Pemandangan Menakjubkan Dieng, Negeri di Atas Awan

Aden dan Enon JBers pernah ke Plato alias Dataran Tinggi Dieng? Jika belum, mungkin bisa menyimak perjalananku ke Negeri di Atas Awan ini. Mengapa disebut Negeri di Atas Awan? Karena letaknya yang tinggi. Saking tingginya, ada bagian yang letaknya di atas awan.

Dieng yang masuk wilayah administratif Wonosobo dan Banjarnegara, Jawa Tengah ini adalah dataran tertinggi kedua di dunia, setelah Tibet/Nepal. Dieng juga merupakan dataran tertinggi dan terluas di Pulau Jawa. Ketinggian rata-ratanya 2.000 meter di atas permukaan laut.

Dengan ketinggian tersebut, tentu udaranya sangat dingin. Biasanya, temperatur udara bisa mencapai -0 derajat pada dini hari ketika musim kemarau. Apalagi jika Aden dan Enon berada di Gunung Prau. “Dinginnya bisa menjangkau -1, -2, atau -3 derajat. Perjalanan,” kata seorang pemandu wisata di Dieng kepada JadiBerita, baru-baru ini.

Perjalanan

Untuk menuju Dieng, Aden dan Enon JBers bisa memilih dua opsi jalur: kereta atau bus. Untuk yang memilih kereta, kamu bisa naik dari lokasi stasiun terdekat dengan rumahmu sampai di Stasiun Purwokerto. Harga tiket kereta bervariasi, dari kisaran Rp 75 ribu atau Rp 200 ribu-an. Hal ini tergantung kelas keretanya, ekonomi atau eksekutif.

Setelah tiba di Stasiun Purwokerto. kamu kemudian harus naik angkutan umum empat kali untuk menuju Dieng. Pertama, angkutan umum dari Stasiun Purwokerto ke Terminal Purwokerto Rp 5 ribu. Kedua, bus dari Terminal Purwokerto menuju Terminal Wonosobo dengan ongkos Rp 30 ribu. Nanti kamu bilang ke kernetnya mau ke Dieng dan kamu akan diturunkan di tempat angkutan kecil melintas. Kemudian kamu naik angkot itu seharga Rp 3 ribu. Kamu bilang sopir angkot mau menuju Dieng. Kamu akan diturunkan di tempat mini bus ngetem. Selanjutnya, kamu naik mini bus menuju kawasan Dieng seharga Rp 15 ribu dengan jarak tempuh sekitar satu jam. Cukup lama lantaran bus berhenti ngetem di beberapa lokasi.

Jika memilih naik bus antar-provinsi, Aden dan Enon bisa memilih jalan dari terminal terdekat. Harganya juga bervariasi, tergantung kelas dan fasilitas bus. Aku berangkat dari Terminal Lebak Bulus, naik bus Dieng Indah dengan harga tiket Rp 115 ribu dengan fasilitas AC.

Waktu itu, aku berangkat pada Rabu sore pukul 18.00 WIB, bersama kekasih hati. Bus dijadwalkan berangkat pukul 17.00. Aku buru-buru dari rumah agar bisa sampai terminal sebelum pukul 17.00, dan akhirnya tiba sekitar pukul 16.30. Kita tunggu bus hingga jam 17.00, tapi belum datang. Bus baru kelihatan batang hidungnya (emangnya orang) pukul 17.50. Bus pun berangkat 10 menit kemudian.

Aku dan partner duduk di kursi sebelah kiri bagian belakang. Meski sebenarnya kita sudah memesan kursi depan di kanan. Namun entah kenapa sudah ada orang. Saat saya protes ke sopir, hal itu sudah lumrah. Kata sopir, banyak penumpang yang duduk seenaknya tak teratur sesuai nomor. Malah, ada seorang bapak dan pemuda di samping saya yang hampir bertengkar karena berebut kursi.

Well, perjalanan dimulai. Bus berjalan. Aku dan pujaan hati berdoa semoga selamat sampai tujuan. Tapi belum selesai berdoa, bus berjalan sedikit bergoyang. Seorang bapak di depan saya berkata, “Ini mobil bus atau odong-odong? Goyang-goyang gini?”. Aku sendiri tersenyum dan nyaris mau tertawa mendengar kata odong-odong, meski sebenarnya cukup kecewa. (Sepulangnya dari Dieng, saat dikonfirmasi, penanggung jawab Bus Dieng Indah, Pak Heri mengaku juga tidak menyangka kenapa busnya demikian.)

