Tokoh Asing yang Bantu Indonesia Merdeka 17 Agustus 1945 (1)

Tanggal 17 Agustus 1945, Bung Karno dan Bung Hatta memproklamasikan kemerdekaan Indonesia. Tapi perjuangan tidak berhenti sampai situ saja, karena Indonesia masih harus menghadapi pihak sekutu yang mengambil alih dari Jepang, dan tidak serta merta kemerdekaan Indonesia mendapat pengakuan dunia internasional. Pada saat-saat itulah, ternyata banyak orang asing yang ikut mendukung dan membantu kemerdekaan Indonesia. Berikut tokoh-tokohnya, seperti dilansir jadiBerita dari berbagai sumber.

1. Laksamana Muda Maeda Tadashi (1898 â?? 1977)

Laksamana Muda Maeda Tadashi (4muda)
Laksamana Muda Maeda Tadashi (4muda)

Maeda merupakan orang yang diutus untuk mempelajari pergerakan Indonesia selama 10 tahun. Setelah drama â??penculikanâ? Bung Karno dan Bung Hatta ke Rengasdengklok, rumah Maeda di Jl. Teji Meijidori No. 1 (kini Jl. Imam Bonjol, Jakarta Pusat) menjadi tempat disusunnya naskah Proklamasi yang rampung pada tanggal 17 Agustus 1945 sekitar pukul 3 pagi. Pukul 10 paginya, naskah tersebut dibacakan beserta penjagaan dari beberapa bawahan Maeda.

Atas dukungannya terhadap kemerdekaan Republik Indonesia, Maeda mendapat Bintang Jasa Nararya di Upacara Kemerdekaan pada tanggal 17 Agustus 1973 dan sempat bertemu dengan Bung Hatta.

2. Muhammad Amin Al-Hussaini (1895/1897 â?? 1974)

Muhammad Amin Al-Hussaini (4muda)
Muhammad Amin Al-Hussaini (4muda)

Muhammad Effendi Amin Al-Husseini merupakan Mufti Besar Yerusalem dari tahun 1921 hingga 1948 yang menentang Zionisme dan pendudukan Yahudi di Palestina. Sementara dirinya sedang memperjuangkan negerinya sendiri, perhatian terhadap sesama negara muslim di Asia dan Afrika pun sama besarnya.

Berdasarkan buku “Diplomasi Revolusi Indonesia di Luar Negeri” karya M. Zein Hassan Lc. Lt., nama Syekh Muhammad Amin Al-Hussaini diceritakan mendukung secara terbuka kemerdekaan Indonesia. Dukungan ini bahkan dimulai setahun sebelum Bung Karno dan Bung Hatta benar-benar memproklamasikan kemerdekaan Indonesia.

3. Muhammad Ali Taher (1896 â?? 1974)

Muhammad Ali Taher (4muda)
Muhammad Ali Taher (4muda)

Muhammad Ali Taher merupakan seorang saudagar kaya berasal dari Palestina. Karena begitu peduli dengan sesama muslim, Taher juga sangat bersimpati terhadap perjuangan Indonesia. Secara spontan ia menyerahkan seluruh uangnya di Bank Arabia tanpa meminta tanda bukti. Setelah itu dukungan terhadap kemerdekaan Indonesia mengalir dari masyarakat Timur Tengah, demonstrasi terjadi di jalanan Palestina.

4. Muriel Stuart Walker (1989 â?? 1997)

Bung Karno dan Muriel Stuart Walker (4muda)
Bung Karno dan Muriel Stuart Walker (4muda)

Muriel Stuart Walker lahir di Glasgow, Skotlandia, yang kemudian bermigrasi bersama ibunya ke California, Amerika Serikat. Di sana ia bekerja menjadi penulis naskah di Hollywood. Sekitar tahun 1930 hingga 1932 dia menikah dengan seorang pria berkebangsaan Amerika Serikat bernama Karl Jenning Pearson. Tahun 1932 ia pindah ke Indonesia, tepatnya ke Bali karena terinspirasi sebuah film berjudul â??Bali: The Last Paradiseâ?. Di Bali, Muriel diangkat anak oleh raja setempat bernama Anak Agung Nura. Muriel pun lalu merubah namanya menjadi Kâ??tut Tantri yang mempunyai arti â??anak keempatâ?.

Selama Perang Kemerdekaan Indonesia, sekitar tahun 1945 hingga 1949, Tantri direkrut oleh nasionalis Indonesia bergerilya bersama Bung Tomo dan pejuang lainnya. Ia juga turut menyaksikan Pertempuran Surabaya. Tantri kemudian menjadi penyiar radio â??Voice of Free Indonesiaâ? (kini menjadi Voice of Indonesia, sebuah divisi otonom di bawah RRI) dan sempat menjadi penulis pidato bahasa Inggris pertama Bung Karno. Ia membuat beberapa siaran dalam bahasa Inggris dengan target pendengar barat, dan mendapat julukan â??Surabaya Sueâ?. Di awal-awal kemerdekaan Indonesia, siaran radio memegang peranan penting untuk mengirim pesan-pesan bangsa terbaru ke seluruh dunia agar bangsa-bangsa di dunia mengenali kedaulatan Indonesia. Tantri tinggal di Indonesia selama 15 tahun, dari tahun 1932 hingga 1947, dan sempat menjadi tawanan tentara Jepang karena tidak mau membantu mereka.

5. Rokus Bernardus Visser (1915 â?? 1977)

Rokus Bernardus Visser (4muda)
Rokus Bernardus Visser (4muda)

Visser lahir di Kanada dan merupakan seorang anak dari petani Tulip yang sukses. Ketika Perang Dunia II dimulai, Visser dan ayahnya tidak bisa pulang ke Belanda karena sedang dikuasai Jerman. Visser kemudian mendaftar menjadi tentara Belanda yang mengungsi ke Britania. Karena di Belanda sedang kacau, sementara Jepang mundur dari Indonesia di tahun 1945, dibentuklah Sekolah Pasukan Terjun Payung (School voor Opleiding van Parachutisten) dan dikirim ke Jakarta. Di bawah kepemimpinannya, sekolah ini kemudian dipindah ke Jayapura.

Saat Visser kembali ke Indonesia di tahun 1947, sekolah pimpinannya ternyata sudah pindah ke Cimahi, Bandung. Pada tahun 1949, Belanda harus menyerahkan kekuasaannya kepada Indonesia. Visser pun memilih menjadi rakyat sipil dan tetap tinggal di Indonesia. Ia lalu pindah ke Bandung, bertani bunga di Lembang, memeluk agama Islam, menikahi kekasihnya yang orang Sunda, dan mengganti namanya menjadi Muhammad Idjon Djanbi.

Pengalamannya sebagai anggota pasukan komando telah menarik perhatian Kolonel A. E. Kawilarang yang akan merintis pasukan komando. Djanbi pun kemudian direkrut dan aktif di TNI dengan pangkat Mayor. Pasukan istimewa ini dibentuk pada tanggal 16 April 1952 dan Djanbi menjadi komandannya. Pasukan istimewa ini selanjutnya menjadi RPKAD (Resimen Pasukan Komando Angkatan Darat) yang nantinya akan menjadi Kopassus (Komando Pasukan Khusus). (tom)

Written by Hutomo Dwi

Cowok penyuka Jepang, dari bahasa, musik, sampai film dan animenya.

5 Lagu Indonesia yang Bisa Bikin Kamu Move On dari Mantan

Cover Drum Lagu-lagu Terkenal Hanya Pakai Aplikasi Android