Bagi masyarakat perkotaan yang memiliki tingkat kesibukan tinggi, transportasi kereta api menjadi salah satu solusi utama yang bisa memcahkan kemacetan. Di banyak negara maju, fasilitas transportasi kereta api dipercanggih secanggih mungkin agar penggunanya merasa nyaman dan tidak beralih ke model transportasi lain.
Sudah bukan rahasia lagi jika beberapa negara maju memiliki fasilitas transportasi kereta api yang oke termasuk stasiun yang megah. Namun, Indonesia ternyata tidak mau kalah JBers. Menurut data yang dilansir dari Readingtree.org, stasiun Jakarta (Kota) masuk dalam jajaran stasiun termegah yang ada di dunia.
Meski stasiun Jakarta berada dalam urutan ke-10 namun setidaknya stasiun Jakarta mampu bersaing dengan stasiun kereta api dari negara maju lainnya seperti Grand Central Terminal di New York yang menempati urutan pertama, Garde du Nord di Perancis yang menempati urutan kedua, lalu ada Shinjuku station di Tokyo, Jepang di urutan ketiga, Munich Hauptbahnhof di Jerman di urutan ke empat, dan Roma Termini Railway Station di Italia di urutan ke lima. Sedangkan Zurich Hauptbahnhof di Swiss, Leipzig Hauptbahnhof di Jerman, Chhatrapati Shivaji Terminus di India, Berlin Hauptbahnhof di Jerman menempati urutan enam hingga sembilan yang disusul oleh Stasiun Jakarta Kota di Indonesia.
Masuk dalam jajaran sepuluh stasiun termegah di dunia, stasiun terbesar di Indonesia ini merupakan stasiun kereta api yang memiliki tipe terminus alias tidak memiliki jalur lanjutan lagi. Bangunan stasiun Jakarta yang masih terlihat kuno ternyata menjadikannya terlihat lebih megah dibanding stasiun kereta api di negara maju lainnya yang lebih mementingkan kecanggihan.
Pada tahun 1993, stasiun Jakarta ditetapkan sebagai cagar budaya lewat keputusan Gubernur DKI Jakarta No.475 tahun 1993. Stasiun Jakarta memiliki banyak nama selain stasiun Kota. Pada zaman masa pemerintahan Hindia Belanda, stasiun ini bernama stasiun Beos yang merupakan singkatan dari Bataviasche Ooster Spoorweg Maatschapij.
Stasiun Jakarta yang telah beroperasi sejak 1873 ini dirancang oleh seorang arsitek kelahiran Tulungagung, Frans Johan Lowrens Ghijsels. Desain stasiun ini mengkombinasikan struktur dan teknik modern barat Art Deco dengan bentuk tradisional. Waktu itu, stasiun Jakarta dijuluki Het Indishe Bouwen atau Gedung Hindia. Filosofi yang sangat dalam juga tersirat pada bentuk stasiun ini yaitu kesederhanaan adalah jalan terpendek menuju kecantikan.
Jika kamu melihat lebih detail struktur bangunan stasiun ini maka akan melihat konstruksi bangunan berbentuk huruf T. Rangka atau atap berbentuk kupu-kupu dengan penyangga kolom baja. Saat berada di stasiun Jakarta ini kamu pasti merasa seperti sedang berada di Eropa dengan dinding bagian dalam berlapis keramik berwarna cokelat, sedangkan dinding bagian luar bertekstur plesteran hitam. Lantainya berupa ubin berwarna kuning dan abu-abu. Penggunaan daun pintu tambahan berfungsi sebagai sirkulasi udara.
Kabarnya stasiun Jakarta ini akan segera mengalami renovasi oleh pemerintah DKI Jakarta dan juga PT KAI. Mudah-mudahan renovasi yang dilakukan tidak banyak merubah bentuk aslinya yang sangat artistik ya JBers.