Tapi di luar dari itu, semuanya berjalan lancar hingga Kamis dini hari sekitar pukul 04.00 atau 10 jam perjalanan. Bus sempat berhenti di warung makan padang pada Rabu malam sekitar pukul 22.00 WIB. Seluruh penumpang makan dengan biaya sendiri. Memang harga tiket RP 115 ribu sudah diberitahu bahwa tidak termasuk makan. Jika Aden dan Enon mau paket tiket bus yang dapat makan, kamu bisa pesan bus Malino Indah dengan harga tiket Rp 165 ribu.

Informasi lainnya, harga makan masakan padang di perjalanan itu lumayan mahal. Aku dan pasangan sama-sama memilih makan lauk hanya telor asin dan sayur dikenakan harga Rp 40 ribu. Ya, kira-kira satu porsi piring masakan padang dengan satu lauk saka harganya mencapai Rp 20 ribu. Di situ juga ada tempat buat buang air kecil/besar serta salat, dan harus membayar Rp 2.000. (Zaman sekarang kencing pun bayar)

Yuk kita lanjut lagi ke perjalanan. Setibanya di kawasan Bumi Ayu pukul 04.30 WIB, bus mogok. Aku dan sang teman hidup awalnya mengira bus berhenti di SPBU alias pom bensin untuk istirahat. Tapi setelah mendengar berbagai keluhan penumpang di depan, bus ternyata mogok. Sopir dan kenek keluar dan mencoba mencari bus pengganti dengan stand-by di pinggir jalan. Satu jam berlalu, saat itu sudah pukul 05.30. Sejam berlalu, tapi belum ada bus pengganti. Kita pun resah, karena seharunsnya pukul 06.00, bus sudah sampai di terminal tujuan, Wonosobo.

Lantaran tidak ada kejelasan dari sang sopir, kita memutuskan untuk naik bus lain dengan inisiatif sendiri. Waktu itu, naik bus menuju terminal Purwokerto dengan biaya Rp 25 ribu per orang. Setelah melalui perjalanan sekitar dua jam, kami tiba di terminal Purwokerto. Kita kemudian lanjut naik bus jurusan Purwokerto-Wonosobo dengan waktu tempuh sekitar tiga jam. Ongkosnya Rp 30 ribu. (Setibanya di Jakarta, dari Dieng, aku menyambangi penanggung jawab bus Dieng untuk meminta ganti rugi. Setelah mendapat penjelasan, Pak Heri bersedia memberi kami ganti rugi sebesar Rp 100 ribu).

Untuk naik bus Purwokerto-Wonosobo, Aden dan Enon JBers harus selalu bersiaga atau mungkin bisa shock theraphy, karena cara sopir menjalankan bus ini begitu ugal-ugalan. Salip sana, salip sana. Sang sopir ibarat raja jalanan yang membelah keramaian. (Alah, terlalu).

Well, kita akhirnya tiba di Wonosobo jam 11.00 WIB. Selanjutnya, kami naik mikrobus untuk menuju kawasan Dieng, tepatnya penginapan Bu Jono yang sudah terkenal di antara para pecinta wisata Dieng. Ongkos mikrobus itu Rp 12.500. Awalnya si kenek mematok tarif Rp 15 ribu, tapi kemudian kami tawar menjadi Rp 12.500. Pukul 11.40 kami tiba di penginapan di Dieng, tepat dekat landmark bertuliskan “Welcome To Dieng Wonosobo”. Namanya penginapan Bu Jono.

Wisata Dieng (JadiBerita.com)
Rombongan Wisata Dieng berpose di landmark (JadiBerita.com)

Penginapan

Penginapan Bu Djono (Kaskus.co.id)
Penginapan Bu Djono (Kaskus.co.id)

Kita masuk dan memesan satu kamar untuk satu malam. Ada dua pilihan: harga sewa kamar dengan kamar mandi di dalam Rp 150 ribu per malam dan harga sewa kamar dengan kamar mandi di luar Rp 75 ribu. Kita memilih kamar mandi di luar untuk menginap satu malam, karena saat itu kami menginap pada hari weekday dan benar-benar sepi. Dalam satu lantai, tak ada pengunjung lain selain kami yang menginap. Jadi kamar mandi di luar pun selalu sepi.

Luas kamarnya tak begitu luas, sekitar 3 x 4 meter dengan 1 lemari dan beberapa gantungan. Tempat tidur dilengkapi dengan selimut yang begitu tebal. Lumayan bisa menghangatkan ketika dingin menusuk kulit. Baik kamar mandi di dalam maupun di luar kamar tidur dilengkapi dengan keran air hangat.

Wara-wiri

Setelah beristirahat dan mandi, aku dan partner mulai wara-wiri. Kami menuju sebuah warung makan yang menyajikan berbagai makanan khas Wonosobo, terutama Mie Ongklok. Tapi kami memilih untuk memesan ayam bakar plus nasi. Harganya tak jauh beda dengan di Jakarta: sekitar Rp 15 ribu per porsi.

