Bagi kamu yang tinggal di Jakarta, sepertinya sudah tahu Jembatan Semanggi. Apalagi mereka yang setiap hari bekerja di Jakarta, dipastikan tahu atau sering melewati jembatan yang membentang di Jalan Gatot Soebroto dan melintasi Jalan Sudirman ini. Meski demikian, tidak semua tahu mengenai sejarah dibuatnya Jembatan Semanggi ini. Berikut sejarah dari Jembatan Semanggi, seperti dilansir jadiBerita dari berbagai sumber.
Pembangunan Jembatan Semanggi diprakarsai oleh Presiden Soekarno pada tahun 1961.
Kenapa dinamai Jembatan Semanggi? Penamaan ini ternyata disesuaikan dengan bentuknya, yaitu mirip dengan daun Semanggi.
Semanggi sendiri sebenarnya nama lokal (Jawa) dari sebuah tumbuhan bernama latin Marsilea mutica. Daunnya biasa disantap sebagai lalapan. Setiap tangkai daun semanggi terdiri atas empat helai daun, berbentuk lonjong yang panjangnya mencapai 2 cm dan lebar 1 cm.
Dulu, kawasan tempat dibangunnya jembatan itu berupa rawa-rawa. Di sana banyak tumbuh pohon Semanggi, yakni sejenis paku air yang struktur daunnya agak menyatu atau bertumbuk.
Dalam satu kesempatan, Bung Karno sendiri pernah mengemukakan filosofi daun Semanggi. Filosofi yang dimaksud adalah simbol persatuan. Dalam bahasa Jawa ia menyebut â??suhâ? atau pengikat sapu lidi. Tanpa â??suhâ?, sebatang lidi akan mudah patah. Sebaliknya, gabungan lidi-lidi yang diikat dengan â??suhâ? menjadi kokoh dan bermanfaat menjadi alat pembersih.
Bung Karno sendiri, sejak perjuangan hingga menjadi pemimpin negeri, kepeduliannya sangat tinggi terhadap persatuan bangsa. Baginya, persatuan bangsa adalah sebuah harga mati. Begitulah Bung Karno memfilosofikan Jembatan Semanggi, yang memiliki konsep perempatan tanpa traffic light. Kini, Jembatan Semanggi telah menjadi sejarah, sekaligus saksi sejarah bagi banyak peristiwa penting di negeri ini.
Bung Karno sengaja memilih daun pohon itu sebagai nama jembatan. Menurut Bung Karno, susunan daun Semanggi itu melambangkan persatuan bangsa ini. Dengan bersatu akan menjadi kuat, demikain pula Jembatan Semanggi itu menyatukan berbagai wilayah di Ibu Kota, sekaligus mempersatukan segenap bangsa ini.
Pada masa awal pembangunannya, banyak pihak yang memprotes, karena dianggap sebagai proyek yang menghambur hamburkan uang negara. Padahal, masih banyak rakyat yang menderita, karena kemiskinan. Namun, Bung Karno melihat jauh ke depan dan untuk kepentingan yang lebih besar.
Sebenarnya, ide awal Bung Karno adalah membangun sebuah stadion olahraga megah di kawasan Senayan. Saat ide itu akan digulirkan, Sukarno menggelar lapar kabinet. Di sanalah, Ir. Sutami, yang ketika itu menjabat sebagai Menteri Pekerjaan Umum (PU), mengusulkan agar dibangun jembatan untuk mengatasi kemungkinan munculnya persoalan kemacetan lalu lintas. Karena di situ merupakan titik pertemuan jalan besar, antara Jalan Gatot Soebroto dengan Jalan Sudirman.
Akhirnya, diputuskan oleh Bung Karno agar pembangunan Jembatan Semanggi dijadikan satu paket dengan pembangunan Gelora Senayan (sekarang Gelora Bung Karno), Hotel Indonesia, dan lain-lain. Semua fasilitas itu dibangun untuk menyambut perhelatan Asian Games tahun 1962. Jembatan itu sendiri dimulai pembangunannya pada tahun 1961.
Karena konsepnya adalah persipangan tanpa traffic light, maka jembatan pun dibangun melingkar melingkar-lingkar dan layak disebut sebagai fly over. Jembatan tersebut menjadi poros lalu lintas Ibu Kota, sekaligus menjadi simbol kemakmuran perekonomian.
Menurut Zaenuddin HM, dalam bukunya berjudul â??212 Asal-Usul Djakarta Tempo Doeloeâ?, Jembatan Semanggi sudah diresmikan satu satu tahun setelah pembangunannya, yaitu pada tahun 1962, dan menjadi sarana publik, khususnya di Jakarta. (tom)