ChatGPT Bisa Dianggap Manusia Menurut Penelitian

Tantri Widya

Kamu pernah nonton Blade Runner? Di situ ada adegan seru di awal film di mana mereka tes sekelompok manusia buat nentuin apakah mereka beneran manusia atau robot. Nah, sekarang ini teknologi kecerdasan buatan udah makin maju sampai kita perlu bedain antara manusia dan robot. Ada penelitian yang lagi ngecek apakah ChatGPT bisa bikin kita percaya kalau dia manusia. Ternyata, jawabannya iya! Yuk, kita lihat hasil studi ilmiah soal ini.

Baru-baru ini, ada studi dari para peneliti di Universitas California, San Diego, yang bisa kamu unduh di Arxiv.org. Penelitian ini mengingatkan kembali debat soal Test Turing di era kecerdasan buatan yang makin canggih. Test Turing ini awalnya diajukan oleh Alan Turing di tahun 1950 buat ngecek apakah mesin bisa nunjukin perilaku yang mirip banget sama manusia. Jadi, kita bisa kejebak ngira lagi ngobrol sama manusia beneran padahal bukan.

Di eksperimen ini, ada tiga sistem kecerdasan buatan yang diuji: ELIZA, GPT-3.5, dan GPT-4, barengan sama peserta manusia. Hasilnya, GPT-4 dianggap sebagai manusia asli di 54% kasus, jauh di atas ELIZA yang cuma 22%, tapi masih kalah sama manusia asli yang 67%. Ini jadi bukti pertama yang nyata dan terdokumentasi kalau sistem buatan bisa lolos Test Turing interaktif di mana ada dua pemain: mesin dan manusia.

Metodologi studi ini bener-bener teliti dan ilmiah banget. Mereka gak sembarangan dan pakai metode yang mendalam. Ada 500 peserta yang dikasih peran secara acak. Obrolannya berlangsung selama 5 menit lewat antarmuka chat yang didesain khusus buat eksperimen ini. Buat GPT-4 dan GPT-3.5, mereka pakai prompt khusus yang ngajarin model gimana cara ngerespon pertanyaan manusia. Sementara ELIZA, yang jauh lebih sederhana, dijadikan pembanding.

Para peserta pakai berbagai strategi, dari gaya nulis sampai aspek emosional buat bedain apakah lawan bicaranya manusia atau robot. Biasanya, mereka mulai dengan obrolan ringan lalu meningkat ke topik yang lebih emosional dan manusiawi. Ini nunjukin kalau kita manusia lebih dikenal dari apa yang kita rasain daripada yang kita pikirin.

Hasil ini memunculkan banyak pertanyaan penting soal esensi kecerdasan dan kesadaran. Pertama, apakah Test Turing beneran bisa dipakai buat nentuin apakah kita ngobrol sama manusia atau bukan. Lebih dari itu, tes ini sepertinya lebih menilai kemampuan sistem buat niru perilaku sosial dan bahasa manusia.

Kemajuan teknologi kecerdasan buatan dalam menghasilkan bahasa alami memang luar biasa. Dari studi ini, kita bisa lihat betapa pentingnya soal keamanan online dan kemampuan AI buat nyamar jadi manusia. Padahal, teknologi ini masih berkembang dan perlu penelitian lebih lanjut. Kita gak cuma perlu cari cara buat mencegah robot nyamar jadi manusia, tapi juga menggali lebih dalam tentang apa itu kemanusiaan dan ciri khas yang kita punya sebagai spesies.

Jadi, gimana menurut kamu? Seru kan lihat gimana kecerdasan buatan makin canggih dan tantangan yang kita hadapi di masa depan?

Tantri Widya

Suka hal-hal yang berhubungan dengan teknologi dan media sosial. Mahasiswa yang sedang berjuang menggapai cita-cita.