Tanggal 21 April ini, bangsa ini akan memperingati hari Kartini, hari yang dikenal sebagai hari kebangkitan para perempuan di Indonesia, hari yang dianggap sebagai hari penyetaraan hak antara perempuan dan laki-laki. Hari dimana seorang perempuan bernama Kartini lahir, seorang perempuan yang mengentas kaumnya dari kebodohan.
Dulu waktu saya masih kecil, tanggal 21 April selalu saya rayakan dengan berpakaian tradisonal, dan karnaval. Namun selain berpakaian tradisional, anak-anak perempuan juga berpakain yang menggambarkan sebuah profesi, seperti polwan, dokter, hakim, guru, suster. Saat itu yang ada dalam pikiran saya adalah saya tampil dengan pakaian yang bagus, tapi saat itu saya tidak mengerti makna dibalik semua itu, setelah saya besar baru saya ketahui kalau berpakaian tradisional itu mengenalkan kita akan budaya Indonesia, sedangkan berpakain sutau profesi tertentu itu bermakna bahwa anak perempuan atau kaum perempuan boleh punya mimpi dan bercita-cita tinggi seperti layaknya laki-laki. Yupâ?¦seperti yang diperjuangkan oleh Kartini.
Namun sekarang, dijaman modernisasi, dijaman yang sudah mensejajarkan kaum perempuan dan laki-laki, dijaman dimana kaum perempuan mempunyai kesempatan yang sama dengan kaum laki-laki, dijaman dimana pendidikan terbuka lebar bagi semua kalangan. Dalam benak saya masih adakah sosok Kartini dijaman ini? masih adakah orang-orang yang berjuang supaya orang lain mendapatkan kesempatan pendidikan yang sama?
Perempuan bernama Farida Ibrahim dan Ratna Megawati adalah sekian dari kartini-kartini masa kini, mereka berjuang agar anak-anak Indonesia bisa menikmati pendidikan, bagaimanpun keadaan dan kondisi mereka.
Farida Ibrahim. Kita masih ingat bencana Tsunami di Aceh pada tahun 2005 silam? Masih belum lepas ingatan saya , bagaimana bencana tsunami mampu meluluh lantahkan dan memporak porandakan kota Banda Aceh, hampir semua bangunan hancur, termasuk sekolah-sekolah yang ada di daerah tersebut. Inilah yang menjadi keprihatinan sosok Farida Ibrahim, dengan tekatnya dia membuat sekolah darurat. Dengan fasilitas seadanya, dan tempat yang alakadarnya, dia tetap mengajar. Tepatnya 2 minggu setelah pasca Tsunami, dia mengumpulkan guru-guru dan pelajar yang tersisa, dan hasilnya sebanyak 9 guru dan 14 murid berhasil dia kumpulkan. Yaâ?¦walaupun masih dalam keadaan berduka, belajar harus tetap berjalan, walaupun dengan seadanya, bahkan saat itu dia bekerjasama dengan berbagai macam organisasi, baik nasional maupun internasional untuk mengajar dan menghilangkan trauma pasca gempa.
Ratna Megawati. Dia mendirikan Indonesia Heritage Foundation (IHF) di tahun 2000 yang terletak dikota bandung. Foundation ini mempunyai program Semai Benih Bangsa (SBB) yang diperuntukkan bagi anak-anak kelas bawah yang tidak mempunyai kesempatan untuk masuk TK . Bahkan TK bentukan Ratna ini menyebut dirinya sebagai Community Base, karena dimiliki oleh masyarakat dan dilakukan oleh masyarakat, bahkan gurupun diambil dari masyarakat setempat. TK yang menggunakan metode Pembelajaran Holistik Berbasis Karakter ini sekarang sudah mempunyai 40 cabang.
Inilah dua dari sekian banyak Kartini masa kini, yang masih dan akan terus berjuang demi penyetaraan pendidikan. Tidak perduli dari mana dia berasal, tidak perduli bagaimanapun keadaan mereka, mereka (khususnya anak-anak) wajib untuk bisa mengenyam pendidikan. Bahkan Kementrian Pendidikan juga membuat program Bidik Misi, dimana program ini diperuntukkan bagi anak-anak muda berprestasi yang ingin menuruskan ke jenjang kuliah, namun kondisi perekonomian orang tua mereka terbatas. Dari hal yang terpapar diatas dipastikan Kartini tidak akan pernah mati, Kartini akan selalu ada dari masa ke masa, dari jaman ke jaman, bagaimanapun bentuk dan wujudnya.