Hasil Jepretan Terbaik Karya Fotografer Difabel Indonesia yang Curi Perhatian Dunia

Hutomo Dwi

Achmad Zulkarnain (Boredpanda)

Beberapa orang menganggap mereka yang memiliki kekurangan fisik sejak lahir, atau istilahnya difabel, tidak bisa melakukan apa-apa dan hanya bisa berharap belas kasih orang lain. Padahal, kenyataannya tidaklah demikian. Tak sedikit orang difabel yang justru lebih banyak berkarya dibandingkan orang yang normal. Salah satunya adalah fotografer asal Banyuwangi bernama Achmad Zulkarnain ini.

Kisah Achmad Zulkarnain seyogyanya memang membuat kita terharu, kagum dan sekaligus bangga. Dengan segala keterbatasan yang dimilikinya, ia mampu menjadi seorang fotografer hebat. Lebih hebat lagi, kisahnya diangkat oleh Aljazeera, stasiun televisi berbayar asal Mesir.

Kisah pria yang akrab disapa Dzoel ini memperoleh perhatian luas setelah diangkat oleh Aljazeera melalui video unggahannya di akun Twitternya, @AJEnglish, hari Selasa kemarin. Melihat video ini kita pasti akan terharu sekaligus kagum dengan kemampuan yang dimiliki pria itu. Belajar, belajar, dan belajar. Itu kata kunci yang membentuk Dzoel menjadi seorang fotografer yang patut diacungi jempol.

Pria berusia 25 tahun ini mendirikan usahanya sendiri yang bernama DZOEL, dan dengan cepat menjadi sensasi di daerahnya. Dengan gangguan fisiknya, ia harus menemukan caranya sendiri untuk menggunakan kamera. Mulai dari mendorong kamera ke wajahnya untuk mengubah ISO, fokus dan zoom, hingga menggunakan mulutnya untuk menghidupkan dan mematikan kamera. Dia juga memanfaatkan kulit lebih di ujung tangannya untuk menekan tombol shutter.

“Saya memiliki cara sendiri untuk melakukan sesuatu. Saya tidak ingin orang melihat gambar saya dan memikirkan siapa saya. Saya hanya ingin mereka melihat kreativitas saya,” kata Dzoel kepada Al Jazeera.

Tentu saja, menjadi seorang difabel, kehidupannya tak semudah sekarang. Banyak halangan dan rintangan yang harus dilalui untuk bisa menjadi seperti sekarang ini. Seperti dikutip dari Kompascom, Rabu (4/10/2017), pemuda asal Desa Benelanlor, Kecamatan Kabat, Kabupaten Banyuwangi, Jawa Timur itu mengawali kariernya sebagai tukang foto KTP di kampungnya. Saat lulus SMA, ia sempat ingin kuliah di Surabaya, tetapi justru ditolak oleh beberapa universitas karena kondisi fisiknya. Akhirnya ia kembali lagi ke desa untuk jadi tukang foto KTP lagi.

Setelah 18 bulan meminjam kamera orang, akhirnya ia memberanikan diri untuk kredit kamera DSLR. Saat pertama kali memiliki kamera sendiri, Dzoel memotret pre-wedding salah satu temannya.

Hasil foto Achmad Zulkarnain (Instagram)

Sebenarnya tak hanya saat hendak kuliah saja Dzoel dipandang sebelah mata. Sewaktu belajar di sekolah menengah atas (SMA), Dzoel pernah tidak disapa teman-teman dan beberapa gurunya karena keterbatasan fisiknya. Mereka mengatakan bahwa sekolah yang ia masuki tak sesuai untuk lulusan Sekolah Menengah Pertama Luar Biasa (SMPLB) seperti dirinya.

Yang lebih miris lagi ketika ia baru dilahirkan. Ibu kandung Dzuel hampir saja memasukkanya ke kantong kresek untuk dibuang. Untungnya, seorang tetangga melihat hal tersebut dan berhasil mencegah orangtua Dzoel.

Dzoel pun memantapkan hatinya untuk menjadi seorang fotografer. Tanpa kaki, Dzoel tetap bisa ke berbagai lokasi untuk memotret. Mata tajamnya untuk sebuah gambar membawanya ke tempat yang menakjubkan, termasuk ke puncak Gunung Ijen, yang terletak 2.800 meter di atas permukaan laut. Dia menggunakan sebuah kendaraan berbentuk mirip Go-Kart, hasil rancangannya sendiri yang dirakit dengan bantuan kawan serta keluarga.

Hasil fotonya juga tak kalah keren dibandingkan fotografer profesional lainnya. Setelah memotret, Dzoel lalu mengedit fotonya di komputer, agar hasilnya bisa lebih maksimal. Ada juga beberapa fotonya yang diunggah di akun Instagram miliknya, @bang_dzoel, yang memakai teknik digital imaging.

Hasil foto Achmad Zulkarnain (Instagram)
Hasil foto Achmad Zulkarnain (Instagram)

Sekarang, selain bekerja sebagai seorang fotografer, Dzoel juga mengajar fotografi. Pria yang sedang menempuh kuliah di jurusan hukum Universitas 17 Agustus 1945 ini juga sedang belajar  piano.

“Jika Anda ingin menjadi yang terbaik, hapus pemikiran bahwa Anda cacat. Anda tidak harus sempurna untuk menjadi yang terbaik dengan apa yang Anda lakukan,” tambahnya.

Kegigihan dan semangat Dzoel perlu dicontoh. Dzoel memang hampir putus asa dengan keadannya. Namun pada akhirnya, dia menemukan titik kekuatannya sendiri sehingga bisa survive, bahkan berkarya. (tom)

Hutomo Dwi

Cowok penyuka Jepang, dari bahasa, musik, sampai film dan animenya.