Ternyata Indonesia Pernah Sukses Meneliti Matahari

Hutomo Dwi

Negara Amerika Serikat memiliki kebanggan tersendiri saat NASA yang di pertengahan Maret lalu mengirimkan pesawat tanpa awak untuk meneliti matahari. Wajar, jika negara adidaya itu melakukan penelitian luar angkasa yang terbilang ekstrem. Bagaimana dengan Indonesia? Tidak banyak orang yang tahu jika ternyata Indonesia juga pernah meneliti hal yang serupa.

Tentunya penelitian yang dilakukan oleh NASA dan Indonesia cukup berbeda. Jika NASA meneliti hubungan magnit antara Bumi dan Matahari lebih jauh lagi, Indonesia melalui LAPAN baru sekadar untuk keperluan prediksi cuaca antariksa.

Hal itu dijelaskan oleh Kepala Pusat Sains Antariksa LAPAN, Clara Yono Yatini. Menurutnya, penelitian yang pernah dilakukan ini merupakan riset yang terkait dengan cuaca antariksa, seperti misalnya melihat hubungan matahari dan pengaruhnya terhadap bumi serta lingkungan antariksanya.

“Pengaruh terhadap bumi misalnya untuk komunikasi radio dan komunikasi satelit, terhadap medan magnet bumi. Dan bagaimana lingkungan antariksa dipengaruhi oleh matahari dan kemudian mempengaruhi bumi,” ujarnya dikutip dari Merdekacom, Senin (13/4/2015).

Lebih lanjut, dirinya menjelaskan bahwa penelitian yang telah dilakukan lembaganya sudah mampu memperkirakan bagaimana kondisi cuaca antariksa. “Kami sudah bisa memperkirakan kondisi cuaca antariksa dalam 24 jam ke depan. Baik itu aktivitas matahari, pengaruhnya terhadap geomagnet, dan juga pengaruhnya terhadap ionosfer dan komunikasi radio dan juga komunikasi dengan satelit,” jelasnya.

Penelitian ini, kata dia, dilakukan bersama mitra internasional yang notabene adalah institusi-institusi dari luar negeri. “Kami bekerjasama dengan mitra internasional dalam beberapa penelitian lainnya juga,” tutupnya.

Sebelumnya, pada tahun 2012, astronom asal Indonesia, Dr. Johny Setiawan, bersama dengan ilmuwan-ilmuwan Eropa juga pernah berhasil menemukan Bintang HIP 11952, yang merupakan bintang tertua di alam semesta, dengan dua planet yang mengelilinginya. Dikatakan bintang tertua karena bintang tersebut terbentuk sekitar 13 miliar tahun yang lalu, atau hampir seumuran dengan alam semesta. Penemunya menamakan sistem keplanetan tersebut dengan nama populer Sanaatana, yang  diambil dari bahasa Sansekerta dan bermakna kekal atau purba. Penemuan ini menunjukkan adanya proses pembentukan planet pada masa awal terbentuknya alam semesta.

Semoga saja di masa yang akan datang Indonesia akan terus meraih prestasi dalam bidang astronomi, sehingga tidak kalah dengan bangsa lainnya. (tom)

Bagikan:

Hutomo Dwi

Cowok penyuka Jepang, dari bahasa, musik, sampai film dan animenya.