Masih Ingat Buku Pelajaran ‘Ini Budi’? Ini Dia Penulisnya

Masih ingatkah dengan buku “Ini Budi”? Buku ini menjadi acuan pembelajaran bahasa Indonesia untuk pendidikan dasar di era tahun 1980-an. Buku bersampul cokelat dengan bentuk horisontal ini tidak hanya memuat rangkaian huruf tapi dilengkapi dengan visual. Dengan gambar sederhana, siswa di era tahun 1980-an dengan mudah mengerti dan memahami metode baca tersebut.

Penulis dari buku tersebut adalah Hj. Siti Rahmani Rauf. Kini pengarang dan penulis buku pelajaran Bahasa Indonesia tersebut sudah terlihat sepuh. Usianya saat ini menginjak 96 tahun.

Hj. Siti Rahmani Rauf (Sindonews)
Hj. Siti Rahmani Rauf (Sindonews)

Di kediamannya di kawasan Tanah Abang, Jakarta Pusat, wanita kelahiran Padang 5 Juni 1919 ini masih mengingat perjalanan hidupnya hingga menulis buku panduan membaca tersebut.

Dilansir dari Sindonewscom, Kamis (25/6/2015), menjadi guru bagi Siti Rahmani Rauf atau Nenek Rauf merupakan amanah dan cita-cita. Sulitnya mendapat buku pedoman mengajar membuat Nenek Rauf berpikir keras membuat buku yang akhirnya melegenda.

Bagi pribumi, apalagi wanita tak mudah bisa mengenyam pendidikan hingga khusus pendidikan guru. Tak hanya melawan sistem Belanda, di zamannya, Nenek Rauf juga harus melawan pandangan masyarakat yang masih kolot.

“Dulu sekolah bagi guru wanita sangat sedikit. Se-Indonesia baru ada di Padang Sumatera Barat saja, itu juga tidak mudah,” katanya.

Setiap murid wanita, dituntut bekerja keras dan disiplin tinggi. “Satu kelas berisi 30 orang. Kami selalu dituntut untuk disiplin dan bekerja keras,” lanjutnya.

Setelah lulus sekolah guru wanita, Nenek Rauf langsung mengajar di Sekolah Dasar di Padang. “Saya mengajar di Padang saat itu mendapat gaji 25 gulden. Baru diangkat menjadi guru pemerintah pada tahun 1937,” jelasnya.

Setelah dua puluhan tahun lebih mengajar, Nenek Rauf menikah dengan Abdul Rauf pada tahun 1954. Setelah menikah, keduanya hijrah ke Jakarta. Di Jakarta, Nenek Rauf tetap mengajar sebagai guru SD sedangkan suaminya bekerja sebagai pegawai.

Pembuatan buku pelajaran SD yang memuat tokoh Budi di dalamnya bermula dari Pemerintah Hindia Belanda yang menghapus sistem ejaan. Padahal, buku dengan sistem ejaan tersebut membantu Nenek Rauf mengenal huruf dan baca tulis semasa anak-anak.

Sekitar tahun 1980-an, akhirnya terbersit ide membuat buku yang bisa memudahkan murid-muridnya membaca. “Tahun 1980-an, saya terbersit ide membuat buku untuk membantu anak-anak agar bisa membaca. Bedanya buku yang saya susun itu memiliki visualisasi gambar,” tambah Nenek Rauf.

Dalam membuat buku tersebut, Nenek Rauf tak sendiri. Dia didampingi putri kandungnya yang berprofesi sebagai guru yakni Kamerni Rauf.

“Jadi pada saat itu dari Pendidikan dan Kebudayaan sudah ada metode SAS (Sistem Analisa Sintesa). Mami (panggalian untuk Nenek Rauf) punya ide bikin buku. Akhirnya saya bantu menyusun materi dan Mami yang bikin gambar-gambarnya,” kata Kamerni Rauf.

Bukan kebetulan jika buku ini menggunakan Budi sebagai tokohnya. “Mami dan saya sengaja memakai kata Budi dan Ani agar mudah dibaca oleh anak-anak,” terang Karmeni Rauf.

Dengan keahlian Nenek Rauf, dia menambah gambar tokoh Budi beserta keluarganya sesuai dengan tema yang diangkat disetiap halamannya.

“Gambar yang menunjukkan siapa itu Budi dan karakter lainnya membuat anak tidak hanya bisa membaca tapi juga mengenal karakter seseorang,” jelas Kamerni yang sudah mengabdi di dunia pendidikan sekitar 30 tahun.

Kamerni menambahkan, metode peraga atau buku yang disusunnya bersama dengan sang Ibu merupakan alat peraga yang baik dan mudah membantu anak bisa membaca. “Saya berharap bisa dimunculkan kembali buku tersebut. Guru-guru mengaku tertolong dalam mengajar anak didiknya dengan buku tersebut,” tutupnya.

Sayangnya, pada bulan Juni 2014 lalu, Menteri Pendidikan, M Nuh menghapus ‘Budi’ dari buku pelajaran SD. Kini tokoh buku baca diganti menjadi beberapa orang yang berasal dari berbagai suku bangsa. (tom)

Written by Hutomo Dwi

Cowok penyuka Jepang, dari bahasa, musik, sampai film dan animenya.

Terungkap, Nenek Moyang Madagaskar adalah Orang Indonesia

Wisata Naik Tangga Ekstrem 90 Derajat di Gunung China