Kamera merupakan salah satu penemuan penting yang dicapai umat manusia. Lewat jepretan dan bidikan kamera, manusia bisa merekam dan mengabadikan beragam bentuk gambar mulai dari sel manusia hingga galaksi di luar angkasa. Teknologi pembuatan kamera, kini dikuasai peradaban Barat serta Jepang. Sehingga, banyak umat Muslim yang meyakini kamera berasal dari peradaban Barat.
Dilansir dari Independent, Rabu (20/7/2016), jauh sebelum masyarakat Barat menemukannya, prinsip-prinsip dasar pembuatan kamera telah dicetuskan seorang sarjana Muslim sekitar seribu tahun silam. Peletak prinsip kerja kamera itu adalah seorang ilmuwan legendaris Muslim bernama Ibnu al-Haitham.
Nama lengkapnya adalah Abu â??Ali Al-Hasan bin al-Haitham. Ilmuwan kebanyakan menyebut dengan Ibnu al-Haitham atau Ibnu haitham atau juga Al-Hazen. Beliau lahir di Basra, Irak, pada tahun 965 M, dikenal sebagai Polymath, yaitu istilah yang diberikan kepada mereka yang menguasai berbagai bidang ilmu. Beliaulah Muslim timur tengah yang menemukan kamera pertama di dunia.
Kata kamera yang digunakan saat ini berasal dari bahasa Arab, yakni qamara, Istilah itu muncul berkat kerja keras al-Haitham.
Pada akhir abad ke-10 M, al-Haitham berhasil menemukan sebuah kamera obscura. Itulah salah satu karya al-Haitham yang paling menumental. Penemuan yang sangat inspiratif itu berhasil dilakukan al-Haitham bersama Kamaluddin al-Farisi. Keduanya berhasil meneliti dan merekam fenomena kamera obscura. Penemuan itu berawal ketika keduanya mempelajari gerhana matahari. Untuk mempelajari fenomena gerhana, al-Haitham membuat lubang kecil pada dinding yang memungkinkan citra matahari semi nyata diproyeksikan melalui permukaan datar.
Kajian ilmu optik berupa kamera obscura itulah yang mendasari kinerja kamera yang saat ini digunakan umat manusia. Oleh kamus Webster, fenomena ini secara harfiah diartikan sebagai â??ruang gelapâ?. Biasanya bentuknya berupa kertas kardus dengan lubang kecil untuk masuknya cahaya. Teori yang dipecahkan al-Haitham itu telah mengilhami penemuan film yang kemudiannya disambung-sambung dan dimainkan kepada para penonton.
Banyak karya-karya dari Al-Hazen ini yang memberikan inspirasi dan modal dasar bagi para ilmuwan setelahnya. Salah satunya yang paling masyhur ialah kitabnya yang bernama â??Al-Manazhirâ?, Orang-orang Barat menyebutnya dengan â??The Opticsâ?.
The Optics yang menyimpan banyak teori-teori ilmu tentang cahaya dan lensa juga penglihatan ini banyak dipakai di Universitas-Universitas Eropa dan bahkan menjadi materi wajib di banyak kampus di negeri Eropa.
Ini juga menjadi sanggahan bagi mereka yang selalu menyangka bahwa Islam adalah agama yang mundur dan terbelakang, tidak mendukung ilmu dan sains. Tapi sejarah mengatakan sebaliknya. (tom)