STORY: Kaharoeddin Datuk Rangkayo Basa, Sang Jenderal Jujur

Hutomo Dwi

Belakangan ini muncul berita yang mengabarkan kalau di dalam kementerian agama sudah terjadi tindak pidana korupsi. Harusnya kementerian gama belajar dari mantan Gubernur Sumatera Barat, yaitu Brigjen Polisi Kaharoeddin Datuk Rangkayo Basa. Jangankan mengkorupsi duit haji, dibiayai Kapolri naik haji pun jenderal jujur ini tak mau. Bagaimana kisah sang jenderal jujur ini? Berikut kisahnya dilansir dari Merdeka, Kamis (12/6/2014).

Kisah berawal pada tahun 1967. Setelah Kaharoeddin pensiun, dirinya didatangi oleh Brigjen Polisi Amir Machmud, yang merupakan keluarga sekaligus sahabat dari Kaharoeddin. Bahkan Amir yang merupakan junior Kaharoeddin ini menjadi jenderal polisi yang paling bersinar saat itu. Saat itu Amir ditugasi Kapolri Jenderal Sutjipto Judodihardjo, yang mungkin mengetahui kedekatan antara Amir dan Kaharoeddin, untuk menjemput Kaharoeddin ke Jakarta, agar Kaharoeddin mau naik haji dengan semua biaya dibayar oleh Kapolri. Kapolri saat itu berharap agar Kaharoeddin mau dibujuk oleh Amir, karena Kaharoeddin terkenal keras menolak semua gratifikasi, termasuk dari atasannya sendiri.

Kunjungan Amir ke rumah Kaharoeddin di Jl Tan Malaka no 8, Kota Padang itu terjadi pada tanggal 16 Agustus 1967. Suasana pertemuan berlangsung hangat dan penuh kekeluargaan. Namun Kaharoeddin menolak pemberian Kapolri untuk naik haji. “Malu kalau naik haji diuruskan Kapolri,” kata Kaharoeddin seperti dikutip dalam buku Brigadir Jenderal Polisi Kaharoeddin Datuk Rangkayo Basa, Gubernur di Tengah Pergolakan, terbitan Pustaka Sinar Harapan tahun 1998. “Dia saklek kalau urusan seperti ini. Tak mau menerima pemberian apa pun,” kata cucu Kaharoeddin, Aswil Nasir, membenarkan kisah ini.

Meski gagal, namun tampaknya mereka tak menyerah. Pada Lebaran tahun 1970, Kaharoeddin kembali didatangi oleh Bupati Tanah Datar Mahjoeddin Algamar dan Wali Kota Padang Achirul Jahja, yang sudah menganggap sosok Kaharoeddin sebagai sosok ayah sendiri. Saat berbincang, mereka merayu dengan halus agar Kaharoeddin mau naik haji. Maklum, Kaharoeddin dianggap ahli agama, taat beribadah dan jujur. Sayang kalau Rukun Islamnya belum lengkap jika tak ke Tanah Suci.

Begitu dirayu, Kaharoeddin langsung memotong pembicaraan itu. “Jadi maksud kalian mau menggunakan uang negara untuk ongkos naik haji saya?” tanyanya tegas. Buru-buru dua bupati itu menggeleng. “Bukan begitu Bapak. Bapak jangan berpikiran seperti itu. Kami kan anak-anak bapak. Kami akan iuran agar bapak bisa naik haji,” kata mereka. Setelah lama dibujuk dan yakin uang ini merupakan uang halal, Kaharoeddin mau juga berangkat. Namun ternyata Kaharoeddin ingin berangkay haji bersama istrinya, yang juga sudah berusia lanjut. Akhirnya, keluarga Kaharoeddin menjual tanah milik mereka agar bisa memberangkatkan sang istri naik haji, dan Kaharoeddin bisa naik haji pada tahun 1971.

Kaharoeddin bisa saja naik haji bersama keluarganya dengan biaya dinas jika dia mau. Atau malah mengkorupsi uang negara untuk naik haji atau umroh, seperti yang umum terjadi saat ini. Tapi Kaharoeddin tak mau. Dia tidak ingin jadi koruptor. Seandainya semangat Brigjen Kaharoeddin masih diteladani sampai saat ini, tentu rakyat Indonesia tak akan sengsara. (tom)

Bagikan:

Hutomo Dwi

Cowok penyuka Jepang, dari bahasa, musik, sampai film dan animenya.