Bergosip sepertinya sudah menjadi tingkah alami manusia saat ini. Biasanya hal ini dilakukan oleh kaum perempuan, meskipun ada juga laki-laki yang suka bergosip. Lalu, kenapa orang suka sekali bergosip? Rupanya, ada penjelasan ilmiah untuk hal ini.
Peneliti dari University of Pavia menemukan bukti otak kita mengeluarkan hormon oksitosin dalam jumlah lebih besar ketika asyik bergosip dibandingkan bentuk percakapan yang lain. Oksitosin sendiri sering disebut sebagai hormon kenikmatan yang dikeluarkan oleh tubuh ketika kita terangsang, selepas seks, antara ibu-anak, atau ketika ada kontak fisik dengan orang yang disayangi.
“Saya bekerja sebagai seorang psikiater,” kata Natascia Brondino, anggota tim penelitian ini, pada seperti dikutip dari Broadly, Senin (10/4/2017). “Saya sadar bahwa setiap kali saya bergosip dengan rekan kerja, kami merasa lebih akrab. Saya mulai penasaran apakah ada semacam penjelasan biokimia di balik perasaan akrab ini.”
Untuk menguji hipotesa ini, Brondino merekrut 22 pelajar perempuan dari sebuah universitas lokal dan secara acak menempatkan mereka ke dalam dua kelompok. Kelompok pertama, yang dipimpin seorang aktris yang memimpin jalannya percakapan, bergosip tentang sebuah kasus hamil di luar nikah yang terjadi di kampus. Di kelompok kedua, para peserta mendengarkan seorang aktris menceritakan pengalaman cedera emosional yang mengakibatkan dirinya tidak sanggup lagi berolahraga. Setelah itu, kedua kelompok menjawab pertanyaan netral tentang pengalaman mereka dan alasan mereka berpartisipasi dalam aktivitas tersebut.
Kenapa yang dipilih hanya perempuan? Ternyata hal ini juga sudah diperhitungkan. “Oksitoksin sangat rentan diproduksi ketika ada rangsangan seksual,” jelasnya. “Kami jelas tidak ingin ada peserta laki-laki dan perempuan yang mungkin akan merangsang satu sama lain dan mempengaruhi hasil penelitian ini.”
Setelah selesai, subyek penelitian diambil sampel air liurnya agar level oksitoksin dan kortisol dapat dipantau. Hasilnya? Level kortisol, hormon stres tubuh manusia, berkurang baik di kelompok gosip dan yang non-gosip. Namun, tingkat oksitosin ternyata jauh lebih tinggi di kelompok yang bergosip. Brondino percaya bahwa penemuan ini mengkonfirmasi pentingnya bergosip dalam interaksi sosial manusia.
“Bergosip mempunyai peran fungsi sosial yang berguna,” jelasnya. “Bergosip mengakrabkan orang-orang dibanding apabila mereka ngobrol tentang topik yang sifatnya tidak pribadi. Dan bergosip atau ngerumpi membantu kita menentukan siapa yang bisa dipercaya karena kita mendapatkan informasi tentang orang-orang yang kita tidak tahu dari sumber terpercaya.”
Hal ini juga disebabkan oleh keinginan kita untuk lebih lekat lagi dengan orang-orang yang ada di sekitar kita. Ini mengalahkan ikatan moral kita untuk mengurusi urusan sendiri dan jangan orang lain. Bergosip membentuk hubungan sosial dengan orang-orang di sekitar kita, dengan cara membahas sesuatu dengan dasar rasa saling percaya. Hal ini juga menambah sikap superior dan merasa lebih baik dari orang lain, yang pada dasarnya disukai manusia. (tom)