Setiap tanggal 10 November diperingati sebagai Hari Pahlawan. Namun tahukah kamu asal usul kenapa tanggal 10 November diperingati sebagai Hari Pahlawan? Berikut ini sejarahnya, seperti dilansir jadiBerita dari berbagai sumber.
Hari Pahlawan tanggal 10 November dilatarbelakangi dari pertempuran yang terjadi di Surabaya. Perang di kota Surabaya pada tanggal tersebut adalah pertempuran terbesar â??Hidup atau Matiâ? dalam sejarah Revolusi Nasional Indonesia dan menjadi simbol perjuangan pahlawan Indonesia terhadap aksi kolonialisme.
Pemerintah Indonesia pada tanggal 31 Agustus 1945 mengeluarkan maklumat yang menetapkan mulai 1 September 1945 bendera Merah Putih harus dikibarkan di seluruh wilayah Indonesia, aksi pengibaran bendera sang saka merah putih pun sampai ke seluruh pelosok di kota Surabaya.
Aksi heroik pengibaran bendera di Surabaya terjadi saat pejuang beraksi melakukan perobekan bendera Belanda di Hotel Yamato atau Hotel Oranye pada zaman kolonial, dan menggantinya dengan Merah Putih, peristiwa ini banyak diabadikan dalam buku-buku sejarah Nasional.
Saat itu Belanda yang masih bercokol di Surabaya di bawah pimpinan Mr. W.V.Ch. Ploegman pada tanggal 18 September 1945, mengibarkan bendera Belanda tanpa meminta izin dari Pemerintah RI yang sudah berdaulat, bendera belanda ini dikibarkan pada tiang paling tinggi di Hotel Yamato.
Keesokan harinya para pemuda Surabaya yang menyaksikan bendera Belanda berkibar di Hotel Yamato menjadi marah karena Belanda telah menghina kedaulatan Indonesia, dan dianggap melecehkan gerakan pengibaran bendera Merah Putih yang sedang digalakkan di kota Surabaya.
Sudirman yang saat itu berperan sebagai perwakilan RI masuk untuk berunding dengan Mr. Ploegman meminta agar bendera Belanda segera diturunkan dari gedung Hotel Yamato. Dalam perundingan ini Ploegman menolak untuk memenuhi tuntutan para pejuang arek-arek Surabaya dan menolak mengakui kedaulatan Indonesia.
Puncak dari perundingan yang tidak menemukan titik temu, Ploegman mengeluarkan pistol dan terjadilah perkelahian dalam ruang perundingan. Ploegman tewas setelah mengacungkan pistol dan satu dari pendamping Sudirman pun tewas dalam kericuhan tersebut.
Setelah mendengar letusan senjata, pemuda-pemdua yang menunggu di luar gedung lalu memasuki hotel Yamoto, sebagian dari mereka naik ke atas hotel untuk menurunkan bendera Belanda. Hariyono yang semula bersama Sudirman kembali ke dalam hotel dan terlibat dalam pemanjatan tiang bendera bersama Koesno Wibowo untuk menurunkan bendera Belanda (merah, putih, biru), merobek bagian warna birunya, dan mengibarkannya sebagai bendera merah putih dipuncak tiang.
Setelah kejadian di Hotel Yamato, pada tanggal 27 Oktober 1945 mulai terjadi pertempuran pertama antara Indonesia melawan tentara Inggris dalam skala kecil. Bentrokan tersebut makin hari mulai memanas berubah menjadi serangan umum yang banyak memakan korban jiwa di kedua belah pihak, sebelum akhirnya Jenderal D.C. Hawthorn meminta bantuan Presiden Sukarno untuk meredakan situasi.
Puncak pertempuran Pejuang Indonesia melawan Ingris berawal ketika Jendral Mallaby terbunuh saat sedang mengendarai mobil truk yang melewati jembatan merah. Pada saat yang sama pula para pejuang Indonesia berada di jembatan tersebut, insiden pun tak terelakan. Jendral Mallaby tertembak dan meninggal dunia.
Pihak kerajaan Inggris tidak terima perbuatan yang dilakukan oleh pihak Indonesia atas meninggalnya Jendral Mallaby. Mereka kemudian memberi ultimatum 10 November 1945 kepada pejuang Indonesia untuk menyerahkan seluruh senjata dibawah pimpinan mereka yang baru, Mayor Jenderal Eric Carden Robert Mansergh.
Pada tanggal 10 November 1945, tentara Inggris mulai beraksi di pelosok kota Surabaya. Perisitiwa pemaksaan terhadap rakyat Surabaya ini diselingi pertempuran yang merupakan perlawanan arek-arek Surabaya. Korban jiwa jatuh tak kurang dari 6 ribu jiwa, dan dalam waktu 3 hari tentara Inggris berhasil menguasai sebagian besar kota Surabaya.
Di luar dugaan pihak Inggris yang menduga bahwa perlawanan di Surabaya bisa ditaklukkan dalam tempo 3 hari, para tokoh masyarakat seperti pelopor muda Bung Tomo yang berpengaruh besar di masyarakat terus menggerakkan semangat perlawanan pemuda-pemuda Surabaya sehingga perlawanan terus berlanjut di tengah serangan skala besar Inggris.
Perlawanan rakyat yang pada awalnya dilakukan secara spontan dan tidak terkoordinasi, makin hari makin teratur. Pertempuran skala besar ini mencapai waktu sampai 3 minggu, sebelum seluruh kota Surabaya akhirnya jatuh di tangan pihak Inggris.
Setidaknya 6 ribu sampai 16 ribu pejuang dari pihak Indonesia tewas dan 200 ribu rakyat sipil mengungsi dari Surabaya. Korban dari pasukan Inggris dan India kira-kira sejumlah 6 ratus hingga 2 ribu tentara. Pertempuran berdarah di Surabaya yang memakan ribuan korban jiwa tersebut telah menggerakkan perlawanan rakyat di seluruh Indonesia untuk mengusir penjajah dan mempertahankan kemerdekaan. Banyaknya pejuang yang gugur dan rakyat sipil yang menjadi korban pada hari 10 November ini kemudian dikenang sebagai Hari Pahlawan oleh Republik Indonesia hingga sekarang. (tom)