Ini Dia Rumah Terapung Pertama di Indonesia

Hutomo Dwi

Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), Basuki Hadimuljono meresmikan rumah berteknologi apung pertama di Indonesia yang dibangun di perumahan nelayan Tambaklorok, Semarang, Jawa Tengah. Rumah yang digunakan sebagai prototipe itu difungsikan sebagai balai warga.

Teknologi apung yang dikembangkan oleh Badan Penelitian dan Pengembangan Kementrian PUPR tersebut merupakan sistem modular wahana apung (Simowa). Tempatnya berada di tengah lahan tambak dan terhubung dengan jembatan untuk menuju ke bangunan tersebut.

Dilansir dari Detikcom, Selasa (29/11/2016), bangunan berukuran 10 meter x 14 meter itu terapung karena dibangun di atas ponton atau wahana apung. Bentuk bangunannya unik dan terdiri dari dua lantai. Lantai pertama seluas 128 m2 digunakan untuk pertemuan warga, sedangkan lantai dua seluas 72 m2 difungsikan sebagai perpustakaan.

Perpustakaan di rumah terapung (Detik)
Perpustakaan di rumah terapung (Detik)

Untuk saat ini perpustakaan dilengkapi dengan 300 buku untuk remaja dan anak-anak. Nantinya Kementrian PUPR akan mengirimkan buku-buku untuk melengkapi koleksinya.

Menteri Basuki mengatakan teknologi yang digunakan Balai Warga dan Perpustakaan Terapung merupakan teknologi ramah lingkungan. Sanitasi menggunakan teknologi Biofil sedangkan listrik memakai panel tenaga surya.

“Ini menggunakan tenaga surya bisa 1.000 watt tidak tergantung PLN. Sanitasinya menggunakan Biofil yang ditemukan Balitbang,” kata Basuki usai meninjau bangunan mengapung itu.

Rumah apung pertama di Indonesia tersebut diharapkan bisa dikembangkan untuk perkampungan nelayan. Dari efisiensi harga, diperkirakan bisa menghemat biaya pembangunan jika digunakan untuk rumah bisa sampai 40% jika dibanding yang menggunakan pondasi dan beton. “40% lebih hemat. Daya tahannya minimal 50 tahun. Efisiensi tidak pakai pondasi jauh lebih murah,” katanya.

Perpustakaan di rumah terapung (Detik)
Perpustakaan di rumah terapung (Detik)

Menurutnya bangunan tersebut cocok untuk daerah pesisir yang sering dilanda rob karena bisa mengikuti ketinggian air. Diharapkan teknologi itu bisa diaplikasikan salah satunya di daerah Tambaklorok yang kondisinya mengalami penurunan permukaan tanah 12-13 cm setiap tahunnya. “Kita kembangkan terus untuk hunian di daerah rawan. Bisa direplikasi di Tambaklorok dulu,” pungkas Basuki.

Infrastruktur dengan teknologi mengapung sudah mulai diterapkan di Indonesia, di antaranya pemecah gelombang apung di Candidasa Bali dan jembatan apung Cilacap yang akan diresmikan dalam waktu dekat.

Saat ini balai warga dan perpustakaan di Tambaklorok tersebut bisa dimanfaatkan warga dan bahkan bisa juga digunakan untuk destinasi wisata apung. (tom)

Hutomo Dwi

Cowok penyuka Jepang, dari bahasa, musik, sampai film dan animenya.