Kota Jakarta banyak menyimpan sejarah yang terlupakan oleh warganya sendiri, salah satunya adalah Patung Pancoran. Seperti apa kisah di balik pembuatan patung tersebut? Berikut sejarahnya seperti dilansir dari blog Intip Sejarah, Kamis (12/2/2015).
Patung yang berdiri megah di atas tugu miring yang membelah fly over di kawasan Pancoran ini dibangun pada zaman pemerintahan Presiden Soekarno, yaitu pada tahun 1964-1965. Banyak warga Jakarta yang hanya mengenal nama patung ini sebagai Patung Pancoran dikarenakan letaknya yang berada di kawasan Pancoran, namun tidak mengetahui bahwa sebenarnya patung ini bernama Patung Dirgantara.
Patung Dirgantara ini dikerjakan oleh pematung keluarga Arca Yogyakarta pimpinan Edhi Sunarso (kelahiran Salatiga, 2 Juli 1932). Ide pembuatannya dari Presiden Soekarno yang menghendaki agar dibuat sebuah patung mengenai kekuatan dan kemegahan dunia penerbangan Indonesia atau kedirgantaraan.
Patung ini terbuat dari bahan perunggu, dengan berat patung 11 ton, tinggi patung 11 meter, sementara tinggi voetstuk (kaki patung) 27 meter, dikerjakan oleh PN Hutama Karya dengan IR. Sutami sebagai arsitek pelaksana.
Patung ini bisa dibilang seperti manusia angkasa yang berarti menggambarkan semangat keberanian bangsa Indonesia untuk menjelajah angkasa. Pada awalnya pengerjaannya, Bung Karno sendiri yang menjadi modelnya. Sebelum maket patung dikerjakan oleh Bapak Edhi Sunarso, Bung Karno berkali-kali memperagakan bagaimana bentuk patung nya harus berdiri.
Konon biaya pembuatan dan pemasangan patung pancoran ini juga berasal dari kantong pribadi Bung Karno, yaitu dengan menjual sebuah mobil pribadi kesayangannya. Dahulu mobil presiden bernilai sangat mahal pada zamannya (perbandingan zaman sekarang sama halnya dengan harga mobil Lamborghini Gallardo Murciélago LP 670-4 SuperVeloce, sekitar Rp 9,5 miliar). Bung Karno ingin segera melihat patung itu didirikan dengan megahnya di Jakarta. Hal itu merupakan kebanggaan tersendiri baginya. Beliau juga secara langsung mengawasi selama pekerjaan tersebut sehingga merepotkan dalam pengawalannya.
Sayangnya, keinginan untuk segera melihat hasil karya itu agak terganggu dengan meletusnya G30S/PKI di Indonesia yang membawa korban para jenderal dan rakyat. Bahkan patung itu disebut-sebut sebagai alat pencungkil mata dari orang-orang PKI. Julukan patung seperti itu kemudian disangkal Bung Karno dengan segera meresmikan patung tersebut sebagai jawabannya, dua tahun setelah awal pembangunannya.
Setelah berdirinya Patung Dirgantara atau sekarang lebih dikenal sebagai Patung Pancoran, terdengar beberapa mitos yang beredar di masyarakat Jakarta. Konon Patung Pancoran tidak hanya melambangkan keperkasaan dirgantara tetapi juga sebagai salah satu petunjuk untuk menunjuk sebuah tempat dimana Bung Karno meletakkan harta kekayaannya yang dipercaya dapat melunasi hutang negara. Lokasi yang diperkirakan yaitu Taman Monumen Pahlawan Proklamasi Kemerdekaan Soekarno-Hatta, Kawasan Monas dan Istana Negara, Lapangan Banteng, Masjid Istiqlal, Graha Angkasa Pura, bahkan ada yang berpendapat ditenggelamkan di sebelah utara Pantai Ancol.
Sebagian orang juga mempercayai bahwa patung ini menghadap ke sebuah pelabuhan Sunda Kelapa yang merupakan jantung peradaban bangsa indonesia selama dijajah Belanda, sehingga dapat menginspirasikan penerus bangsa agar terus mengenang pentingnya sejarah Pelabuhan Sunda Kelapa.
Konon patung ini sengaja dihadapkan ke utara sebagai tujuan untuk menentukan arah. Di samping kemegahan Patung Pancoran itu, arah penghadapannya ke utara bermakna dalam mata angin sebagai arah menuju ke depan, sehingga diharapkan bahwa Dirgantara Indonesia akan terus maju dan terdepan. (tom)