Dikenal sebagai Kota Getuk, Magelang ternyata memiliki kuliner legendaris yang masih bertahan selama 60 tahun. Bahkan konon katanya, sajian yang disajikan di warung tersebut adalah favorit Presiden Indonesia pertama Sukarno ketika bertandang ke Magelang.
Warung yang menjual kuliner legendaris itu bernama Warung Ronde Miroso, sebuah warung kecil yang terletak di Jalan Medang, Magelang, Jawa Tengah. Selain menu ronde yang jadi andalannya, warung tersebut juga menjual kuliner lainnya yang bisa dibilang unik. Kuliner itu ternyata adalah sate. Namun sate yang dijual di warung ini bukan sate biasa yang terbuat dari daging ayam atau kambing, melainkan sate pisang.
Sate yang hanya ada di Magelang ini berupa pisang kepok merah rebus yang dipotong-potong dan ditusuk lidi layaknya sate lalu diberi saus santan kental. Satu tusuk berisi empat potong. Dalam penyajian piring besar berisi lima tusuk dan piring kecil tiga tusuk. Tapi yang dihitung hanya yang dimakan saja.
Menu ronde yang disediakan di Warung Ronde Miroso ini rupanya juga menjadi langganan Akademi Militer (Akmil). “Setiap ada acara, terutama Reuni lulusan Akmil, pasti pesan ronde ke sini,” ungkap Hermien, pengelola warung yang dibuat seperti rumah makan ini, seperti dikutip dari Liputan6com, Selasa (18/7/2017).
Wanita berumur 67 tahun ini merupakan “penerus” pengelola Warung Ronde Miroso. Ia dibantu seorang perempuan melayani sendiri para pembelinya. Ia yang menyiapkan sate pisang maupun racikan wedang ronde.
Sedangkan perintis warung, yakni Nyonya Suwondo, yang tak lain ibunda Hermien, duduk di meja kasir. Nyonya Suwondo yang sudah berusia 93 tahun, masih bertindak sebagai “penjaga resep” kuliner yang dirintisnya itu. “Ibu masih ngecek rasa masakannya,” kata Hermien.
Nyonya Suwondo pun masih ingat saat tahun-tahun pertamanya berjualan Presiden Soekarno kerap meminta dipesankan salah satu menu andalan yang ada di warung tersebut, yakni sate pisang tiap kali datang ke Magelang. “Kalau datang ke Akmil (Akademi Militer), pasti dia minta sate pisang,â? kata dia.
Sejak dulu sampai sekarang, menurut Hermien, rasa, bentuk, dan penyajiannya tidak pernah berubah. “Santannya tetap basah, enggak kempel seperti kue nagasari,” imbuh Hermien yang ikut berjualan sejak 10 tahun silam.
Bila sate pisangnya sisa, Hermien tak menjualnya lagi besoknya. Sebab, saus akan terasa asam dan berair. Itu sebabnya, Hermien memilih membuat sate pisang secara bertahap dalam sehari. “Kalau sate pisang habis, baru bikin lagi. Kalau sudah menjelang tutup masih sisa, lebih baik dibagikan ke orang lain,” ujar Hermien.
Selain kelezatan dan rasanya yang paten, barangkali hospitality pemilik warung inilah yang membuat warung bisa bertahan hingga lebih dari setengah abad. Bahkan, kendati ada yang mencoba membuat warung sate pisang dan juga wedang ronde, Miroso tetap menjadi idola. Pelanggannya yang telah merantau bahkan melanglang buana pun setiap mudik selalu mampir ke warung yang terletak di seberang SMAN 3 Magelang tersebut.
Rasanya yang manis gurih dengan saus yang selalu basah jadi ciri khas yang membedakannya dari sate pisang lain. Untuk wedang ronde, Miroso juga menggunakan gula asli. Miroso juga melakukan inovasi untuk wedang ronde ini.
Selain wedang ronde panas, belakangan Miroso juga menyediakan es wedang ronde. Minuman dingin ini disajikan bukan dengan air jahe, melainkan air jeruk. Sehingga, anak-anak yang tidak suka pedasnya jahe tetap bisa menikmati wedang ronde. Bahkan kini tersedia juga tahu bacem, lumpia, bakso biasa dan bakso mikung (mie kangkung). Jadi, tak salah kalau warung ini masuk daftar kunjung wisata kuliner Magelang bersama keluarga. (tom)