Don't be Captious

STORY: Marie Tussaud Sang Pengukir Lilin

Hutomo Dwi
Hutomo Dwi
Cowok penyuka Jepang, dari bahasa, musik, sampai film dan animenya.

Mungkin beberapa di antara JBers masih asing dengan nama Marie Tussaud. Wanita asal Perancis tersebut merupakan pembuat patung lilin yang cukup terkenal dengan karyanya yang menyerupai manusia aslinya. Namanya juga dijadikan sebuah museum lilin yang ramai dikunjungi. Meski demikian, ternyata Marie Tussaud menyimpan sebuah kisah kelam. Berikut kisahnya dilansir dari blog Echomouse, Jumat (11/4/2014).

Marie Tussaud lahir dengan nama Anna Maria Grosholtz pada tanggal 1 Desember 1761, di tengah keluarga miskin di Perancis. Lingkungannya begitu miskin hingga orang-orang disana biasa menjual gigi mereka agar bisa membeli makan. Ayah Marie adalah seorang tentara, namun ia harus tewas terbunuh di tengah medan perang dua bulan sebelum putri kecilnya lahir. Sang ibu yang menjanda kemudian pergi ke Swiss untuk mencari kehidupan yang lebih baik. Ia mendapat pekerjaan sebagai pembantu rumah tangga di rumah seorang dokter bernama Phillipe Curtius. Dokter yang baik hati ini mengizinkan ibu Marie dan bayi perempuannya untuk tinggal di rumahnya.

Sebagai seorang dokter, Curtius memiliki minat yang tidak biasa pada seni ukir lilin. Mulanya, sang dokter memakai materi ini untuk membuat model anatomi dan kulit manusia. Lama-kelamaan, ia gemar menjadikan lilin sebagai replika wajah manusia untuk kepentingan seni pertunjukan dan bisnis. Curtius pun meninggalkan karier medisnya dan menjadi seorang pengukir lilin.
Pameran-pameran karya Curtius selalu disesaki pengunjung. Karena permintaan yang tinggi, ia memutuskan untuk pindah ke Paris. Marie yang kala itu berusia 6 tahun dan ibunya ikut pergi bersama majikan mereka. Marie kecil sangat dekat dengan Curtius, sampai-sampai ia memanggil sang dokter dengan sebutan “paman”. Tak heran jika beredar desas-desus bahwa Marie adalah anak hasil hubungan gelap Curtius dengan ibunya.

Curtius menjadi populer karena karyanya berupa patung lilin Madame du Barry, selir terakhir dari Raja Louis XV, sedangkan Marie, di usia yang baru beranjak 17 tahun, telah sukses membuat patung lilin tokoh besar seperti Voltaire dan Benjamin Franklin, yang masih bisa Anda lihat di museum Madame Tussaud’s di London.

Karena tumbuh dari keluarga yang miskin, Marie memiliki sifat yang ambisius dan perfeksionis dalam berkarya. Usahanya tidak sia-sia, karena pada tahun 1780, ia diangkat menjadi guru seni Elisabeth, saudari raja. Dari jalanan kumuh yang menjadi tempat kelahirannya, Marie pindah ke istana Versailles yang glamor dan ikut dalam pesta-pesta mewah kerajaan.

Marie kemudian menjadi sahabat keluarga kerajaan, karena sudah mendiami istana Versailles selama 9 tahun. Meski demikian, ada satu rahasia yang tidak Marie ketahui, yaitu di luar sana, rakyat yang dipimpin oleh Robespierre sedang mendidihkan revolusi melawan kaum aristokrat.

Curtius yang mencemaskan keselamatan Marie segera melarikan gadis itu keluar dari istana tepat sebelum Revolusi Perancis pecah. Namun, kaum revolusioner tetap mengejar Marie karena kedekatannya dengan pihak istana. Marie dan ibunya ditangkap dan dijebloskan ke penjara Laforce. Rambut keduanya digunduli sebagai persiapan sebelum kepala mereka dipenggal algojo.

Nasib Marie hampir saja berakhir di pisau guillotine. Syukurlah, berkat negosiasi Curtius, para penangkap Marie memutuskan untuk memberinya “ujian kesetiaan”. Ia diminta membuat topeng kematian para anggota kerajaan yang kepalanya telah dipenggal. Dengan hati hancur, Marie yang bertubuh kurus kering harus mengaduk-aduk tumpukan jenazah keluarga kerajaan yang telah terpenggal. Tak pernah terbersit dalam benak Marie bahwa ia akan menjadi saksi musnahnya keluarga kerajaan Perancis. Tak hanya menjadi saksi, ia bahkan harus mengabadikan momen memilukan ini dalam bentuk topeng kematian. Setelah itu, ibunya dan Marie dilepaskan.

Marie mendapat kesempatan untuk memulai hidup dari awal lagi. Tahun 1794, Curtius meninggal dan mewariskan bisnisnya yang mulai “rontok” untuk dikelola Marie. Bertekad untuk bangkit kembali, Marie menikah dengan insinyur sipil bernama Francois Tussaud. Ia menjalani kehidupan rumah tangga dengan mengasuh kedua putranya sambil menjalankan bisnis warisan Curtius. Marie pun mulai dipanggil dengan sebutan Madame Tussaud.

Pada tahun 1802, ia memutuskan untuk meninggalkan suaminya dan pindah ke London dengan membawa putra sulungnya. Putra bungsunya, setelah menginjak usia 21 tahun, lalu memutuskan untuk bergabung, dan pada tahun 1835, mereka membuka ruang pameran permanen yang pertama di Baker Street, London. Di tengah keberhasilan bisnis patung lilin yang berkembang pesat, Marie meninggal dalam tidurnya di usia 88 tahun. Anak dan cucunya pun menjadi pewaris dari kerajaan lilin yang dibesarkannya.

Karya dari museum Madame Tussaud’s cukup beragam, dari Mahatma Gandhi sampai Lady Gaga, dari Julia Roberts sampai Jackie Chan, dan dari Presiden AS Barrack Obama sampai presiden pertama kita, Soekarno, yang semuanya mirip seperti sungguhan. (tom)

Latest article