Selanjutnya pada Kamis siang itu, kami memilih destinasi pertama: Candi Arjuna. Tak perlu sewa motor atau pun naik angkot. Kami jalan kaki dari tempat makan. Jaraknya cuma 2 km. Harga tiketnya Rp 10 ribu. Tiket ini paket untuk 2 lokasi wisata, Candi Arjuna dan Kawah Sikidang.

Candi Arjuna

Candi Arjuna (JadiBerita.com)
Candi Arjuna (JadiBerita.com)

Di Candi Arjuna ini, kita bisa merasakan suasana masa lalu. Candi Arjuna merupakan candi yang dibangun pada Abad ke-9 Masehi . Seperti dimuat Wikipedia, Candi Arjuna merupakan salah satu bangunan candi di Kompleks Percandian Arjuna, Dieng. Di kompleks ini juga terdapat Candi Semar, Candi Srikandi, Candi Puntadewa, dan Candi Sembadra. Candi Arjuna terletak paling utara dari deretan percandian di kompleks tersebut. Sementara itu, Candi Semar adalah candi perwara atau pelengkap dari Candi Arjuna. Kedua bangunan candi ini saling berhadapan. Seperti umumnya candi-candi di Dieng, masyarakat memberikan nama tokoh pewayangan Mahabarata sebagai nama candi.

Usai dari Kompleks Candi Arjuna, kita kembali ke homestay untuk beristirahat, mengingat langit sudah gelap. Dingin memang mulai terasa sejak sore, apalagi saat waktu magrib dan seterusnya. Usai makan malam dengan menyicipi sup jamur khusus Dieng, kami bernegosiasi dengan pengelola penginapan untuk menjadi pemandu wisata keesokan paginya. Setelah sempat tawar-menawar, disepakati bahwa biaya guiding Rp 200 ribu dan sewa motor Rp 100 ribu.

Keesokannya, pukul 03.00 WIB, kami bangun. Namun harapan untuk melihat sunrise atau Matahari terbit nyaris sirna. Sebab hujan deras turun. Sedianya jam 03.30 WIB, kita mulai berwisata pagi ke sejumlah destinasi. Tapi turunnya hujan menghambat kami untuk melangkahkan kaki. Kami pun menunggu.

Pemandu sempat memberitahu dengan kondisi cuaca seperti ini, kesempatan untuk melihat sunrise sangat kecil. Namun hal itu tak mengurungkan niat kami. Dengan cuaca sedikit gerimis, kami berdua berangkat ke Bukit Sikunir menggunakan motor ditemani seorang pemandu yang menggunakan motor lain.

Bukit Sikunir

Pemandangan dari puncak Bukit Sikunir (JadiBerita.com)
Pemandangan dari puncak Bukit Sikunir (JadiBerita.com)

Perjalanan dari penginapan menuju Bukit Sikunir ternyata lumayan jauh, sekitar 10 km. Diterpa rintik gerimis serta dingin, kami mencoba bertahan menghalaunya. Tanganku seperti berasa beku. Namun sugestiku berhasil membuatku bertahan (alah… sok puitis).

Sekitar 20 menit kemudian, kita tiba di dasar bukit Sikunir. Beruntung, hujan benar-benar sudah berhenti. Motor diparkir dan dititipkan sang penjaga. Kami dan pemandu mulai beranjak naik bukit. Tap, tap, tap, tap, tap. Sedikit demi sedikit mendaki bersama sejumlah pengunjung lainnya. Ada juga seorang suami istri yang masih muda membawa seorang bayi yang usianya masih 1 tahun. Dalam hatiku, mungkin orangtua itu ingin melatih anaknya sedari kecil agar terbiasa mendaki gunung.

Sunrise di Bukit Sikunir (JadiBerita.com)
Sunrise di Bukit Sikunir (JadiBerita.com)

10 menit berlalu, kami pun tiba di puncak bukit Sikunir. Wow! beruntung masih bisa lihat sunrise dan gumpalan awan. Kini kita merasakan seolah berada di atas awan. Tak mau menyia-nyiakan kesempatan itu, kami berfoto-foto. Sang pemandu saat itu berubah peran jadi juru foto. Beberapa titik puncak bukit kami telusuri. Kami pun kemudian turun dan kembali ke dasar. Dan selanjutnya kami berpindah ke “Batu Pandang Dieng”.

Dieng Theater dan Batu Pandang

Dieng Plateau Theater (Fatikong.blogspot.com)
Dieng Plateau Theater (Fatikong.blogspot.com)

Untuk menuju Batu Pandang, kami kembali berkendara motor sekitar Rp 5 ribu. Sebelum naik ke kawasan Batu Pandang, kami sempat melihat Dieng Plateau Theater, tempat kamu bakal  disuguhi tayangan film dokumenter berjudul Bumi Kahyangan Dieng Plateau berdurasi kurang lebih 20 menit. Penonton akan diajak menyelami seputar awal terbentuknya dataran Dieng. Untuk menonton film ini, Aden dan Enon dikenakan tarif Rp 4 ribu per orang.

