Maskapai Alaska Airlines yang berbasis di Seattle Tacoma, Washington DC, AS, sukses melakukan penerbangan dengan menggunakan bahan bakar hayati atau biofuel. Alaska Airlines dengan nomor penerbangan 04 lepas landas dari bandara Seattle Tacome pada Senin pekan lalu menuju bandara Reagan di Washington menggunakan bahan bakar jet yang dicampur dengan biofuel 20 persen hasil daur ulang dari limbah kayu.
Penggunaan biofuel dari limbah kayu ini, seperti dikutip dari blog resmi Alaska Airlines, diklaim sebagai yang pertama di dunia. Limbah kayu yang dimaksud berasal dari dahan, ranting, tunggul, atau tonggak kayu yang tersisa dari penebangan pohon di hutan dan perkebunan di wilayah Pacific Northwest.

Bahan bakar hayati itu diproduksi oleh peneliti di Northwest Advanced Renewables Alliance (NARA) dan Washington State University.
Lantas, bagaimana limbah kayu itu bisa dijadikan bahan bakar pesawat? Peneliti mengubah gula selulosa yang diambil dari kayu yang ditinggalkan itu menjadi isobutanol, yang kemudian dikonversi lagi menjadi bahan bakar Alcohol-To-Jet (ATJ). Alkohol tersebut juga telah memenuhi standar American Society for Testing Materials (ASTM), salah satu organisasi yang menetapkan standar internasional untuk berbagai materi, produk, sistem, dan layanan.
Menurut Alaska Airlines, bahan bakar pesawat alternatif ini bisa mengurangi emisi gas efek rumah kaca sebesar 50 hingga 80 persen.

Pengurangan emisi yang pasti bergantung kepada jenis bahan baku yang digunakan. Penerbangan Alaska Airlines dengan avtur yang dicampur bahan bakar hayati itu diklaim menghasilkan gas karbondioksida (CO2) 70 persen lebih sedikit dibanding bahan bakar jet pada umumnya.
Selain limbah kayu, percobaan sebelumnya yang dilakukan oleh pihak lain, menggunakan bahan bakar pesawat yang dicampur dengan alga atau minyak goreng sisa industri.
Semoga negara lain selain Amerika Serikat, termasuk Indonesia, bisa juga memiliki bahan bakar alternatif yang lebih ramah lingkungan dan bisa mengurangi emisi gas efek rumah kaca. (tom)