Don't be Captious

STORY: Mahasiswa ITS Jualan Minuman Demi Kehidupan Sehari-hari

Hutomo Dwi
Hutomo Dwi
Cowok penyuka Jepang, dari bahasa, musik, sampai film dan animenya.

Gapailah cita-cita setinggi langit. Sepertinya istilah itu cocok bila dikaitkan dengan semangat yang dimiliki seorang mahasiswa di sebuah perguruan tinggi di kota Solo, Jawa Tengah itu. Menelusuri dinginnya malam tak membuat pemuda sebut saja si Fulan mengakhiri kegiatannya sehari-hari. Dengan membawa ransel lengkap dengan buku-buku, ia tak malu berjalan menelusuri jalan sekitar kampus sambil membawa sebuah termos.

Mahasiswa Institut Teknologi 10 Nopember Surabaya (ITS) itu ternyata seorang pedagang asongan. Si Fulan menjual kopi, teh dan minuman lainnya. Hampir setiap malam ia melakukan hal itu demi menyambung kehidupan sehari-hari. Fulan dikenal sebagai pemuda yang sederhana dan pintar. Prestasinya juga luar biasa. Dia merupakan juara kalkulus di kampusnya.

Tak ingin terlena dengan beasiswa yang didapatkan tiap bulannya sebesar Rp 600 ribu, Fulan tetap berjualan agar dapat mengirimkan uang setiap bulannya pada orangtuanya. Meski sedikit.

Kesibukannya berjualan tak membuat Fulan kehabisan akal untuk menyempatkan waktu belajar. Di sela-sela memasak air saat berjualan, Fulan membaca-baca buku agar tetap bisa mengikuti perkuliahan dengan baik.

Diketahui si Fulan ini mengambil kuliah malam. Dia punya jadwal kuliah pertama jam 7 malam. Menurut salah satu teman sekelasnya, Fulan selalu datang lebih awal dan melaksanakan salat Isya terlebih dahulu sebelum mengikuti kuliah. Bahkan Fulan suka membersihkan ruangan kelasnya agar lebih nyaman dipakai saat perkuliahan.

Di saat mahasiswa lainnya sedang sibuk belajar atau mengerjakan tugas kuliah, Fulan sibuk bekerja, yaitu berjualan minuman seperti teh, kopi atau minuman lainnya, di sekitar kampus. Menurut Fulan, banyak mahasiswa yang sedang lembur jadi membutuhkan minuman, jadi dia berjualan di sekitar kampus agar mahasiswanya tidak perlu keluar kampus untuk bisa mendapatkan minuman.

Kehidupan Fulan juga sangat sederhana. Ayahnya merupakan tukang batu, sementara ibunya buruh kebersihan. Meski mendapatkan beasiswa sebesar Rp 600 ribu yang cukup untuk biaya kuliahnya, dia tak mau berpasrah diri, apalagi meminta kepada orangtuanya. Dia bertekad untuk bekerja dan bisa mengirimkan sebagian penghasilannya untuk orangtuanya.

Lalu bagaimana cara dia belajar? Fulan mengaku dia belajar di sela-sela dia membuat minuman. Saat dia memanaskan air selama 15 menit, selama itulah dia juga menggunakan waktunya untuk belajar. “Daripada 15 menit nganggur lebih baik saya gunakan untuk belajar,” katanya seperti dilansir dari blog miftakhulfalah, Senin (29/12/2014).

Di saat teman-teman sebayanya bangga dengan prestasi menang lomba ini dan itu, dia pun bangga karena tiap bulan bisa mengirim uang ke orang tuanya.

Kisah Fulan ini bisa memberikan kita pelajaran, kalau perjuangan kita hari ini tak ada yang sia-sia. Jika kita hari ini sibuk dengan berjuang, yakinlah di masa depan nantinya kamu akan akrab dengan kemenangan. Dan untuk menjadi mahasiswa inspiratif, tak perlu piala piala memenuhi rakmu. Cukup berjuang keras dan selesaikan dengan tuntas setiap jalanmu, karena Allah memiliki ujian dan jalan yang berbeda untuk masing-masing hambaNya. (tom)

Latest article