Tepuk tangan merupakan ekspresi persetujuan, atau apresiasi terhadap suatu hal. Tepuk tangan biasanya dilakukan setelah pertunjukan, seperti musik konser, pidato, atau pertunjukan lainnya, sebagai tanda kenikmatan dan apresiasi terhadap penampil.
Di sebagian besar negara anggota penonton bertepuk tangan secara acak untuk menghasilkan suara konstan. Namun ada juga negara yang dengan sendirinya membuat tepuk tangan seirama, seperti di Rusia, Norwegia dan negara-negara Eropa utara dan timur
Ternyata ada sejarah di balik tepuk tangan. Tepukan tangan yang berarti apresiasi ini tadinya tak sehalus itu fungsinya. Kebiasaan bertepuk tangan mungkin sama tua dan luas dengan keberadaan manusia.
Berawal di abad ke-7, ketika Kaisar Heraclius dari Romawi hendak bertemu Raja Barbar. Ia ingin penampilannya terlihat kuat. Sejumlah penepuk tangan (applauders) melakukan kegiatan ini dengan sejumlah bayaran.
Bangsa Romawi kuno memang memiliki satu ritual tepuk tangan untuk pertunjukan publik, mengekspresikan derajat persetujuan.
Dalam teater Romawi, pada penutupan bermain, aktor utama memanggil “Valete et plaudite!”, kemudian penonton, dipandu oleh choregus resmi, meneriakkan tepuk tangan mereka dengan meriah. Hal ini sering diselenggarakan dengan sejumlah bayaran.
Sekelompok orang disewa untuk memperkuat legiunnya dengan bertepuk tangan agar lebih diperhatikan. Inti dari taktik intimidasi ini adalah membuat suasana lebih ramai.
Demikian pula, claque (sebutan bertepuk tangan di Perancis) yang telah terorganisir applauders profesional di bioskop Perancis dan rumah opera yang dibayar oleh pemain untuk menciptakan ilusi dari peningkatan tingkat persetujuan penonton.
Meski tujuan awal hanya untuk sekadar meramaikan suasana, tapi taktik bertepuk tangan membekas dan digunakan sebagai sistem universal untuk berkomunikasi, terutama memanggil orang. Tepuk tangan pun menggambarkan kekuatan dan menjadi bentuk apresiasi terhadap suatu karya hingga sekarang. (rei)