Kehidupan keras yang dijalani Tommy Sihotang berhasil membuatnya mendapatkan kehidupan yang layak seperti saat ini. Sebelum menjadi pengacara seperti sekarang, Tommy harus melewati masa-masa sulit.
Dikutip dari jawaban.com (Selasa, 16/9/2014), saat Ia dan keluarganya pindah ke Jakarta. Tommy harus tinggal di bawah kolong jembatan dengan membuat bedeng dari bambu. Bisa makan untuk kebutuhan sehari-hari saja itu merupakan kenikmatan yang luar biasa baginya.’
Ibunya kemudian mulai menjual sayur-sayuran, bawang, dan cabai untuk memnuhi kebutuhan hidup keluarganya sehari-hari. Setiap harinya, Ia dan ibunya harus bangun jam 4 pagi dan menaiki mobil bak kecil untuk mengambil bahan dagangan di pasar Kramat Jati.
Setelah lulus SD, Tommy kecil tidak melanjutkan selama dua tahun. Selama itu pun Tommy hanya berjualan es, koran, dan lainlain untuk menghidupi dirinya dan keluarganya.
Waktu itu, satu pikiran yang ada di benaknya untuk merubah nasib adalah dengan banyak membaca. Beberapa tahun kemudian Tommy masuk sekolah pelayaran dan berlayar untuk mengumpulkan uang demi bisa melanjutkan pendidikan ke bangku kuliah.
Kemudian Tommy bisa melanjutkan kuliah. Pada tahun kedua Ia kuliah, Tommy diajak temannya untuk bekerja di Firma Hukum Maruli Simorangkir dan menjadi asisten pengacara. Walaupun Ia tidak begitu mengerti tentang apa pekerjaannya, Tommy bekerja dengan giat untuk mengumpulkan uang. Tanpa Ia sadari, Ia telah belajar untuk menjadi pengacara.
Kerja kerasnya akhirnya membuahkan hasil, pada tahun 1986 ia berhasil mendapat gelar sarjana hukum dalam hidupnya. Kemudian dua tahun kemudian di tahun 1988, ia mengundurkan diridari pekerjaan sebelumnya dan mendirikan firma sendiri yaitu Tommy Sihotang & Partners.
Menjadi kaya adalah pilihan, begitu juga dengan menjadi miskin. Setelah Ia mengalami pasang surut kehidupan. Tommy mulai bangkit dan maju untuk memperbaiki keadaan perekonomian dirinya dan juga keluarganya.(dea)