Batu Pandang (JadiBerita.com)
Batu Pandang (JadiBerita.com)

Dari Dieng Plateau Theater, kita menuju ke Batu Pandang yang berada di belakangnya. Untuk masuk dan mencapai bukit kecil ini, kami dikenakan tarif Rp 10 ribu per orang. Kami sedikit mendaki pelan-pelan karena energi cukup terkuras saat mendakit Bukit Sikunir. Untung saja, di dasar Sikunir, kami sempat mencicipi kentang bulat kecil goreng dan kue pancong. Jadi energi kami kembali pulih. Setibanya di puncak Batu Pandang, kami pun berfoto-foto dan melihat Telaga Warna dari kejauhan.

Telaga Warna

Telaga Warna hijau (JadiBerita.com)
Telaga Warna hijau (JadiBerita.com)

Dari Batu Pandang, kami berpindah ke Telaga Warna menggunakan sepeda motor. Untuk masuk tempat ini, kami dikenakan tiket Rp 7.500 per orang. Tapi khusus untuk turis, harga tiketnya Rp 150 ribu per orang. Air telaga tersebut katanya bisa berubah. Ketika langit mendung warna airnya hijau. Ketika Matahari terik begitu cerah, warna airnya biru. Namun kami tak merasakan perubahan warna itu, karena langit terus menerus mendung.

Telaga Warna biru (IndonesiaWow.com)
Telaga Warna biru (IndonesiaWow.com)

Hal itu tak menjadi masalah. Kami kembali berfoto-foto. Ada beberapa spot yang pas untuk berfoto berdua, terutama di perahu bambu nan gepeng.

Kawah Sikidang

Kawah Sikidang (JadiBerita.com)
Kawah Sikidang (JadiBerita.com)

Lokasi ini menjadi destinasi terakhir kami. Ini merupakan kawah. Airnya panas dan penuh dengan asap belerang. Untuk itu, pengunjung diwajibkan mengenakan masker. Jadi Aden dan Enon harap persiapkan masker kalau mau ke sini. Tapi kalau nggak bawa pun, ada banyak penjual berlalu lalang menawarkan masker.

Di tempat ini, kita melihat bagaimana air kawah nan begitu panas bagaikan tengah dimasak. Dikelilingin bebatuan berwarna keputihan. Kami kembali berfoto-foto di tempat ini.

Mi Ongklok (Kitabmasakan.com)
Mi Ongklok (Kitabmasakan.com)

Ini akhir perjalanan kami di sejumlah destinasi wisata Dieng. Dalam perjalanan pulang saat tiba di Terminal Wonosobi, kami sengaja mampir sejenak untuk menikmati Mie khas Dieng, Mie Ongklok seharga Rp 12 ribu. Kami memilih makan Mie Ongklok di Terminal ini, seperti yang direkomendasikan pengurus penginapan Bu Jono. Sebab katanya, rasa Mie Ongklok di terminal jauh lebih enak dibanding di kawasan wisata Dieng. Benar saja, rasanya maknyus…

Dan akhirnya kita pun pulang dengan naik bus menuju Terminal Purwokerto dan lanjut lagi naik angkutan umum ke Stasiun Purwokerto. Kami naik kereta jurusan Purwokerto-Senen Jakarta. Total biaya ke Dieng untuk 2 orang sekitar Rp 1,2 juta. Tapi JBers disarankan untuk membawa uang lebih untuk persediaan atau cadangan.

Tips

  1. Persiapkan baju hangat dan jaket ekstra tebal
  2. Bawa juga masker, sarung tangan, kupluk, kaos kaki
  3. Jangan pakai sendal apalagi sepatu high heels. Pakai sepatu lebih baik karena medan cukup licin
  4. Selalu bertanya harga sebelum membeli supaya tidak “kena tembak” harga
  5. Catat seluruh biaya yang dikeluarkan di lokasi wisata sedetail mungkin. Ini bisa menjadi panduan ketika hendak berwisata lagi.
  6. Siapkan uang tunai, karena tidak ada ATM di kawasan wisata Dieng. Sebenarnya kamu bisa cairkan uang dari kartu ATM di Alfamart sekitar, tapi kamu harus belanja di situ terlebih dahulu minimal Rp 20 ribu. (rei)

Written by Ardy Messi

Work in PR agency, Strategic Planner wannabe, a bikers, a cyclist, music and movie freak, Barca fans.

Terungkap, Adegan Tak Terduga di Avengers: Age of Ultron

5 Momen Indah yang Dilakukan Cewek Agar Kekasihnya Makin Cinta