Kenapa Saat Pemilu Harus Celup Jari ke Tinta?

Hutomo Dwi

Besok, warga Jakarta akan berbondong-bondong mendatangi TPS terdekat untuk melakukan pemilihan gubernur atau Pilgub. Biasanya, yang dilakukan kebanyakan orang, terutama anak muda, setelah mencoblos adalah pamer jari tangan yang sudah dicelupkan tinta. Kenapa hal ini dilakukan, baik saat Pilkada maupun Pemilu?

Jari yang berhias tinta ungu itu bukan sekadar bukti yang bisa kamu banggakan kalau kamu berpartisipasi dalam demokrasi, melainkan sebuah sistem pengaman untuk mencegah double voting ataupun hal-hal yang mengarah ke kecurangan pemilu. Prinsipnya, satu suara untuk satu identitas. Penandaan dengan tinta bertujuan untuk mencegah kemungkinan orang yang sudah nyoblos, nyoblos lagi memanfaatkan id atau undangan orang lain. Tinta ini tidak bisa hilang dalam jangka waktu tertentu. Ada yang 1 hari, ada juga yang 3 hari. Jika kamu mencoba nyoblos dua kali, pasti ketahuan petugas TPS karena jejak warna tinta masih tertinggal di jari.

Celup jari ke tinta (CNN)

Dilansir jadiBerita dari berbagai sumber, metode mencelupkan jari ke dalam tinta ini pertama kali dilakukan di negara India pada tahun 1962. Pada pemilu demokratis pertamanya, India menghadapi permasalahan serius tentang pencurian identitas. Untuk mencegah satu orang memilih dua kali, mulai pada pemilu ketiga India menerapkan metode mencelupkan jari ke tinta ini sebagai tanda telah ikut Pemilu.

Tinta yang digunakan di India ini eksklusif dari perusahaan Mysore Paints and Varnishes Ltd. Kedua perusahaan ini juga mengekspor tinta pemilu ke berbagai negara, termasuk Britania Raya dan Malaysia, dan Denmark.

Seperti yang pernah kita dapatkan selama pelajaran Sejarah di sekolah, Pemilu di Indonesia pertama kali dilakukan pada tahun 1955. Metodenya kurang lebih sama seperti saat ini. Rakyat datang ke TPS, kemudian mencoblos surat suara di bilik. Namun prosedur celup tinta baru dilakukan setelah Pemilu 1995. Tidak ada sumber yang jelas mengapa metode ini tiba-tiba digunakan setelah masa reformasi. Mungkin setelah terbebas dari Orde Baru, di mana pemilu hanya sebatas formalitas, seluruh lapisan masyarakat benar-benar ingin merasakan sensasi demokrasi yang sesungguhnya.

Celup jari ke tinta (Kabardepok)

Ternyata, penggunaan tinta ini juga membutuhkan prosedur yang ketat dan tidak sembarangan. Pertama, tinta yang digunakan haruslah tinta yang terbuat dari â??Silver Nitrateâ??. Bahan kimia inilah yang membuat tinta bisa bertahan hingga minimal 1 hari. Kedua, botol tinta harus dikocok dulu sebelum dipakai. Ketiga, jari harus dicelupkan hingga mengenai kuku untuk membentuk sidik jari yang bisa awet sampai tiga hari. Di Indonesia, tinta pemilu juga harus mendapat sertifikasi halal dari MUI agar tidak mengganggu syarat ibadah umat Islam.

Selain metode konvensional dengan celup tinta ini, ada lagi metode lain yang lebih canggih dalam Pemilu, yaitu menggunakan E-voting. Namun Pemilu konvensional masih menjadi pilihan utama, karena dianggap lebih aman. Buktinya banyak negara yang pernah memakai E-voting lantas kembali ke Pemilu konvensional. Belanda dan Irlandia misalnya. Negara maju seperti Korea Selatan juga masih memakai Pemilu konvensional. Hanya saja, rapi dan terstrukturnya data membuat penandaan dengan menggunakan tinta tidak diperlukan. Validasi KTP dan cek sidik jari sudah bisa mengkonfirmasi jati diri pemilih.

Stiker tanda sudah nyoblos di AS (USNews)

Sementara itu, di Amerika Serikat, selain menggunakan E-voting, pemilih juga bisa langsung datang ke TPS dan mendapatkan stiker ‘I Voted’ setelah memilih. Stiker ini merupakan tanda kamu sudah memilih, dan biasanya stiker ini ditempel di bagian dada. Uniknya, banyak restoran yang menawarkan makanan gratis untuk orang-orang yang memiliki stiker ini. Itu salah satu inisiatif masyarakat untuk turut berpartisipasi mendorong warga lain untuk menggunakan hak pilihnya. Daripada demo di jalan atau memaksa, inisiatif seperti ini bisa dicontoh. (tom)

Bagikan:

Hutomo Dwi

Cowok penyuka Jepang, dari bahasa, musik, sampai film dan animenya.