Menjadi seorang mualaf, tentu bukan hal yang mudah. Selalu penuh goncangan dan kebimbangan terlebih dahulu sebelum benar-benar yakin bahwa pilihannya mantap dari hati.
Hidayah untuk memeluk agama Islam dapat diraih dengan berbagai cara. Malah terkadang melalui sesuatu yang unik dan tidak terduga.
Hal ini dialami pula oleh Gisella Yurike yang memperoleh kenyamanan terhadap Islam, melalui sesuatu yang tidak disangka-sangka.
Pegawai swasta di Jakarta ini yakin untuk menjadi mualaf ketika sedang melihat teman satu indekos menunaikan ibadah salat.
Wanita yang akrab disapa Ikke ini beranggapan bahwa cara umat muslim ketika akan menghadap Tuhannya harus dalam keadaan suci. Hal inilah yang mendorongnya untuk menjadi seorang mualaf.
Hal ini bermula saat ia masih kuliah di Bandung. Sebagai penganut agama Katolik, batinnya bergetar menyaksikan rekannya salat.
“Saya lihat teman indekosan saya sedang menunaikan ibadah salat. Saat itu saya tidak ada pegangan sama sekali. Saya memang menganut agama katolik waktu itu, tapi saya tidak beriman. Pada saat itu logika saya tidak dapat menerima ajaran itu. Batin saya terus bergejolak, hingga suatu ketika saya melihat teman saya sedang menunaikan ibadah salat, saya berfikir umat muslim saja ketika akan bertemu dengan Tuhan-Nya harus keadaan suci terlebih dahulu, kalau kita dalam keadaan haid pun kita tidak boleh memegang Alquran. Titik balik saya ada disitu,” ucap Yurike seperti dikutip dari merdeka.com.
Alumni salah satu universitas di Bandung itu mengaku, bahwa sebenarnya dia tidak ada pikiran untuk pindah keyakinannya dan menjadi seorang mualaf. Namun, gejolak batin yang terus menyelimuti, menuntunnya untuk menjadi seorang mualaf.
Bahkan di tengah kegamangannya, Ikke membuka dan membaca Alkitab kembali. Mencoba menemukan jawaban akan permasalahan dan keraguan akan agamanya. Namun, ia tidak menemukan jawaban.
“Saya sempat membaca buku-buku tentang mualaf yang ada di luar negeri. Dua tahun saya nyari Islam, logika saya masih menerima semua yang diajarkan di Islam,” tuturnya.
Akhirnya 4 Desember 2014, ia memutuskan untuk masuk Islam dan dipimpin oleh Ustazah Irena Handono, yang memiliki latar belakang serupa dengannya. Usai mengucap dua kalimat syahadat, ia menghilang empat bulan lamanya.
“Saya memilih bulan Desember karena saya berpikiran jika mulai tahun itu saya sudah tidak bertemu natal lagi.”
Dia sempat menyembunyikan agama barunya dari orang tuanya selama 10 bulan. Tapi, ketika dia memohon petunjuk dari Allah dengan salat tahajud beri jalan untuk memberitahu kepada orang tuanya tentang agama barunya.
“Usai salat subuh, saya lupa rapikan mukena. Langsung saja saya taruh di dalam lemari baju saya, karena saat itu saya sudah terlambat masuk kerja. Pulang kerja, saat saya mau salat, saya lihat mukena saya sudah rapih. Dari situlah saya terus terang kepada orangtua saya mengenai agama baru saya,” papar Yurike.
Pada puasa pertama sejak menjadi seorang mualaf, dia mengaku melaksanakan puasa di kota Bandung. Dia sengaja memilih puasa di Bandung agar orang tuanya tidak curiga bahwa tengah menjalankan ibadah puasa.
Yurike pun berharap jika tahun ini ia ingin melaksanakan salat ied di masjid Istiqlal yang berada di Jakarta Pusat.
“Tahun ini saya ingin lebaran dan salat ied di masjid Istiqlal, saya juga ingin lebaran seperti keluarga-keluarga muslim lainnya,” tuturnya.