Gabus Pucung, Kuliner Betawi yang Mulai Terlupakan

Hutomo Dwi

Anda penyuka masakan rawon dari Jawa Timur atau brongkos dari Yogyakarta? Barangkali anda juga akan menyukai Gabus Pucung, makanan khas Betawi yang sudah semakin langka. Ketiga jenis masakan tersebut mempunyai satu persamaan, yakni sama-sama menggunakan biji kluwak dalam racikan bumbunya.

Biji kluwak atau pucung inilah yang akan menghasilkan kuah gurih berwarna hitam pekat yang menjadi ciri khas ketiga masakan tersebut. Dilansir dari Kabar Kuliner, Senin (13/10/2014), Gabus Pucung agak berbeda karena menggunakan bahan utama ikan gabus (di Jawa biasa disebut iwak kutuk), bukan daging sapi seperti pada rawon atau brongkos.

Memasak Gabus Pucung memang butuh ketelatenan. Beberapa tahapan harus dilalui, dari membersihkan dan memotong-motong ikan gabus, menggorengnya setengah matang, meracik bumbu, hingga proses pemasakan. Semuanya harus dilakukan dengan cermat untuk menghasilkan citarasa masakan yang terbaik. Ikan gabus biasanya digoreng lebih dulu agar tidak mudah hancur ketika dimasak di dalam kuah pucung.

Bumbu yang digunakan antara lain bawang merah, bawang putih, kemiri, cabe merah, jahe, kunyit, dan daun salam. Bumbu tersebut dihaluskan kemudian ditumis hingga harum. Tak lupa, ditambahkan kluwak yang telah dihancurkan dan diambil isinya. Selanjutnya bumbu tumis dimasukkan ke dalam panci berisi air dan direbus hingga mendidih menjadi kuah pucung.

Langkah terakhir adalah memasukkan ikan gabus yang telah digoreng ke dalam kuah pucung dan masak hingga bumbu meresap. Gabus Pucung bercitarasa gurih dengan aroma wangi yang khas. Kuahnya yang hitam memberi kesan eksotis. Masakan ini paling nikmat disantap ketika masih hangat ditemani aneka lalapan seperti pete, mentimun, ataupun kacang panjang. Bila suka pedas, Gabus Pucung juga cocok disantap dengan sambal terasi atau sambal goreng.

Pergeseran selera masyarakat dan pertumbuhan pesat industri kuliner modern di ibukota juga turut memperlemah eksistensi makanan tradisonal, termasuk Gabus Pucung. Dengan alasan kepraktisan, kini orang akan lebih memilih bersantap di warteg atau restoran cepat saji. Kaum mudanya pun lebih akrab dengan aneka makanan mancanegara, entah karena alasan kemewahan atau memang selera. (tom)

Bagikan:

Hutomo Dwi

Cowok penyuka Jepang, dari bahasa, musik, sampai film dan animenya.