Proklamasi Kemerdekaan, yang kita peringati setiap tanggal 17 Agustus, adalah sebuah peristiwa bersejarah bagi bangsa Indonesia. Proklamasi, telah mengubah perjalanan sejarah, membangkitkan rakyat dalam semangat kebebasan. Merdeka dari segala bentuk penjajahan. Lalu apa alasan untuk Sukarno, Presiden Pertama RI, memilih tanggal 17 Agustus sebagai Hari Kemerdekaan? Berikut sejarahnya, seperti dikutip dari situs resmi Kementerian Sekretariat Negara Republik Indonesia, Selasa (11/8/2015).
Dalam buku “Samudera Merah Putih 19 September 1945”, Jilid 1 (1984) karya Lasmidjah Hardi, diceritakan alasan Presiden Sukarno memilih tanggal 17 Agustus sebagai waktu proklamasi kemerdekaan salah satunya adalah karena Bung Karno mempercayai mistik.
Alasan itu disampaikan Bung Karno saat berdiskusi dengan para pemuda, salah satunya adalah Sukarni, pada 16 Agustus 1945. Saat itu Bung Karno dan Bung Hatta ‘diculik’ oleh kaum pemuda ke sebuah tempat di Rengasdengklok, Karawang. Saat itu, Fatmawati istrinya, dan Guntur yang pada waktu itu belum berumur satu tahun, juga diajak oleh Sukarno.
Saat itu, selama sehari penuh, Sukarno dan Hatta berada di Rengasdengklok. Maksud para pemuda untuk menekan mereka, supaya segera melaksanakan Proklamasi Kemerdekaan terlepas dari segala kaitan dengan Jepang, rupa-rupanya tidak membuahkan hasil. Agaknya keduanya memiliki wibawa yang cukup besar. Para pemuda yang membawanya ke Rengasdengklok, segan untuk melakukan penekanan terhadap keduanya. Sukarni dan kawan-kawannya, hanya dapat mendesak Sukarno-Hatta untuk menyatakan proklamasi secepatnya seperti yang telah direncanakan oleh para pemuda di Jakarta . Akan tetapi, Sukarno-Hatta tidak mau didesak begitu saja. Keduanya, tetap berpegang teguh pada perhitungan dan rencana mereka sendiri. Di sebuah pondok bambu berbentuk panggung di tengah persawahan Rengasdengklok, siang itu terjadi perdebatan panas.
“Revolusi berada di tangan kami sekarang dan kami memerintahkan Bung, kalau Bung tidak memulai revolusi malam ini, lalu …”. “Lalu apa?” teriak Bung Karno sambil beranjak dari kursinya, dengan kemarahan yang menyala-nyala. Semua terkejut, tidak seorang pun yang bergerak atau berbicara.
Setelah suasana tenang, Bung Karno kembali duduk. Dengan suara rendah ia mulai berbicara; “Yang paling penting di dalam peperangan dan revolusi adalah saatnya yang tepat. Di Saigon, saya sudah merencanakan seluruh pekerjaan ini untuk dijalankan tanggal 17”. “Mengapa justru diambil tanggal 17, mengapa tidak sekarang saja, atau tanggal 16 ?” tanya Sukarni. “Saya seorang yang percaya pada mistik. Saya tidak dapat menerangkan dengan pertimbangan akal, mengapa tanggal 17 lebih memberi harapan kepadaku. Akan tetapi saya merasakan di dalam kalbuku, bahwa itu adalah saat yang baik. Angka 17 adalah angka suci. Pertama-tama kita sedang berada dalam bulan suci Ramahan, waktu kita semua berpuasa, ini berarti saat yang paling suci bagi kita. Tanggal 17 besok hari Jumat, hari Jumat itu Jumat legi, Jumat yang berbahagia, Jumat suci. Alquran diturunkan tanggal 17, orang Islam sembahyang 17 rakaat, oleh karena itu kesucian angka 17 bukanlah buatan manusia,” jawab Sukarno.
Kemudian pada sore harinya, Bung Karno dan Bung Hatta dijemput kembali menuju Jakarta, setelah tercapainya kesepakatan antara golongan muda dan tua. Saat itu, salah seorang perwakilan golongan tua, Ahmad Soebardjo memberikan jaminan kepada, proklamasi kemerdekaan Indonesia akan dilaksanakan pada 17 Agustus 1945, selambat-lambatnya pukul 12.00 WIB.
Hari Jumat di bulan Ramadan, pukul 05.00 pagi, tanggal 17 Agustus 1945 memancar di ufuk timur. Para pemimpin bangsa dan para tokoh pemuda keluar dari rumah Laksamana Maeda, dengan diliputi kebanggaan setelah merumuskan teks Proklamasi hingga dini hari. Mereka, telah sepakat untuk memproklamasikan kemerdekaan bangsa Indonesia hari itu di rumah Sukarno, Jalan Pegangsaan Timur No. 56 Jakarta, pada pukul 10.00 pagi. Bung Hatta sempat berpesan kepada para pemuda yang bekerja pada pers dan kantor-kantor berita, untuk memperbanyak naskah proklamasi dan menyebarkannya ke seluruh dunia.
Peristiwa besar bersejarah yang telah mengubah jalan sejarah bangsa Indonesia itu berlangsung hanya 1 jam, dengan penuh kekhidmatan. Sekalipun sangat sederhana, namun ia telah membawa perubahan yang luar biasa dalam perjalanan sejarah bangsa Indonesia. â??Gema lonceng kemerdekaanâ? terdengar ke seluruh pelosok Nusantara dan menyebar ke seantero dunia. Para pemuda, mahasiswa, serta pegawai-pegawai bangsa Indonesia pada jawatan-jawatan perhubungan yang penting giat bekerja menyiarkan isi proklamasi itu ke seluruh pelosok negeri. (tom)