Bagi warga negara Indonesia, jelas sudah tahu siapa Presiden RI pertama kita. Beliau adalah Sukarno atau Bung Karno. Meski demikian, banyak orang yang masih bingung mengenai pengejaan nama beliau, apakah Soekarno atau Sukarno. Mungkin kamu juga termasuk salah satunya. Untuk lebih jelasnya, mari kita lihat pembahasannya berikut ini.
Dalam buku biografi yang ditulis oleh Cindy Adam berjudul “Bung Karno Penyambung Lidah Rakyat”, seperti dikutip dari Tukarceritacom, Senin (6/4/2015), terdapat sejarah mengenai perubahan nama Sukarno. Ceritanya adalah sebagai berikut:
“Nama kelahiranku adalah Kusno. Aku memulai hidup ini sebagai anak yang penyakitan. Aku mendapat malaria, disenteri, semua penyakit dan setiap penyakit. Bapak menerangkan, “Namanya tidak cocok. Kita harus memberinya nama lain supaya tidak sakit?sakit lagi.”
“Bapak adalah seorang yang sangat gandrung pada Mahabharata, cerita klasik orang Hindu jaman dahulu kala. Aku belum mencapai masa pemuda ketika bapak menyampaikan kepadaku, “Kus, engkau akan kami beri nama Karna. Karna adalah salah seorang pahlawan terbesar dalam cerita Mahabharata.”
“Kalau begitu tentu Karna seorang yang sangat kuat dan sangat besar,” aku berteriak kegirangan.”
“Oh, ya, Nak,” jawab bapak setuju, “juga setia pada kawan?kawannya dan keyakinannya, dengan tidak mempedulikan akibatnya. Tersohor karena keberanian dan kesaktiannya. Karna adalah pejuang bagi negaranya dan seorang patriot yang saleh.”
“Bukankah Karna berarti juga ‘telinga’?” aku bertanya agak kebingungan.”
“Ya. Pahlawan perang ini diberi nama itu disebabkan kelahirannya. Dahulu kala, sebagaimana dikisahkan oleh Mahabharata, ada seorang puteri yang cantik. Pada suatu hari, selagi bermain?main dalam taman, puteri Kunti terlihat oleh Surya, Dewa Matahari. Batara Surya hendak bercinta?cintaan dengan puteri itu, oleh sebab itu dia memeluk dan membujuknya dengan keberanian dan cahaya panasnya. Dengan kekuatan sinar cintanya, puteri itupun mengandung sekalipun masih perawan. Sudah tentu perbuatan Dewa Matahari terhadap perawan yang masih suci itu diluar perikemanusiaan dan menimbulkan persoalan besar baginya. Bagaimana caranya mengeluarkan bayi tanpa merusak tanda keperawanan puteri itu. Dia tidak berani memetik gadis itu dengan memberikan kelahiran secara biasa. Apa akal ……… Apa akal. Ah, persoalan yang sangat besar bagi Batara Surya. Akhirnya dapat dipecahkannya, dengan melahirkan bayi itu melalui telinga sang puteri. Jadi, karena itulah pahlawan Mahabharata itu dinamai Karna atau ‘telinga’.”
“Sambil memegang bahuku dengan kuat bapak memandang jauh kedalam mataku.”
“Aku selalu berdo’a,” dia menyatakan, “agar engkaupun menjadi seorang patriot dan pahlawan besar dari rakyatnya. Semoga engkau menjadi Karna yang kedua.”
“Nama Karna dan Karno sama saja. Dalam bahasa Jawa huruf “A” mendjadi “O”. Awalan “Su” pada kebanyakan nama kami berarti ‘baik’, ‘paling baik.’ Jadi Sukarno berarti pahlawan yang paling baik. Karena itulah maka Sukarno menjadi namaku yang sebenarnya dan satu?satunya. Sekali ada seorang wartawan goblok yang menulis, bahwa nama awalku adalah Ahmad. Sungguh menggelikan. Namaku hanya Sukarno saja. Memang dalam masyarakat kami tidak luar biasa untuk memakai satu nama saja. Waktu di sekolah tanda tanganku dieja Soekarno â??menurut ejaan Belanda (Ejaan van Ophuijsen). Setelah Indonesia merdeka aku memerintahkan supaya segala ejaan “OE” kembali ke “U”. Ejaan dari perkataan Soekarno sekarang menjadi Sukarno. Akan tetapi, tidak mudah untuk merubah tanda tangan setelah berumur 50 tahun jadi kalau aku sendiri menulis tanda tanganku, aku masih menulis S?O?E.
Sementara itu, Wikipedia menyatakan kalau Soekarno mengganti namanya sendiri menjadi Sukarno berdasarkan ejaan baru resmi di Indonesia sejak tahun 1947 (Ejaan Republik atau Ejaan Suwandi). Keputusan atau Ketetapan Presiden periode 1947-1968 mencetak nama beliau berdasarkan Ejaan 1947 tersebut. Namun demikian, ejaan lama Soekarno yang berdasarkan ortografi Belanda masih sering dipakai oleh masyarakat ramai hingga saat ini, terutama seperti dijelaskan oleh Bung Karno sendiri di atas adalah karena tanda tangan beliau yang berupa nama tetap memakai ejaan lama.
Namun kini kamu sudah tahu, kalau ejaan yang benar adalah Sukarno karena mengikuti ejaan baru, bukan Soekarno seperti ejaan Belanda. (tom)