Gladiator selama ini kita tahu merupakan petarung pada masa Romawi kuno yang bertarung dalam koloseum, dan sebagai gladiator maka mereka harus bertarung sampai mati. Namun, fakta sejarahnya ternyata tidak demikian. Berbagai film, cerita, bahkan dokumentasi mengenai para petarung kuno ini dibuat hanya berdasarkan dari pengamatan terhadap lukisan atau peninggalan Romawi lainnya. Memang banyak yang menggambarkan suasana pertandingan tetapi sekedar gambar atau patung tidak mampu menjelaskan keseluruhan kisahnya secara lengkap.
Penelitian terbaru terhadap makam para gladiator, arsip pertandingan dan catatan para pengurus menceritakan kisah yang jauh berbeda dengan yang biasa kita lihat di berbagai media. Dilansir dari History, Jumat (21/10/2016), nyatanya, pertarungan gladiator tidak selalu berakhir dengan kematian, bahkan rasio kemungkinan selamat bagi mereka pada setiap pertandingan bisa mencapai 90%.
Sebenarnya inti dari pertarungan gladiator adalah hiburan dan bukan kematian. justru kematian dengan sekuat tenaga akan dihindari karena biaya pelatihan dan harga seorang gladiator begitu mahal dan setiap korban harus dibayar lunas oleh sponsor penyelenggara acara.
Pertarungan antar gladiator selalu dinilai karena dilakukan 1 lawan 1. Walaupun ada pertandingan besar yang bisa melibatkan puluhan bahkan ratusan gladiator sekaligus di dalam arena, tetapi mereka selalu melakukannya 1 lawan 1. Tidak ada pertarungan secara keroyokan ataupun istilah bertarung hingga last man standing. Jika gladiatornya banyak, maka cukup mengalahkan satu lawannya saja lalu bisa istirahat.
Yang paling mengejutkan, ternyata pertarungan gladiator juga menghadirkan wasit di dalamnya, layaknya tinju. Pada setiap pertandingan seorang wasit selalu ada sebagai orang ke-3. Tugasnya untuk melerai dan menghentikan pertarungan apabila menjadi terlalu berbahaya, dinilai tidak adil atau berat sebelah.
Pertarungan juga sarat dengan berbagai aturan sebagai balancing agar terlihat imbang dan menarik. Tidak ada yang memakai peralatan, pelindung atau senjata seenaknya. Semuanya diatur dengan ketat agar pertandingan menjadi adil bagi setiap petarung walaupun kedua gladiator menggunakan senjata dan perlindungan yang berbeda jenis.
Lebih jauh lagi, setiap petarung bahkan bisa menyerah kapanpun mereka mau. Biasanya ketika sudah demikian terdesak atau kesakitan, seorang gladiator bisa menjatuhkan senjatanya lalu memberi aba-aba tangan untuk menyetop pertandingan. Fakta ini membuat pertarungan gladiator semakin mirip dengan olahraga tinju modern daripada pertarungan ala barbar sampai mati.
Pemahaman lain yang keliru tentang gladiator adalah tidak semua gladiator merupakan budak. Kenyataannya, sekitar 50% dari seluruh populasi gladiator adalah warga Romawi sendiri. Mereka menjadi gladiator kebanyakan karena berbagai alasan, ada yang menutup utang, mencari modal usaha, sampai dengan yang ingin jadi terkenal secara cepat. Para peminat lumrah meneken kontrak 1 hingga 5 tahun untuk menjadi gladiator.
Dengan menjadi gladiator, siapapun bisa hidup dengan nyaman dan mendapatkan bayaran besar. Mereka tidak hidup di dalam sel seperti tahanan tetapi bagaikan atlet dengan kolam pemandian air hangat, sarana pijat, asrama yang bersih dan berbagai sarana relaksasi. Tersedia juga dokter terbaik untuk memenuhi kebutuhan medis mereka.
Lalu, kenapa dalam film atau media lainnya seorang gladiator identik dengan kematian? Ada 2 jawaban. Pertama bersumber dari sebuah kekeliruan antara gladiator dengan kriminal yang dieksekusi pada pembukaan acara pertarungan. Gambar yang sering kita lihat tentang orang yang dibawa ke arena lalu dipertemukan dengan hewan buas itu sebenarnya bukan menceritakan tentang gladiator tetapi proses eksekusi mati terhadap penjahat atau terpidana mati.
Kedua, bisa jadi kematian itu dikarenakan oleh risiko luka akibat senjata tajam yang bisa berakibat fatal. Walaupun memiliki dokter terbaik sekalipun, satu kesalahan gerak atau terlambat dalam bertahan bisa berakhir dengan luka berat yang mengarah pada kematian. Namun, kebanyakan pertarungan gladiator berakhir seri, sehingga kedua gladiator yang ada di dalam arena dinyatakan selamat.
Pada suatu titik dimana pertandingan tidak lagi dapat dilanjutkan, wasit menyetop pertarungan tersebut dan kaisar Titus memutuskan hasilnya seri. Walaupun temanya bertarung hingga mati, tetapi Kaisar memutuskan untuk membebaskan mereka sebagai tanda kebesaran hatinya. Keputusan tersebut sangat memuaskan penonton.
Mengapa dibebaskan? Karena publik Romawi bisa merasa terpuaskan bahkan tanpa pertumpahan darah sekalipun. Bagi mereka jerih payah, usaha keras dan keberanian adalah nilai yang dijunjung tinggi dan dianggap terhormat. Siapapun yang menunjukkan memiliki nilai-nilai tersebut akan dihargai tanpa mempedulikan status, jabatan, asal atau kepercayaannya. (tom)