Jika kita mendengar kata lubang buaya, tujuh pahlawan revolusi, mantan presiden Indonesia Soeharto, dan juga pembasmian antek-antek para komunis (PKI) dan gali atau preman yang ada di Yogyakarta kontan kita pasti akan teringat akan sejarah tentang Gestok (Gerakan Satu Oktober). Suatu peristiwa berdarah yang hingga saat ini masih belum terkuak jelas siapakah dalang sebenarnya akan â??peristiwa berdarahâ?? ini.
Awal sebelum terjadinya Gestok ini adalah ketika Bung Karno hendak melakukan persatuan para rakyatnya yang disebut â??Nas-A-Komâ?? (Nasionalis-Agama-Komunis), akan tetapi pada kenyataanya komunis dianggap sebagai Atheisme yang akhirnya justru menimbulkan percekcokan internal dalam Negara Indonesia. Tujuan semula dari Gestok atau disebut juga Gerakan 30 September oleh Angkatan Darat itu adalah dengan menangkap beberapa Jenderal untuk kemudian ditangkap dan diadili di sebuah pengadilan militer yang diprakarsai oleh Bung Karno.
Menurut berbagai macam fakta yang telah beredar pada waktu itu menyebutkan bahwa Soeharto, yang merupakan Penganut Orde Baru, yang berambisi untuk menjadi penguasa di Negeri Indonesia disebut memanfaatkan keadaan tersebut dengan bantuan dari pihak asing dari luar negeri untuk menggulingkan takhta kekuasaan Bung Karno. Pada akhirnya, pelaksanaan di lapangan berbicara lain dari seperti yang telah direncanakan oleh Bung Karno. Hanya kata â??pembantaian berdarahâ?? lah yang tepat untuk menjelaskan tentang pengertian akan Gestok itu sendiri.
Berdasarkan film dokumenter yang dibuat oleh BW Purba Negara yang menceritakan tentang korban-korban dari Gestok itu sendiri, banyak dari warga sipil pun menjadi korban dari â??pembantaian berdarahâ?? yang terjadi saat itu. Dalam film tersebut merekam tentang kesaksian dari para warga Semanu, Gunung Kidul yang masih berada dalam wilayah Yogyakarta. Mereka mengisahkan bahwa terdapat banyaknya korban jiwa dari â??pembantaian berdarahâ?? tersebut. Kebanyakan dari para warga sipil yang tidak mengetahui apa-apa pun dipaksa untuk mengaku sebagai antek Komunis terlebih para gali atau preman dengan dalih sebagai â??pembersihan antek Komunisâ??.
Diceritakan bahwa setiap malam selalu terjadi penyisiran oleh angkatan militer yang hendak menangkap para antek-antek Komunis dan ironisnya mereka para tersangka yang dicurigai sebagai antek Komunis tersebut dipastikan tidak akan kembali dalam keadaan hidup atau meninggal. Salah satu warga menceritakan bahwa setiap malam terlihat iring-iringan truk yang berjumlah tiga truk itu dan setiap truk masing-masing berisikan 50 orang untuk dibawa ke tempat eksekusi yang bernama Luweng Grubuk (Rantemas, Semanu Gunung Kidul) dan kejadian seperti itu terjadi selama kurang lebih sebulan penuh selama bulan puasa pada waktu itu.
Lebih ironisnya, para korban dari pemusnahan antek-antek PKI ini dibunuh dan dikumpulkan dalam Luweng Grubuk yang merupakan suatu lubang gua yang sangat dalam. Beberapa lokasi pembasmian kejam akan antek-antek PKI tersebut ternyata terjadi di berbagai daerah seperti: Luweng Ombo (Pacitan, Luweng Junut (Wonogiri), Luweng Tikus (Blitar), dan masih tidak menutup kemungkinan juga daerah-daerah lainnya yang belum ditemukan hingga sekarang.
Lalu apakah arti dari Gestok itu sendiri? Kalimat yang lebih tepat untuk menggambarkan dari peristiwa Gestok atau Gerakan 30 September itu adalah suatu tindakan pembantaian berdarah yang tidak berperikemanusiaan alias pembunuhan massal yang terjadi pada jaman Orde Baru. Hanya demi kepentingan kekuasaan dalam dunia politik sehingga harus melakukan suatu pembantaian massal berdarah. Lebih parah lagi bahwa para korban peristiwa Gestok ini hanyalah dianggap sebagai para martir belaka untuk menutupi atas â??pembantaian massal berdarahâ?? yang dicurigai sebagai antek-antek dari PKI tanpa adanya pembelaan diri terlebih dahulu dan peristiwa tersebut tidak dapat terungkap secara gamblang hingga sekarang ini. Akankah kejadian serupa tersebut terulang kembali saat ini? (rei)