Keliling dunia mungkin bisa jadi impian sebagian besar orang. Tentunya ada banyak alasan kenapa kita bermimpi untuk berkeliling dunia. Mulai dari keinginan untuk berpetualang, menjelajahi tempat-tempat baru ataupun sekadar istirahat sejenak dari rutinitas kehidupan sehari-hari. Sayangnya, kebanyakan dari kita tidak bisa memenuhi impian ini demi pekerjaan maupun komitmen lainnya. Namun, ada juga beberapa orang yang benar-benar mewujudkan mimpi tersebut. Salah satunya adalah seorang cewek bernama Famega Syavira Putri.
Famega, yang merupakan warga Jakarta, juga awalnya memiliki rasa takut dan khawatir yang sama seperti kita sebelum dia akhirnya memantapkan diri untuk melakukan solo traveling ke 18 negara dan 44 kota. Selama kurang lebih 4 bulan, dia memulai perjalanannya keliling dunia menempuh jarak 23.181 km, atau lebih dari setengah lingkar bumi. Seakan belum cukup traveling sendirian, Famega juga memilih untuk keliling dunia lewat jalur darat.
Perjalanannya dari Indonesia dimulai dari Dumai, menyeberang dengan kapal ke Malaka, Malaysia. Dari Malaysia, dia melanjutkan perjalanannya dengan bus dan kereta ke Thailand, Laos dan Vietnam. Jalan darat di daerah ini artinya menyusuri jalanan yang bergelombang dan sempit, serta kesabaran ekstra menunggu antrean di perbatasan darat.
Dari Hanoi, dia naik kereta ke Tiongkok, lalu berkereta ke Mongolia. Selama seminggu dia menjelajahi negeri asal Genghis Khan itu. Famega lalu melintasi Rusia dengan menyusuri jalur kereta Trans Siberia sejauh 6 ribu km dari Ulan Ude hingga Moskow, lalu melanjutkan perjalanan ke St Petersburg. Selanjutnya adalah melintasi Uni Eropa dan singgah di Estonia, Latvia, Lithuania, Polandia, Republik Cek, Swiss, Prancis, dan Spanyol. Dari Tarifa, Spanyol, Famega menyeberangi Selat Gibraltar dengan kapal sebelum menginjakkan kakinya di tujuan akhirnya, yaitu di Benua Afrika, tepatnya di Kota Tangier, Maroko.
Lalu, apa alasan Famega memilih jalur darat dibandingkan transportasi udara untuk mengelilingi negara-negara tersebut? Dilansir dari Tripzilla, Jumat (15/12/2017), menurut Famega, ketika menggunakan transportasi darat, ia bisa lebih dekat dengan alam, melihat pemandangan dari balik jendela kereta, hingga dapat berinteraksi dengan orang banyak. Hal tersebut tentu sangat sulit didapat ketika menggunakan transportasi udara. Ia pun selalu menyempatkan diri untuk sekadar swafoto ataupun memotret tempat-tempat yang ia kunjungi. Tentu hal itu merupakan sebuah pengalaman yang sangat berharga.
“Makin banyak kota dan negara yang dilewati, mereka makin tampak serupa. Yang membuatnya berbeda adalah kebaikan hati dan cerita orang-orang yang pernah saya temui di sepanjang jalan,” kata dia.
Bagi Famega, 4 bulan adalah waktu yang singkat untuk melakukan perjalanan melewati 18 negara. Dia sebenarnya ingin tinggal lebih lama, misalnya di Rusia, tapi visa Rusia yang dia miliki hanya untuk tiga pekan, sehingga mau nggak mau dia harus melanjutkan perjalanan.
Rusia adalah salah satu negara yang paling mengesankannya dalam perjalanan ini. “Selama ini saya punya banyak praduga tentang Rusia, misalnya, orangnya nggak ramah. Tapi ternyata mereka sangat ramah dan penolong. Pengalaman saya saat traveling di Rusia memutarbalikkan anggapan miring selama ini,” kata Famega.
Layaknya setiap perjalanan, Famega juga mengalami pasang surut selama petualangannya. Salah satu tantangan terberat yang dia hadapi adalah ketika berada di Tiongkok, di mana dia terpaksa harus berdiri selama 24 jam dalam perjalanan kereta api dari Nanning ke Beijing. Selain perjuangan fisik, dia juga menceritakan tentang kendala bahasa yang membuatnya sulit berkomunikasi dengan penduduk setempat di Tiongkok. Famega hampir saja menyerah di tengah perjalanan kereta itu, namun dia berhasil melewati rintangan ini ketika beberapa penumpang saling bergantian menawarkan kursi mereka untuknya.
Selama perjalanan, Famega berusaha menekan pengeluaran sebisa mungkin. Saat berada di Asia Tenggara, anggarannya masih agak longgar karena makanan dan transportasi di Malaysia, Thailand, Laos dan Vietnam nggak lebih mahal daripada Jakarta. Ada ojek onlineย dan para penjual kaki lima yang sangat membantu berhemat. Penginapan pun sangat murah dengan standar yang baik. Demikian juga dengan Tiongkok.
Di Rusia dan Eropa, harga mulai menjadi mahal. Terutama di negara-negara yang menggunakan mata uang Euro. Untuk menghemat, Famega berbelanja dan masak sendiri. Untungnya selalu ada dapur di hostel di Rusia dan Eropa, di mana para tamu hostel bisa menggunakannya untuk memasak. Untuk penginapan, di beberapa negara dia menginap di rumah warga setempat dengan menggunakan website Couchsurfing, atau menumpang di rumah teman. Dia bahkan juga melakukan hitchhiking, alias menumpang mobil yang lewat. Salutnya, dia bisa sampai ke negara yang jadi destinasi akhirnya, yaitu Maroko, hanya dengan melalui jalur darat dan usahanya yang sudah disebutkan di atas.
Buat JB’ers yang ingin mengikuti jejak Famega, Famega punya satu pesan untuk kamu. “Jangan takut, ambillah langkah pertama menuju impian kamu!” Langkah awal memang menakutkan, namun jika kamu bisa menghilangkan keraguan dalam dirimu, nggak ada yang nggak bisa kamu lakukan. (tom)