Nama Jack Chen memang tak banyak dikenal orang. Namun, pria tunanetra ini merupakan sosok penting untuk perusahaan Google. Jack Chen merupakan salah satu penasihat hukum untuk Google terutama untuk Chrome. Tidak tanggung-tanggung, lulusan ilmu komputer dari Harvard dan Berkeley ini merupakan salah satu yang terbaik.
Chen mengungkap, sejak kecil pandangannya memang terbatas. Ia sempat menjalani operasi yang kedelapan pada usia 16 tahun, namun syaraf matanya justru mengalami kerusakan hingga membuatnya buta.
Walaupun ia kehilangan penglihatannya, Chen tidak putus asa dan terus belajar demi prestasi akademik dan berharap menjadi orang yang sukses. Ia magang di AT&T, dan menjadi system engineer di Xanboo Inc., perusahaan di bidang sistem keamanan internet rumah yang berbasis di New York.
Setelah mendapatkan gelar J.D di Sekolah Hukum Fordham, Chen bekerja sebagai notaris yang menangani hak paten dan merk dagang di suatu badan hukum di New York. Pada tahun 2010, ia bekerja di Google sebagai konsultan hak paten.
Selama enam tahun, Chen datang sendiri ke kantornya dengan bantuan tongkatnya yang memberikan informasi tertentu dengan radius 1,2 meter.
Walau tidak bisa melihat, salah satu karyawan terbaik Google ini bangun jam 3 tiap harinya untuk menaiki kereta commuter line dari New Jersey ke kantornya yang terletak di New York, Amerika Serikat. Menurutnya, rintangan terbesar yang ia alami adalah tiang-tiang ada di Stasiun Penn. Ia kerapkali menabrak tiang-tiang tersebut.
â??Melakukan perjalanan untuk bekerja ibarat berlari 10 mil sebelum Anda bahkan mulai berlari maraton. Selalu ada banyak obyek dinamis yang bergerak, orang-orang bergerak sepanjang stasiun Penn terburu-buru untuk menuju tempat yang mereka tujuâ??ada suara-suara orang yang menggunakan telepon. Mereka tidak melihat ke mana mereka pergi jadi saya harus bersiap untuk itu,â? kata Chen seperti dilansir dari Bloomberg, Selasa (20/9/2016).
Chen menavigasi rute perjalanannya dengan ingatan yang ia tanam sejak dulu, juga dengan memperhatikan tanda dan isyarat yang sering ia lalui. Ia juga menggunakan indra penciumannya untuk menandai suatu lokasi. Misalnya ketika ia mencium bau kopi, itu berarti Chen sudah sampai di kedai kopi, maka ia harus belok kiri dan menuju kereta bawah tanah. Hampir dalam seluruh hidupnya, Chen mengatasi masalah tanpa bergantung pada penglihatannya.
â??Saya pada dasarnya tidak bisa melihat mobil dan harus bergantung pada indera pendengaran untuk memberitahu jika ada yang mendekat. Untungnya mobil listrik tidak begitu populer waktu itu,â? katanya. â??Saya juga menggunakan bau untuk memberitahu di mana saya berada. Saya melewati sebuah kedai kopi dan kedai sandiwch Subway dan ada bau-bau penting yang memberitahukan jika saya sudah berbelok ke kiri dan menuju stasiun kereta bawah tanah,â? lanjutnya.
Dalam menyelesaikan pekerjaannya, Chen menggunakan aplikasi khusus bernama VoiceOver pada iPhone untuk membaca teks dengan keras. Namun Chen mengaku melakukan hal itu bisa menghabiskan waktu. Untuk mempercepatnya, dia merancang teknologi untuk bisa membaca 620 kata per menit.
Di luar pekerjaannya, pria ini rupanya menyukai kegiatan alam seperti renang, bersepeda hingga mendaki. Chen pernah mengikuti beberapa lomba di antaranya renang 3,9 km, sepeda 180 km, dan lari 42 km. Ia mengikat dirinya dengan tambang pada atlet lain untuk lomba berenang dan berlari, dan untuk lomba sepeda, ia menggunakan sepeda tandem. Bahkan Chen pernah mendaki Gunung Kilimanjaro, Tanzania, Afrika pada 2012 silam. (tom)