, serta ada pesanan dari maskapai nasional,” kata Andi. Karena itu, PTDI berupaya mendapat sertifikasi dari lembaga internasional. Menurut rencana, PTDI memproduksi pesawat itu 18 unit per tahun, itu butuh dukungan industri nasional dalam memasok komponen pesawat. (tom)