Mahasiswa Binus Bikin Kursi Roda yang Digerakkan Sinyal Otak

Hutomo Dwi

Jika kamu pernah menonton film fiksi ilmiah, kamu tentu sering melihat ada adegan dimana ada alat-alat yang beroperasi menggunakan sinyal otak. Kini, hal itu bukan menjadi khayalan lagi. Dua mahasiswa Universitas Bina Nusantara (Binus) ini telah mengembangkan kursi roda yang digerakkan sinyal otak.

Mereka adalah Jennifer Santoso (21) dan Ivan Halim Parmonangan (21), mahasiswa Semester 7 Teknik Informatika yang membuat proyek skripsi karena melihat banyak sekitarnya membutuhkan kursi roda.

Jennifer dan Ivan (Detik)
Jennifer dan Ivan (Detik)

“Banyak yang tangannya patah, cacat seluruh tubuh, lumpuh dari leher ke bawah. Kami ingin membuat sistem yang menolong orang lain,” tutur Jennifer kala ditemui di Binus Kampus Jalan KH Syahdan, Palmerah, Jakarta Barat, seperti dikutip dari Detikcom, Selasa (26/1/2016).

Dari observasi penyandang disabilitas di sekitar mereka, ternyata, banyak disabilitas itu otak dan pikirannya masih sehat. Sehingga, Jennifer dan Ivan mengembangkan kursi roda dengan kendali otak. Penelitian ini sebenarnya melanjutkan dan mengembangkan penelitian kakak kelas mereka.

Maka, komponen-komponen utamanya adalah kursi roda dan alat bernama neuroheadset. Neuroheadset adalah alat yang bisa menangkap gelombang listrik otak dan memperkuatnya dalam skala ribuan kali. Neuroheadset ini terhubung ke aplikasi software yang mereka buat di dalam CPU.

“Aplikasi kami akan mengolah sinyal yang diterima dari neuroheadset, lalu difilter untuk mengambil gelombang alfa dan beta, yang kemudian ditransformasi dengan algoritma Fast Fourier Transformation, yang kemudian jadi input untuk mesin,” jelas Jennifer.

Aplikasi yang dibuatnya kemudian akan meneruskan sinyal yang sedang diproses ke Arduino Uno yakni papan mikrokontroler, dan diteruskan ke motor driver yang akan digunakan untuk menggerakkan kedua motor DC, motor listrik yang bekerja menggunakan sumber tegangan DC.

Cara kerja kursi roda ini memakai 2 data, dengan electric encephalo graphi (EEG) alias sinyal otak untuk disabilitas yang lehernya tidak bisa bergerak dan dengan gyroskop untuk menangkap sensor gerak, bagi penderita yang masih bisa menggerakkan leher.

Kursi roda itu terlihat penuh dengan kabel-kabel di sebelah kiri yang terhubung ke kotak metal berisimikrokontroler dan motordriver, serta ada accu yang diwadahi kotak metal di bawahnya.

Penampakan kursi roda (Detik)
Penampakan kursi roda (Detik)

Ivan lantas memperagakan kursi roda itu. Dia duduk di atas kursi roda, memakai wirelessneuroheadset dengan 14 tangkai di yang melingkar di kepala,dan memangku laptop. Untuk pengguna pertama, aplikasi software harus merekam respon pengguna, sinyal otak untuk bergerak maju, kiri, kanan, memutar ke kiri dan kanan darineuroheadset.

Roda-roda kursi itu bergerak maju, sementara Ivan hanya berpangku tangan. Bila ingin menghentikan kursi roda, cukup dengan kedipan mata, mata kiri, kanan atau kedua mata.  “Apabila tertidur atau panik, kursi roda itu otomatis stop,” jelas Jennifer.

Aplikasi penggerak kursi roda di laptop (Detik)
Aplikasi penggerak kursi roda di laptop (Detik)

Alat dan aplikasi yang mereka namakan Bina Nusantara Wheelchair (BNW)-Kursi Roda dengan Kendali Otak ini mereka kembangkan sejak Februari-Oktober 2015 lalu. “Yang lama adalah kami mencari cara bagaimana membuat aplikasi ini mudah digunakan untuk pengguna,” tutur Jennifer.

Karya mereka meraih juara 2 dalam lomba Pagelaran Mahasiswa Nasional bidang Teknologi Informasi dan Komunikasi (Gemastik) 2015 kategori sistem cerdas. Riset ini juga mengantarkan dosen pembimbing skripsi mereka, Dr Widodo Budiharto, SSi, MKom masuk 15 besar Dosen Berprestasi Nasional. Penelitian ini dibiayai oleh Toray Science and Technology Research Grant dari Jepang.

Kamu bisa lihat video demonstrasinya di bawah ini.

https://www.youtube.com/watch?v=bgQ13VG3PLM

(tom)

Hutomo Dwi

Cowok penyuka Jepang, dari bahasa, musik, sampai film dan animenya.