Dalam Islam, ibadah seorang Muslim menjadi sempurna jika telah menggelar ibadah Haji. Tak heran jika setiap tahunnya, umat Islam dari seluruh dunia menjalankan Rukun Islam yang terakhir ini di Tanah Suci.
Sebagai salah satu negara dengan populasi umat Muslim terbanyak, Indonesia menjadi negara dengan jumlah jamaah haji yang selalu meningkat setiap tahunnya. Nah, usai melaksanakan ibadah Haji, seorang Muslim di Indonesia, otomatis menyematkan ‘Haji’ atau disingkat ‘H’ sebelum namanya.
Sekadar informasi, nih, JBers, ternyata gelar haji di depan nama hanya ada di Indonesia, Malaysia dan beberapa negara Asia Tenggara saja, lho. Bahkan, di kawasan Timur Tengah seperti Mesir, Iran, Qatar, bahkan Arab Saudi sekali pun, tidak pernah memberikan gelar â??Hajiâ? di depan nama orang yang menuntaskan Rukun Islam ke-5 itu. Lantas bagaimana asal mula penyematan gelar ini, ya?

Seperti kata Wikipedia, dalam budaya Islam Nusantara di Asia Tenggara, gelar haji digunakan untuk orang yang sudah melaksanakan haji. Sedangkan, arti lainnya adalah berasal dari kebudayaan Nusantara pra-Islam era Hindu-Buddha, yaitu Haji atau Aji yang berarti “Raja”. Biasanya mereka membubuhkan gelar ‘Haji’, dianggap oleh mayoritas masyarakat sebagai tauladan maupun contoh di daerah mereka.
Sebagai contoh, pada tahun 1482 Raja Kerajaan Sunda Pajajaran Prabu Siliwangi, dalam Prasasti Batu Tulis diberitakan bahwa Prabu Siliwangi saat di nobatkan menjadi penguasa Sunda-Galuh bergelar Sri Baduga Maharaja Ratu Haji di Pakuan Pajajaran Sri Sang Ratu Dewata.

Konon, tradisi pemberian gelar kehajian juga tidak ada pada zaman Rasulullah. Bagi mereka, melakukan haji adalah sebuah kewajiban (bagi yang mampu), sehingga tidak perlu ada gelar-gelaran seperti yang terjadi di Indonesia dan Malaysia. Maka dari itu, penyematan gelar haji ini mendapatkan kritikan dari ulama salafy, yang dianggap sebagai perbuatan riya, apalagi tidak pernah ada riwayat yang menjelaskan adanya gelar yang pernah disandang oleh Rasulallah dan para sahabatnya.
Sementara itu, dilansir dari Boombastis, gelar ini pertama kali disematkan di Indonesia pada tahun 1900-an. Hal ini konon merupakan konspirasi orang-orang Belanda di masa penjajahan. Belanda menganggap orang Islam di masa itu sangatlah berbahaya. Sebutlah Pangeran Diponegoro, pahlawan yang telah berangkat haji tapi tidak bergelar haji ini sangat dibenci Belanda.

Selain Pangeran Dipenogoro, ternyata banyak para tokoh yang sudah berangkat haji dan pulang menjadi seorang pejuang, seperti Hasyim Asyari yang akhirnya mendirikan Nahdlatul Ulama, dan HOS Cokroaminoto yang akhirnya mendirikan Sarekat Islam.
Alhasil Belanda menyematkan gelar haji kepada para tokoh yang dianggap berbahaya. Lantas mereka yang telah mendapat gelar ini akan terdata dengan jelas. Siapa saja dengan gelar haji bisa diamati dengan baik setiap harinya agar tidak kecolongan dalam hal pertarungan.