Jika JBers pernah merasakan, pada zaman Orde Baru alias Orba dulu, setiap tanggal 30 September, stasiun televisi TVRI selalu menayangkan film “Pengkhianatan G30S/PKI”. Film tersebut mengisahkan tentang pembunuhan para jenderal yang dilakukan oleh PKI. Namun, sejak Presiden RI ke-2, Suharto, tak lagi menjabat sebagai presiden pada tahun 1998, film tersebut dihentikan penayangannya. Rupanya, dari adegan-adegan yang ditampilkan dalam filmnya, ada yang tak sesuai dengan fakta sejarah. Berikut ini beberapa fakta sejarah yang berbeda dengan yang ditampilkan dalam filmnya.
1. Aidit bukan perokok
Ketua CC PKI (Commite Central PKI) DN Aidit di dalam film tersebut digambarkan sebagai seorang perokok berat. Padahal fakta sejarahnya, Aidit bukanlah seorang perokok. Justru Aidit adalah pemimpin yang menganjurkan kawan-kawannya di PKI untuk meminimalisir rokok demi kesehatan finansial partainya. Hal tersebut tertuang dalam isi “Resolusi Dewan Harian Politbiro CC PKI” tanggal 5 Januari 1959. Hal ini juga diperkuat dengan pernyataan Ilham Aidit, putra bungsu dari Aidit, yang menyatakan bahwa ayahnya bukan seorang perokok, bahkan semasa hidupnya tak pernah sekali pun dia merokok. Namun sebenarnya hal ini masih dipertanyakan, karena ada juga foto Aidit sedang memegang sepuntung rokok.
2. Tak ada perlakuan bengis pada para jenderal
Dalam film PKI ini digambarkan, setelah perwira TNI Angkatan Darat diculik dan dibawa ke Lubang Buaya, mereka disiksa Pemuda Rakyat dan Gerwani, dengan cara disilet, disayat-sayat, dan diperlakukan secara biadab. Begitu juga yang tergambar dalam diorama di Kompleks Monumen Pancasila Saksi, Jakarta. Bahkan ada juga berita dari koran tentara bernama Berita Yudha yang menyebutkan para jenderal dicukil matanya serta alat-alat kelamin mereka dipotong oleh para aktivis Gerakan Wanita Indonesia (Gerwani), sebuah organ perempuan yang menjadi bagian dari PKI.
Padahal semua itu adalah hoax. Kenyataannya dalam laporan visum et repertum yang didapatkan sejarawan Ben Anderson, dan diungkap dalam jurnal Indonesia, April 1987, berjudul “How did the General Dies”, kondisi jasad perwira TNI hanya dipenuhi luka tembak. Hasil visum tim yang terdiri dari dr. Lim Joe Thay, dr. Brigjen Rubiono Kertopati, dr. Kolonel Frans Pattiasina, dr. Sutomo Tjokronegoro dan dr. Liau Yan Siang, terungkap bahwa tidak ada bekas penyiksaan seperti penyiletan, pemotongan alat kelamin atau pencungkilan mata. Hasil visum menyimpulkan, organ tubuh para perwira tinggi AD itu dalam kondisi utuh.
3. Bung Karno tidak sakit keras
Hoax lainnya adalah tentang adegan Presiden Soekarno yang tengah sakit keras. Umar Kayam (pemeran Bung Karno) mengadegankan berjalan bolak-balik, seperti orang kebingungan, menggambarkan seolah Bung Karno sedang sakit. Padahal fakta sejarahnya Bung Karno kala itu dalam kondisi sehat dan menghadiri sejumlah kegiatan seperti pembukaan Musyawarah Nasional Teknik di Istora Senayan Jakarta pada 30 September 1965. Bung Karno sendiri baru benar-benar sakit setelah dijadikan tahanan rumah di Wisma Yaso, Jakarta, yang kemudian membuatnya meninggal karena tak dirawat secara intensif.
4. Tak ada tarian Genjer-Genjer Aktivis Gerwani
Adegan lain yang keliru dan tidak sesuai fakta sejarah adalah tarian erotis aktivis Gerwani yang diiringi lagu “Genjer-Genjer”. Penelitian Saskia Elionora Wieringa, membuktikan bahwa itu adalah bentuk propaganda media-media cetak milik tentara yakni Berita Yudha dan Harian Angkatan Bersenjata.
Suharti, salah satu eks Gerwani yang dituliskan Saskia, memberikan kesaksian bahwa Gerwani sejak awal 1965 memang sering berada di Lubang Buaya bersama sejumlah organisasi pemuda lain. Termasuk pemuda Nahdlatul Ulama (NU), Perwari, Wanita Marhaen, Wanita Islam dan Muslimat, untuk pelatihan dalam rangka persiapan konfrontasi dengan Malaysia.
Serma Bungkus, eks anggota Resimen Tjakrabirawa yang penculik para jenderal, juga memberikan kesaksian di dalam buku “Gerakan 30 September, Antara Fakta dan Rekayasa: Berdasarkan Kesaksian Para Pelaku Sejarah”, Bungkus mengatakan bahwa tidak ada tarian atau pesta yang diiringi nyanyian-nyanyian di Lubang Buaya.
5. Peta Indonesia yang tak sesuai
Adegan unik lainnya dan tidak sesuai sejarah lainnya adalah adegan Letnan Jenderal TNI Suharto tengah memimpin operasi pemulihan keamanan pasca-terjadinya G30S di ruangan Komando Cadangan Strategis Angkatan Darat (Kostrad). Bukan adegannya, tapi peta Indonesia di ruangan tersebut yang hoax. Pasalnya, peta tersebut telah memasukkan Timor Timur sebagai wilayah Indonesia. Padahal pada tahun 1965/1966, Timor-Timor belum terintegrasi ke dalam NKRI.
Itulah beberapa fakta sejarah yang tak sesuai dengan versi film “Pengkhianatan G30S/PKI”. Apakah JBers setuju dengan beberapa fakta sejarah di atas? Atau kamu memiliki pendapat sendiri? (tom)